PEMERIKSAAN ATAS PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA

*Ahmad

Pemerintah, baik pusat maupun daerah mengemban amanat untuk menjalankan tugas pemerintahan melalui peraturan perundang-undangan. Untuk penyelenggaraan pemerintahan dimaksud, pemerintah memungut berbagai macam jenis pendapatan dari rakyat, kemudian membelanjakannya untuk penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan kepada rakyat. Dalam hal ini kedudukan pemerintah adalah sebagai agen dari rakyat, sedangkan rakyat sebagai prinsipalnya. Sebagai agen, pemerintah wajib mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangannya kepada rakyat yang diwakili oleh DPR/DPRD.

Dalam pola hubungan antara Pemerintah sebagai agen dan DPR sebagai wakil dari prinsipal, terdapat ketidakseimbangan pemilikan informasi. Lembaga perwakilan tidak mempunyai informasi secara penuh apakah laporan pertanggungjawaban atas pengelolaan keuangan daerah dari eksekutif telah mencerminkan kondisi yang sesungguhnya, apakah telah sesuai semua peraturan perundang-undangan, menerapkan sistem pengendalian intern secara memadai dan pengungkapan secara paripurna. Oleh karena itu diperlukan pihak yang kompeten dan independen untuk menguji laporan pertanggungjawaban tersebut. Lembaga yang berwenang untuk melakukan pemeriksaan atas laporan pertanggungjawan tersebut adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Ketentuan tentang pemeriksaan oleh BPK diatur dalam  UU No. 15/2004 tentang Pemeriksaan Tanggung Jawab dan Pengelolaan Keuangan

Negara. Sedangkan ketentuan tentang Badan Pemeriksa Keuangan sebagai institusi pemeriksa diatur dalam UU 15/2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan.

Sebagaimana telah ditetapkan dalam UUD RI tahun 1945, pemeriksaan yang menjadi tugas BPK meliputi pemeriksaan atas pengelolaan keuangan dan pemeriksaan atas tanggung jawab keuangan negara. Pemeriksaan tersebut mencakup seluruh unsur keuangan negara. Oleh karena itu kepada BPK diberikan kewenangan untuk melakukan 3 (tiga) jenis pemeriksaan, yaitu:

  1. Pemeriksaan keuangan;
  2. Pemeriksaan kinerja;
  3. Pemeriksaan dengan tujuan tertentu.
  4. PEMERIKSAAN KEUANGAN

Pemeriksaan keuangan adalah pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah. Pemeriksaan ini dilakukan dalam rangka pemberian opini atas kewajaran penyajian laporan keuangan. Hasil pemeriksaan keuangan oleh BPK akan menghasilkan opini yang merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran informasi keuangan yang disajikan. Kriteria untuk pemberian opini adalah sebagai berikut:

  1. Kesesuaian dengan Standar Akuntansi Pemerintahan;
  2. Kecukupan pengungkapan;
  3. Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan; dan
  4. Efektivitas sistem pengendalian intern.

Penilaian atas empat hal di atas akan menentukan suatu opini. Ada empat macam opini yang diberikan pemeriksa, yaitu:

  1. Wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion);
  2. Wajar dengan pengecualian (qualified opinion);
  3. Tidak wajar (adversed opinion);
  4. Pernyataan menolak memberikan opini (disclaimer of opinion).

 

Opini wajar tanpa pengecualian diberikan jika pos-pos laporan keuangan tidak mengandung salah saji material dan laporan keuangan secara keseluruhan disajikan secara wajar. Opini wajar dengan pengecualian jika terdapat pos-pos tertentu dalam laporan keuangan mengandung salah saji secara material namun secara keseluruhan tidak mengganggu kewajaran laporan keuangan. Opini tidak wajar diberikan jika pos-pos laporan keuangan mengandung salah saji material sehingga laporan keuangan secara keseluruhan tidak wajar. Opini disclaimer diberikan jika pemeriksa tidak dapat memperoleh keyakinan atas kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan.

 

  1. PEMERIKSAAN KINERJA

Pemeriksaan kinerja sering juga disebut value for money audit. Pemeriksaan kinerja adalah pemeriksaan atas aspek ekonomi dan efisiensi, serta pemeriksaan atas efektivitas. Pemeriksaan ini lazim dilakukan oleh aparat pengawasan intern untuk kepentingan jajaran manajemen. Namun demikian UUD RI tahun 1945 juga mengamanatkan kepada BPK untuk melakukan pemeriksaan kinerja, terutama untuk mengidentifikasi area-area yang potensial untuk peningkatan kinerja yang menjadi perhatian lembaga perwakilan.

Hasil pemeriksaan kinerja adalah temuan, kesimpulan, dan rekomendasi. Pemeriksaan kinerja antara lain dilakukan dengan melakukan evaluasi atas efisiensi pelaksanaan kegiatan serta efektivitas suatu program, pemeriksaan kinerja tidak dapat dilepaskan dari hierarki kriteria dan indikator kinerja. Adapun bagi pemerintah, pemeriksaan kinerja ini dimaksudkan untuk mengarahkan agar sumber daya yang tersedia dimanfaatkan secara efisien dan efektif untuk pelayanan kepada masyarakat.

  1. PEMERIKSAAN DENGAN TUJUAN TERTENTU

Pemeriksaan dengan tujuan tertentu adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan khusus, di luar pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja. Termasuk dalam pemeriksaan ini adalah pemeriksaan pemeriksaan atas hal-hal lain yang bersifat keuangan, pemeriksaan atas sistem pengendalian intern,  dan pemeriksaan investigatif.

Hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu adalah kesimpulan. Dalam hal pemeriksaan investigatif, apabila diketemukan adanya indikasi tindak pidana atau tindakan yang membawa dampak pada kerugian negara, BPK segera melaporkannya kepada instansi yang

ETIKA, PENIPUAN DAN PENGENDALIAN INTERNAL

ETIKA

Kasus-kasus tentang korupsi, perbuatan yang melanggar hukum yang mengakibatkan terjadinya tuntukan hukum dimuka pengadilan hampir kita dengar tiap hari baik yang terjadi dikalangan pemerintahan maupun kalangan dunia bisnis. Kegiatan di pemerintahan maupun diseputar lingkungan bisnis seperti suap,  fraud (kecurangan), penipuan, konflik kepentingan sudah menjadi hal biasa. Untuk mengurangi hal tersebut diperlukan suatu standar etika. Etika  berkaitan dengan prinsip-prinsip tingkah laku yang digunakan individu dalam menetapkan pilihan dan mengarahkan perilaku mereka dalam situasi yang melibatkan konsep benar dan salah.

Upaya penegakkan hukum terhadap tindak fraud selama ini kurang membawa hasil. Tindakan yang dilakukan pemerintah untuk memperbaiki keadaan secara keseluruhan belum menunjukkan tanda-tanda keberhasilan yang signifikan. Efektivitas ketentuan hukum tidak dapat dicapai apabila tidak didukung norma dan nilai etika dari pihak terkait. Dalam konteks suatu Organisasi, nilai etika dan moral perorangan harus muncul sebagai aturan etika organisasi yang telah terkodifikasi sebagai kode etik dan kelengkapannya.

Beberapa perusahaan yang sangat berhasil memliki pelatihan kesadaran akan etika sejak lama. Berbagai pendekatannya termasuk komitmen yang besar dari pihak manajemen puncak untuk memperbaiki standar etika, berbagai kode etik tertulis dengan jelas menyampaikan harapan pihak manajemen, program untuk mengimplementasikan petunjuk etika, serta berbagai teknik untuk memonitor ketaatan.

–          Peran Pihak Manajemen Dalam Mempertahankan Iklim Beretika

Para manajer perusahaan harus menciptakan dan mempertahankan atmosfer beretika yang sesuai, meraka harus membatasi peluang dan godaan untuk melakukan perilaku tidak beretika dalam perusahaan.

–          Perkembangan Etika

Kebanyak individu mengembangkan kode etik berdasarkan lingkungan keluarganya, pendidikan formalnya, dan pengalaman pribadinya. Teori tahapan perilaku menyatan bahwa kita semua melalui beberapa tahap evolusi moral sebelum sampai pada tingkat berpikir secara beretika.

–          Membuat Keputusan yang Beretika

  • Setiap keputusan yang beretika memiliki risiko dan manfaat. Contohnya mengimplementasikan sistem informasi berbasis komputer baru dalam sebuah perusahaan dapat meyebabkan beberapa karyawan kehilangan pekerjaannya, sementara yang lainnya menikmati manfaat dari perbaikan kondisi kerjanya.

PENIPUAN

Penipuan merujuk pada penyajian yang salah atas suatu fakta yang dilakukan oleh suatu pihak ke pihak lain dengan tujuan membohongi dan membuat pihak lain tersebut meyakini fakta tersebut walaupun merugikannya. Berdasarkan hukum perdata, tindakan penipuan harus memenuhi lima kondisi, antara lain :

–          Penyajian yang salah

–          Fakta yang material

–          Niat

–          Keyakinan yang dapat dijustifikasi

–          Kerusakan atau kerugian

Auditor biasanya berhadapan dengan dua tingkat penipuan, yaitu

–          Penipuan oleh pegawai/karyawan

–          Penipuan oleh pihak manajemen

  • Faktor yang Membentuk Penipuan

Faktor umum yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan penipuan yaitu :

–          Tekanan keadaan

–          Peluang

–          Karakteristik pribadi

Walaupun berbagai faktor ini sebagian besar berada di luar lingkungan yang dapat dipengaruhi auditor, auditor dapat mengembangkan daftar periksa peringatan untuk mendeteksi kemungkinan aktivitas penipuan.

  • Kerugian Keuangan Akibat Penipuan

Biaya sesungguhnya akibat penipuan sulit diukur karena beberapa alasan :

–     Tidak semua penipuan terdeteksi

–     Dari semua penipuan yang terdeteksi, tidak semua dilaporkan

–     Dalam banyak kasua penipuan, hanya dapat dikumpulkan informasi yang tidak lengkap

–     Informasi tidak disebarkan dengan benar ke pihak manajemen atau ke badan penegak hukum

–      Sering kali, perusahaan memutuskan untuk tidak melakukan tuntutan hukum atau pengadilan terhadap pelaku penipuan.

  • Pelaku Penipuan

Kerugian akibat penipuan berdasarkan posisi dalam perusahaan. Kolusi antar karyawan dalam melakukan penipuan sulit untuk dicegah dan dideteksi. Hal ini tampak nyata ketika kolusi dilakukan antara manajer dengan karyawan bawahannya. Pihak manajemen melakukan peran penting dalam struktur pengendalian internal perusahaan. Peluang adalah faktor yang mendorong penipuan. Peluang dapat diidentifikasikan sebagai pengendalian atas aktiva atau akses ke aktiva. Perbedaan kerugian keuangan yang berhubungan dengan berbagai klasifikasi, dijelaskan melalui faktor peluang :

–          Gender

–          Posisi

–          Umur

–          Pendidikan

–          Kolusi

  1. Skema Penipuan

Skema penipuan dapat diklasifikasikan dalam beberapa cara. Tiga kategori umum skema penipuan adalah :

  1. Laporan Tipuan

Laporan tipuan dihubungkan dengan penipuan oleh pihak manejemen. Jika semua pihak melibatkan beberapa bentuk kesalahan laporan keuangan, untuk memenuhi definisi di bawah kelas skema penipuan ini, laporan tersebut harus memberikan manfaat keuangan lagsung serta tidak langsung bagi pelakunya.

2  Korupsi

Korupsi melibatkan eksekutif, manajer, atau karyawan perusahaan dalam bentuk kolusi dengan pihak luar. Korupsi bertanggung jawab untuk 10 persen dari berbagai kasus penipuan di tempat kerja.

  1. Penyalahgunaan Aktiva

Contoh beberapa skema penipuan yang melibatkan penyalahgunaan aktiva , antara lain :

  1. Pembebanan ke akun beban
  2. Gali lubang tutup lubang
  3. Penipuan transaksi
  4. Skema penipuan komputer

Pengendalian internal adalah rencana organisasi dan metode bisnis yang dipergunakan untuk menjaga aset, memberikan informasi yang akurat dan andal, mendorong dan memperbaiki efisiensi jalannya organisasi, serta mendorong kesesuaian dengan kebijakan yang telah ditetapkan. Prosedur-prosedur pengendalian khusus yang digunakan dalam sistem pengendalian internal dan pengendalian manajemen mungkin dikelompokkan menggunakan empat kelompok pengendalian internal berikut ini:

  1. Pengendalian untuk Pencegahan, Pengendalian untuk Pemeriksaan, dan Pengendalian Korektif .
  2. Pengendalian umum dan Pengendalian aplikasi.
  3. Pengendalian Administrasi dan Pengendalian Akuntansi.
  4. Pengendalian Input, proses, dan output .
  5. Konsep Pengendalian Internal

Sistem pengendalian internal terdiri atas berbagai kebijakan, praktik, dan produser yang diterapkan oleh perusahaan untuk mencapai empat tujuan umumnya :

  • Menjaga aktiva perusahaan
  • Memastika akurasi dan keandalan catatan serta informasi akuntansi
  • Mendorong efisiensi dalam operasional perusahaan
  • Mengukur kesesuaian dengan kebijakan serta prosedur yang ditetepkan oleh pihak manajemen.

Tiga konsep utama yang mendasari studi pengendalian internal dan penilaian resiko kendali :

–     Tanggung Jawab Manajemen

Manajemen bertanggungjawab atas persiapan dari laporan keuangan yang sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.

–     Jaminan yang Wajar

Perusahaan perlu mengembangkan pengendalian internal yang memberikan jaminan wajar tetapi tidak absolut bahwa laporan keuangan telah dinyatakan secara wajar .

–     Metode pemrosesan data

Setiap pengendalian internal memiliki keterbatasan dalam efektivitasnya. Hal ini meliputi :

  1. kemungkinan kesalahan
  2. pelanggaran
  3. pelanggaran manajemen
  4. berubahnya kondisi

 

  1. Komponen Pengendalian Internal

Pengendalian internal terdiri atas lima komponen :

–   Lingkungan pengendalian

Lingkungan pengendalian adalah dasar dari empat komponen pengendalian lainnya. Pengendalian terdiri dari faktor-faktor berikut ini :

  • Integritas dan nilai etika manajemen
  • Struktur organisasi
  • keterlibatan dewan komisaris dan komite audit, jika ada
  • Filosofi manajemen dan siklus operasionalnya
  • Prosedur untuk mendelegasikan tanggung jawab dan otoritas
  • Metode manajeen untuk menilai kinerja
  • Pengaruh-pengaruh eksternal, seperti pemeriksaan oleh badan pemerintah
  • Kebijakan dan praktik perusahaan dalam mengelola sumber daya manusianya
  • Penilaian risiko

Penilaian risiko dilakukan utnuk mengidentifikasi, menganalisis, dan mengelola berbagai risiko yang berkaitan dengan laporan keuangan.

–    Informasi dan komunikasi

SIA terdiri atas berbagai record dan metode yang digunakan untuk melakukan, mengidentifikasi, menganalisis, mengklasifikasi, dan mencatat berbagai transaksi perusahaan serta untuk menghitung berbagai aktiva dab kewajiban yang terkait didalamnya.

–    Pengawasan

Pengawasan adalah proses yang memungkinkan kualitas desain pengendalian internal serta operasinya berjalan.

–   Aktivitas pengendalian

Aktivitas pengendalian adalah berbagai kebijakan dan prosedur yang digunakan untuk memastikan bahwa tindakan yang tepat telah diambil untuk mengatasi risiko perusahaan yang telah diidentifikasikan. Aktifitas pengendalian dikelompokkan menjadi dua kategori yang berbeda : pengendalian komputer dan pengendalian fisik.

  1. Peran Penting Pengendalian Internal

Pengendalian internal memiliki lima komponen yang menyediakan informasi penting untuk auditor mengenai risiko penyalahsajian yang penting dalam laporan keuangan dan penipuan. Oleh karena itu, para auditor wajib untuk mendapat pengetahuan yang memadai atas pengendalian internal untuk merencanakan audit mereka. Contohnya, pengendalian internal di perusahaan memengaruhi cara auditor akan menilai apakah perusahaan telah melaporkan semua kewajibannya.

Etika yang baik adalah kondisi yang harus ada untuk menjaga profitabilitas perusahaan dalam jangka panjang.  Terdapat beberapa isu etika dalam bisnis, antara lain kesetaraan, hak, kejujuran penggunaan kekuasaan perusahaan. Penipuan dibagi dalam dua kategori umum : penipuan oleh karyawan dan penipuan oleh pihak manajemen. Penipuan oleh karyawan umumnya didesain untuk mengonversi yang tunai atau aktiva lainnya secara langsung demi keuntungan karyawan tersebut.

Penipuan oleh pihak manajemen biasanya melibatkan kesalahan penyajian data laporan dan berbagai laporan dalam jumlah besar, untuk mendapat kompensasi tambahan atau promosi, atau untuk menghindari penalti akibat kinerja yang buruk. Pengendalian internal dibagi menjadi : lingkungan pengendalian, penilaian risiko, informasi dan komunikasi, pengawasan, dan aktivitas pengendalian. Aktivitas pengendalian meliputi otorisasi transaksi, pemisahan fungsi, supervisi, catatan akuntansi yang memadai, pegendalian akses, dan verifikasi independen.

#Admin(Muh Amrih)

Referensi:

Anonim. 2013. https://simaalways.wordpress.com/2013/10/23/sistem-informasi-akutansi-sistem-informasi-akutansi-etika-penipuan-dan-pengendalian-internal/

Harahap, Sofyan Safri, 2011, “Teori Akuntansi”, Edisi Revisi, Rajawali Press. Jakarta.

Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). 2009, “Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan” Jakarta

Suwardjono. 2013. “Teori Akuntansi: Perekayasaan Pelaporan Keuangan”. Cetakan Ketiga BPFE: Yogyakarta.

Wahyuni, Ekrsa Tri dan eg eng juan. 2012, “Panduan Praktis Standar Akuntansi Keuangan, Berbasis IFRS, Edisi Kedua. Salemba Empat

 

Auditor dan Pelanggaran Hukum (Kecurangan)

Kecurangan merupakan konsep hukum yang luas, kepentingan auditor berkaitan secara khusus atas tindakan kecurangan yang berakibat terhadap salah saji material dalam laporan keuangan. Faktor yang membedakan antara kecurangan dan kekeliruan adalah apakah tindakan yang mendasarinya, yang berakibat terjadinya salah saji dalam laporan keuangan, berupa tindakan yang disengaja atau tidak disengaja.  Ada dua tipe salah saji yang relevan dengan pertimbangan auditor tentang kecurangan dalam audit atas laporan keuangan:

  1. Salah saji yang timbul sebagai akibat dari kecurangan dalam pelaporan keungan

Salah saji yang timbul dari kecurangan dalam pelaporan keuangan adalah salah saji atau penghilangan secara sengaja jumlah atau pengungkapan dalam laporan keuangan untuk mengelabuhi pemakai laporan keuangan. Kecurangan dalam laporan keuangan dapat menyangkut tindakan seperti yang disajikan berikut ini:

  • Manipulasi, pemalsuan, atau perubahan catatan akuntansi atau dokumen pendukungnya yang menjadi sumber data bagi penyajian laporan keuangan
  • Representasi yang salah dalam atau penghilangan dari laporan keuangan peristiwa, transaksi, atau informasi signifikan
  • Salah penerapan secara sengaja prinsip akuntansi yang berkaitan dengan jumlah, klasifikasi, cara penyajian, atau pengungkapan.
  • Salah saji yang timbul dari perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva.

2.  Salah saji yang timbul dari perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva (seringkali disebut dengan penyalahgunaan atau penggelapan) berkaitan dengan pencurian aktiva entitas yang berakibat laporan keuangan tidak disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva entitas dapat dilakukan dengan berbagai cara, termasuk penggelapan tanda terima barang/uang, pencurian aktiva, atau tindakan yang menyebabkan entitas membayar harga barang atau jasa yang tidak diterima oleh entitas. Perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva dapat disertai dengan catatan atau dokumen palsu atau yang menyesatkan dan dapat menyangkut satu atau lebih individu di antara manajemen, karyawan, atau pihak ketiga.

Kecurangan seringkali menyangkut hal berikut ini: (a) suatu tekanan atau suatu dorongan untuk melakukan kecurangan, (b) suatu peluang yang dirasakan ada untuk melaksanakan kecurangan. Meskipun tekanan dan peluang khusus untuk terjadinya kecurangan dalam laporan keuangan dapat berbeda dari kecurangan melalui perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva, dua kondisi tersebut biasanya terjadi di kedua tipe kecurangan tersebut. Sebagai contoh, kecurangan dalam pelaporan keuangan dapat dilakukan karena manajemen berada di bawah tekanan untuk mencapai target laba yang tidak realistik. Perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva dapat dilakukan karena individu yang terlibat hidup di luar batas kemampuannya. Peluang dirasakan ada jika seorang individu yakin bahwa ia dapat menghindari pengendalian intern.

Kecurangan dapat disembunyikan dengan memalsukan dokumentasi, termasuk pemalsuan tanda tangan. Sebagai contoh, manajemen yang melakukan kecurangan dalam pelaporan keuangan dapat mencoba menyembunyikan salah saji dengan menciptakan faktur fiktif; karyawan atau manajemen yang memperlakukan kas secara tidak semestinya dapat mencoba menyembunyikan tindakan pencurian mereka dengan memalsu tanda tangan atau menciptakan pengesahan elektronik yang tidak sah di atas dokumen otorisasi pengeluaran kas. Audit yang dilaksanakan berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia jarang berkaitan dengan keaslian dokumentasi, atau auditor tidak terlatih sebagai atau diharapkan sebagai seorang yang ahli dalam menguji keaslian seperti itu.

Kecurangan juga disembunyikan melalui kolusi di antara manajemen, karyawan, atau pihak ketiga. Sebagai contoh, melalui kolusi, bukti palsu bahwa pengendalian aktivitas telah dilaksanakan secara efektif dapat disajikan kepada auditor. Contoh lain, auditor dapat menerima konfirmasi palsu dari pihak ketiga yang melakukan kolusi dengan manajemen. Kolusi dapat menyebabkan auditor percaya bahwa suatu bukti dapat meyakinkan, meskipun kenyataannya palsu.

Meskipun kecurangan biasanya disembunyikan, adanya faktor risiko atau kondisi lain dapat memperingatkan auditor tentang kemungkinan adanya kecurangan. Sebagai contoh, suatu dokumen yang hilang, buku besar yang tidak seimbang, atau hubungan analitik yang tidak masuk akal. Namun, kondisi tersebut mungkin juga sebagai akibat dari keadaan selain kecurangan. Dokumen mungkin hilang secara sah; buku besar mungkin tidak seimbang karena kekeliruan akuntansi yang tidak disengaja; dan hubungan analitik mungkin sebagai akibat dari perubahan faktor-faktor ekonomi yang tidak diketahui. Bahkan laporan tentang kecurangan yang diduga keras terjadi belum tentu selalu dapat dipercaya, karena karyawan atau pihak luar mungkin salah atau mungkin didorong untuk melakukan tuduhan palsu.

Auditor tidak dapat memperoleh keyakinan absolut bahwa salah saji material dalam laporan keuangan akan terdeteksi. Karena (a) aspek penyembunyian kegiatan kecurangan, termasuk fakta bahwa kecurangan seringkali mencakup kolusi atau pemalsuan dokumentasi, dan (b) kebutuhan untuk menerapkan pertimbangan profesional dalam mengidentifikasi dan mengevaluasi faktor risiko kecurangan dan kondisi lain, walaupun audit yang direncanakan dan dilaksanakan dengan baik mungkin tidak dapat mendeteksi salah saji material yang diakibatkan oleh kecurangan. Oleh karena itu, karena karakteristik kecurangan tersebut di atas dan sifat bukti audit sebagaimana yang dibahas dalam SA Seksi 230 (PSA No. 04) Keseksamaan dalam Pelaksanaan Pekerjaan, auditor harus dapat memperoleh keyakinan memadai bahwa salah saji material dalam laporan keuangan dapat terdeteksi, termasuk salah saji material sebagai akibat dari kecurangan.

Unsur tindakan pelanggaran hukum tertentu memiliki dampak material dan langsung terhadap penentuan jumlah-jumlah yang disajikan dalam laporan keuangan. Unsur tindakan pelanggaran hukum lain, seperti dijelaskan pada paragraf 6, memiliki dampak material tetapi tidak langsung terhadap laporan keuangan. Tanggung jawab auditor dalam pendeteksian, pertimbangan dampaknya terhadap laporan keuangan, dan pelaporan unsur tindakan pelanggaran hukum lain diuraikan dalam Seksi ini. Selajutnya istilah unsur pelanggaran hukum lain itu akan disebut dengan unsur pelanggaran hukum saja. Auditor harus waspada terhadap adanya kemungkinan bahwa unsur pelanggaran hukum telah terjadi. Jika ada informasi spesifik yang menarik perhatian auditor yang memberikan indikasi tentang adanya kemungkinan unsur tindakan pelanggran hukum yang mungkin menimbulkan dampak material tidak langsung terhadap laporan keuangan, maka auditor berkewajiban melaksanakan prosedur audit yang dirancang secara khusus untuk meyakinkan apakah unsur tindakan pelanggaran hukum telah dilakukan atau tidak. Namun, mengingat karakteristik unsur tindakan pelanggaran hukum sebagaimana telah dijelaskan di atas, perlu didasari bahwa suatu audit yang dilakukan berdasarkan standar auditing tidak menjamin bahwa unsur tindakan pelanggaran hukum akan terdeteksi atau berbagai kewajiban bersyarat akan berhasil diungkapkan.

Prosedur Audit dalam Kondisi Tanpa Adanya Indikasi Unsur Tindakan Pelanggaran Hukum

Pada umumnya, suatu audit yang dilaksanakan berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia tidak meliputi audit yang dirancang secara khusus untuk mendeteksi unsur tindakan pelanggaran hukum. Namun, prosedur audit yang ditujukan untuk memberikan pendapat atas laporan keuangan memungkinan pengarahan perhatian auditor tentang kemungkinan adanya unsur tindakan pelanggaran hukum. Sebagai contoh, prosedur audit termasuk, namun tidak terbatas pada: membaca notulen rapat, membaca buku daftar saham, meminta keterangan manajemen dan penasihat hukum klien tentang ada atau tidaknya perkara pengadilan, klaim dan keputusan pengadilan; melakukan pengujian substantif atas rincian transaksi atau saldo. Auditor harus meminta keterangan manajemen tentang kepatuhan klien terhadap hukum dan peraturan. Jika dimungkinkan, auditor berkewajiban juga memperoleh keterangan dari manajemen tentang:

  • Kebijakan klien dalam upaya pencegahan unsur tindakan pelanggaran hukum
  • Penggunaan petunjuk yang dikeluarkan oleh klien dan representasi periodik yang diperoleh klien dari manajemen berbagai jenjang yang memiliki otoritas untuk menilai kepatuhan terhadap hukum dan peraturan.

Auditor biasanya juga memperoleh pernyataan tertulis dari manajemen bahwa tidak ada unsur pelanggaran atau kemungkinan unsur tindakan pelanggaran hukum yang dampaknya harus dipertimbangkan dalam pengungkapan laporan keuangan atau sebagai dasar pencatatan kerugian bersyarat. Lihat SA (PSA No. 17) Representasi Manajemen. Auditor tidak perlu melakukan prosedur audit lebih lanjut jika tidak terdapat informasi spesifik tentang adanya kemungkinan unsur tindakan pelanggaran hukum.

Informasi Spesifik Tentang Adanya Kemungkinan Unsur Tindakan Pelanggaran Hukum

Dalam penerapan prosedur audit dan evaluasi hasil pelaksanaan prosedur tersebut, auditor mungkin akan memperoleh informasi spesifik berikut ini, yang menimbulkan tanda tanya ada atau tidaknya kemungkinan unsur pelanggaran hukum:

  • Transaksi tanpa otorisasi, transaksi dicatat secara salah, atau transaksi dicatat tidak lengkap atau tidak tepat waktu sehingga tidak mencerminkan pertanggungjawaban aktiva secara memadai.
  • Penyelidikan oleh instansi pemerintah, peringatan tertulis, atau pembayaran denda dalam jumlah besar.
  • Pembayaran dalam jumlah besar untuk jasa yang tidak jelas tujuannya kepada konsultan, pihak afiliasi, karyawan, atau pihak lain.
  • Komisi penjualan atau komisi agen yang dipandang berlebihan jika dibandingkan dengan yang biasanya dibayarkan oleh klien atau dengan jasa yang benar-benar diterima oleh klien.
  • Pembayaran tunai sangat besar, cek tunai dalam jumlah besar, transfer besar ke nomor rekening bank tertentu, atau transaksi lain serupa, yang tidak biasa.
  • Pembayaran untuk pejabat atau karyawan pemerintah yang berhubungan dengan pekerjaan mereka, yang tidak dijelaskan.
  • Keterlambatan pengisian dan pengembalian surat pemberitahuan pajak, atau ketidakmampuan membayar kewajiban kepada pemerintah yang lazim bagi industri entitas atau karena sifat bisnis entitas tersebut.

Prosedur Audit dalam Menanggapi Kemungkinan Adanya Unsur Tindakan Pelanggaran Hukum

Jika auditor mengetahui akan adanya kemungkinan unsur tindakan pelanggaran hukum, maka ia harus berusaha memperoleh informasi tentang sifat pelanggaran, kondisi terjadinya pelanggaran, dan informasi lain yang cukup mengevaluasi dampak unsur pelanggaran terhadap laporan keuangan. Jika dimungkinkan, auditor harus memperoleh keterangan dari tingkat manajemen yang lebih tinggi daripada tingkat manajemen pelaku unsur tindakan pelanggaran hukum. Jika manajemen tidak berhasil memberikan informasi dan keterangan yang memuaskan tentang terjadi atau tidaknya unsur tindakan pelanggaran hukum, maka auditor harus:

  1. Melakukan konsultasi dengan penasihat hukum klien atau ahli lain tentang penerapan hukum dan peraturan relevan dengan kondisi yang dihadapi sekaligus mengantisipasi dampaknya terhadap laporan keuangan. Pertemuan konsultasi dengan penasihat hukum klien harus dengan sepengetahuan dan persetujuan klien.
  2. Menerapkan prosedur tambahan, jika diperlakukan, untuk memperoleh pemahaman lebih baik tentang sifat pelanggaran.

Prosedur audit tambahan yang dipandang perlu antara lain:

  1. Memeriksa dokumen-dokumen pendukung, seperti faktur, cek/giro dan surat perjanjian yang dibatalkan, dan membandingkannya dengan catatan akuntansi.
  2. Mengkonfirmasi informasi signifikan yang berkaitan dengan unsur pelanggaran kepada pihak luar atau pihak perantara seperti bank dan penasihat hukum.
  3. Menentukan apakah otorisasi semestinya telah diperoleh atas transaksi yang berkaitan dengan unsur tindakan pelanggaran hukum.
  4. Mempertimbangkan apakah transaksi atau kejadian lain serupa mungkin juga telah terjadi, dan menerapkan prosedur untuk mengidentifikasinya.

Respon Auditor Terhadap Unsur Tindakan Pelanggaran Hukum Yang Berhasil Dideteksi

Jika auditor berhasil menyimpulkan, yang didasarkan atas informasi yang diperolehnya dan dari konsultasi dengan penasihat hukum, bahwa unsur tindakan pelanggaran hukum mungkin telah terjadi, maka auditor harus mempertimbangkan dampak pelanggaran tersebut terhadap laporan keuangan demikian juga implikasinya terhadap aspek-aspek audit yang lain.

Pertimbangan Auditor Atas Dampak Unsur Tindakan Pelanggaran Hukum Terhadap Laporan Keuangan

Dalam mengevaluasi materialitas suatu unsur tindakan pelanggaran hukum, auditor harus mempertimbangkan aspek kuantitatif dan kualitatif. Sebagai contoh, dalam SA Seksi 312 (PSA No. 25) Risiko Audit dan Materialitas dalam Pelaksanaan Audit paragraf 7 dinyatakan bahwa “pembayaran yang mengandung unsur melanggar hukum, meskipun jumlahnya tidak material, akan menjadi material jika ternyata terdapat kemungkinan bahwa pembayaran tersebut dapat menimbulkan indikasi adanya kewajiban bersyarat atau kehilangan pendapat material.”

Auditor harus memperkirakan dampak unsur tindakan pelanggaran hukum terhadap jumlah-jumlah yang dicantumkan dalam laporan keuangan, termasuk dampak potensial yang bersifat moneter, seperti denda dan kerugian. Kerugian bersyarat yang ditimbulkan oleh unsur tindakan pelanggaran hukum harus diungkapkan dan dievaluasi dengan cara sama dengan yang diterapkan terhadap kerugian bersyarat lain. Contoh kerugian bersyarat yang mungkin timbul dari unsur pelanggaran hukum antara lain ancaman pengambilalihan aktiva, desakan untuk menghentikan operasi, dan tuntutan hukum.

Auditor harus mengevaluasi cukup atau tidaknya penungkapan dalam laporan keuangan mengenai dampak potensial unsur tindakan pelanggaran hukum terhadap operasi entitas. Jika pendapatan atau laba material merupakan hasil transaksi yang melibatkan unsur tindakan pelanggaran hukum, atau dengan kata lain unsur tindakan pelanggaran hukum telah menimbulkan risiko luar biasa yang signifikan terhdap pendapatan dan laba, seperti misalnya hilangnya hubungan bisnis yang signifikan, maka informasi semacam ini harus dipertimbangkan untuk diungkapkan.

Implikasi Unsur Tindakan Pelanggaran Hukum terhadap Audit

Auditor harus mempertimbangkan implikasi unsur pelanggaran hukum terhadap aspek audit lain, terutama terhadap keandalan laporan keuangan sebagai representasi manajemen. Implikasi unsur pelanggaran hukum tertentu tergantung atas hubungan antara pelaksana pelanggaran dan upaya menyembunyikan pelanggaran, jika ada, dan tergantung atas hubungan antara prosedur pengendalian khusus dan tingkat manjemen atau karyawan yang terlibat.

Dampak Unsur Tindakan Pelanggaran Hukum Terhadap Laporan Auditor

Jika auditor menyimpulkan bahwa unsur tindakan pelanggaaran hukum yang telah dilakukan memiliki dampak material terhadap laporan keuangan, dan pelanggaran tersebut belum dipertanggungjawabkan atau diungkapkan secara memadai, maka auditor harus menyatakan pendapat wajar dengan pengecualian atau pendapat tidak wajar atas laporan keuangan secara keseluruhan, tergantung pada tingkat materialitas dampak pelanggaran terhadap laporan keuangan.

Jika auditor dihalangi oleh klien dalam memperoleh bukti cukup dan kompeten guna mengevaluasi apakah unsur tindakan pelanggaran hukum oleh klien telah atau akan memiliki dampak material terhadap laporan keuangan, maka auditor biasanya harus menyatakan tidak memberikan pendapat atas laporan keuangan.

Jika klien menolak menerima laporan auditor yang telah dimodifikasi guna memuat kondisi-kondisi sebagaiamana dijelaskan dalam paragraf 18 dan 19, maka auditor harus menarik diri dari perikatan dan menjelaskan alasan-alasan penarikan dirinya secara tertulis kepada komite audit atau dewan komisaris.

Auditor mungkin tidak dapat menentukan apakah sesuatu tindakan merupakan unsur tindakan pelanggaran hukum atau tidak yang disebabkan oleh klien keterbatasan yang muncul terutama dari kondisi lingkungan dan bukannya disebabkan oleh klien, atau disebabkan oleh ketidakpastian yang muncul dari interprestasi atas hukum atau peraturan yang berlaku atau pun fakta-fakta yang ada di sekitar kejadian. Dalam kondisi demikian, auditor harus mempertimbangkan pengaruh keterbatasan tersebut terhadap laporannya.

#Admin(Muh Amrih)

Referensi:

Harahap, Sofyan Safri, 2011, “Teori Akuntansi”, Edisi Revisi, Rajawali Press. Jakarta.

Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). 2009, “Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan” Jakarta

Ikatan Akuntan Indonesia. 2001. Standar Profesional Akuntan Publik (SA 316 – SA 317)

Kieso, Donald., dan Weygandt, Jerry J., 1998, “Intermediate Accounting”, 9th ed., John Wiley and Sons, 1998

Narsa, I Made. 2007, “Struktur Meta Teori Akuntansi Keuangan (Sebuah Telaah dan Perbandingan antara FASB dan IASC)”, Universitas Airlangga. Surabaya.

Suwardjono. 2013. “Teori Akuntansi: Perekayasaan Pelaporan Keuangan”. Cetakan Ketiga BPFE: Yogyakarta.

Wahyuni, Ekrsa Tri dan eg eng juan. 2012, “Panduan Praktis Standar Akuntansi Keuangan, Berbasis IFRS, Edisi Kedua. Salemba Empat