*Suhartono
Dalam teori Dramaturgi (Goffman) manusia adalah aktor ya ng berusaha menggabungkan karakteristik personal dan tujuan kepada orang lain. Teori melihat manusia sebagai individu dan masyarakat. Dalam teori ini manusia berbeda dengan binatang karena mempunyai kemampuan berpikir, bisa mempelajari dan mengubah makna dan symbol, melakukan tindakan dan berinteraksi.
Teori ini muncul dari ketegangan yang terjadi antara “I dan Me” (gagasan Mead). Ada kesenjangan antara diri kita dan diri kita yang tersosioalisasi. Konsep “I” merujuk pada apa adanya dan konsep “me” merujuk pada diri orang lain. Ketegangan berasal dari perbedaan antara harapan orang terhadap apa yang mesti kita harapkan. Pendekatan dramaturgi adalah bukan apa yang orang lakukan, atau mereka melakukan tetapi bagaimana mereka melakukannya.
Teori Dramaturgi adalah “teori yang menjelaskan bahwa interaksi social dimaknai sama dengan pertunjukan teater atau drama di atas panggung. Manusia adalah actor yang berusaha untuk menggabungkan kartakteristik personal dan tujuan kepada orang lain, melalui pertunjukan dramanya sendiri (Widodo, 2010:167). Untuk mencapai tujuan manusia akan mengembangkan perilaku-perilaku yang mendukung perannya. Identitas manusia tidak stabil dan indentitas merupakan bagian dari kejiwaan psikhologi mandiri. Identitas dapat berubah tergantung interaksi dengan orang lain. Menurut Ritzer pertunjukan darama seorang aktor drama kehidupannya juga harus mempersiapkan kelengkapan pertunjukan, antara lain setting, kostum, penggunaan kata (dialog) tindakan non verbal lain. Tujuannya untuk meningkatkan kesan yang baik pada lawan interaksi dan meluluskan jalan mencapai tujuan.
Dramaturgi yang dicetuskan Goffman merupakan pendalaman konsep interaksi sosial, yang lahir sebagai aplikasi atas ide-ide individual yang baru dari peristiwa evaluasi sosial ke dalam masyarakat kontemporer. Berikut beberpa pendapat kalangan interaksi simbolik yang dapat menjadi pedoman pemahaman ( Widodo, 2010:168):
- Manusia berbeda dari binatang, manusia ditopang oleh kemampuan berpikir.
- Kemampuan berpikir dibentuk melalui interaksi sosial
- Dalam interaksi social orang mempelajari makna dan symbol
- Makna dan symbol memungkinkan orang melakukan tindakan dan interaksi khas manusia
- Orang mampu mengubah makna dan symbol yang mereka gunakan dalam tindakan dan interaksi berdasarkan tafsir mereka terhadap situasi
Teori Dramaturgi merupakan dampak atas fenomena, atau sebuah reaksi terhadap meningkatnya konflik social dan konflik rasial, dampak represif birokrasi dan industrialisasi. Teori sebelumnya menekankan pada kelompok atau struktur social, sedang teori Goffman menekankan sosiologi pada individu sebagai analisis, khusunya pada aspek interaski tatap muka. Sehingga fenomena melahirkan dramaturgi.
Eugenio Barba mendefinisikan dramaturgi sebagai akumulasi aksi yang tidak terbatas pada gerakan-gerakan actor tetapi juga meliputi aksi-aksi yang terkait dengan adegan-adegan, musik, cahaya, vokal aktor, efek suara, dan objek-objek yang dipergunakan dalam pertunjukan. Lebih jauh dikatakan oleh Barba bahwa dramaturgi hanya bisa diidentifikasi dari suatu teks tertulis otonom (teks drama) dan proses pertunjukan teater yang melibatkan para karakter.
Istilah Dramaturgi kental dengan pengaruh drama atau teater atau pertunjukan fiksi diatas panggung dimana seorang aktor memainkan karakter manusia-manusia yang lain sehingga penonton dapat memperoleh gambaran kehidupan dari tokoh tersebut dan mampu mengikuti alur cerita dari drama yang disajikan.
Goffman memperkenalkan dramaturgi pertama kali dalam kajian sosial psikologis dan sosiologi melalui bukunya, The Presentation of Self In Everyday Life. Digali segala macam perilaku interaksi yang kita lakukan dalam pertunjukan kehidupan kita sehari-hari yang menampilkan diri kita sendiri dalam cara yang sama dengan cara seorang aktor menampilkan karakter orang lain dalam sebuah pertunjukan drama. Cara yang sama ini berarti mengacu kepada kesamaan yang berarti ada pertunjukan yang ditampilkan. Pertunjukan yang terjadi di masyarakat untuk memberi kesan yang baik untuk mencapai tujuan. Tujuan dari presentasi dari Diri – Goffman ini adalah penerimaan penonton akan manipulasi. dramatugis mempelajari konteks dari perilaku manusia dalam mencapai tujuannya dan bukan untuk mempelajari hasil dari perilakunya tersebut.
Dramaturgi memahami bahwa dalam interaksi antar manusia ada “kesepakatan” perilaku yang disetujui yang dapat mengantarkan kepada tujuan akhir dari maksud interaksi sosial tersebut. Bukti nyata bahwa terjadi permainan peran dalam kehidupan manusia dapat dilihat pada masyarakat kita sendiri. Manusia menciptakan sebuah mekanisme tersendiri, dimana dengan permainan peran tersebut ia bisa tampil sebagai sosok-sosok tertentu.
Teori dramaturgi menjelaskan bahwa identitas manusia adalah tidak stabil dan merupakan setiap identitas tersebut merupakan bagian kejiwaan psikologi yang mandiri. Identitas manusia bisa saja berubah-ubah tergantung dari interaksi dengan orang lain. Disinilah dramaturgis masuk, bagaimana kita menguasai interaksi tersebut. Dalam dramaturgis, interaksi sosial dimaknai sama dengan pertunjukan teater. Manusia adalah aktor yang berusaha untuk menggabungkan karakteristik personal dan tujuan kepada orang lain melalui “pertunjukan dramanya sendiri”.
Dengan konsep dramaturgis dan permainan peran yang dilakukan oleh manusia, terciptalah suasana-suasana dan kondisi interaksi yang kemudian memberikan makna tersendiri. Munculnya pemaknaan ini sangat tergantung pada latar belakang sosial masyarakat itu sendiri. Dramaturgis dianggap masuk ke dalam perspektif obyektif karena teori ini cenderung melihat manusia sebagai makhluk pasif (berserah). Meskipun, pada awal ingin memasuki peran tertentu manusia memiliki kemampuan untuk menjadi subyektif (kemampuan untuk memilih) namun pada saat menjalankan peran tersebut manusia berlaku objektif, berlaku natural, mengikuti alur.
Dramaturgis merupakan teori yang mempelajari proses dari perilaku dan bukan hasil dari perilaku. Obyektifitas yang digunakan disini adalah karena institusi tempat dramaturgi berperan adalah memang institusi yang terukur dan membutuhkan peran- peran yang sesuai dengan semangat institusi tersebut.
Fokus pendekatan dramaturgis adalah bukan apa yang orang lakukan, bukan apa yang ingin mereka lakukan, atau mengapa mereka melakukan, melainkan bagaimana mereka melakukannya . Goffman mengasumsikan bahwa ketika orang- orang berinteraksi, mereka ingin menyajikan suatu gambaran diri yang akan diterima orang lain. Ia menyebut upaya itu sebagai “pengelolaan pesan” (impression management), yaitu teknik-teknik yang digunakan aktor untuk memupuk kesan-kesan tertentu dalam situasi tertentu untuk mencapai tujuan tertentu (Ritzer, 1996:215).
Menurut Goffman kehidupan sosial itu dapat dibagi menjadi “wilayah depan” (front region) dan “wilayah belakang” (back region). Wilayah depan merujuk kepada peristiwa sosial yang menunjukkan bahwa individu bergaya atau menampilkan peran formalnya. Mereka sedang memainkan perannya di atas panggung sandiwara di hadapan khalayak penonton. Sebaliknya wilayah belakang merujuk kepada tempat dan peristiwa yang memungkinkannya mempersiapkan perannya di wilayah depan. Wilayah depan ibarat panggung sandiwara bagian depan (front stage) yang ditonton khalayak penonton, sedang wilayah belakang ibarat panggung sandiwara bagian belakang (back stage) atau kamar rias tempat pemain sandiwara bersantai, mempersiapkan diri, atau berlatih untuk memainkan perannya di panggung depan.
Goffman membagi panggung depan ini menjadi dua bagian: front pribadi (personal front) dan setting. Front pribadi terdiri dari alat-alat yang dianggap khalayak sebagai perlengkapan yang dibawa aktor ke dalam setting. Pemimpin perempuan menggunakan setelan pakaian formal serta notebook atau ipad di genggamannya. Personal front mencakup bahasa verbal dan bahasa tubuh sang aktor. Sebagai seorang pemimpin, perempuan dapat menggunakan kalimat dengan pilihan kata yang sopan, halus, penggunaan istilah-istilan asing dalam melakukan presentasi, memperhatikan intonasi, postur tubuh, dan ekspresi wajah. pakaian yang digunakan, penampakan usia dan sebagainya. Hingga derajat tertentu semua aspek itu dapat dikendalikan actor.
Sementara itu, setting merupakan situasi fisik yang harus ada ketika aktor melakukan pertunjukan. Dimana seorang pemimpin memerlukan ruang kerja yang nyaman dan bersih untuk melakukan tugasnya..
Goffman mengakui bahwa panggung depan mengandung anasir struktural dalam arti bahwa panggung depan cenderung terlembagakan alias mewakili kepentingan kelompok atau organisasi. Sering ketika aktor melaksanakan perannya, peran tersebut telah ditetapkan lembaga tempat dia bernaung. Meskipun berbau struktural, daya tarik pendekatan Goffman terletak pada interaksi. Ia berpendapat bahwa umumnya orang-orang berusaha menyajikan diri mereka yang diidealisasikan dalam pertunjukan mereka di pangung depan, mereka merasa bahwa mereka harus menyembunyikan hal-hal tertentu dalam pertunjukannya. Wilayah ini memperlihatkan sikap superior sang pemimpin perempuan yang tergambar oleh karyawannya.
Berbeda dengan panggung belakang (back stage), disini memungkinkan seorang pemimpin perempuan menggunakan kata-kata kasar ketika berkomentar, marah, mengumpat, bertindak agresif, memperolok, atau melakukan kegiatan yang tak pantas dilakukan ketika berhadapan dengan karyawannya. Adanya belakang panggung dimaksudkan untuk melindungi rahasia pertunjukan sang pemimpin perempuan, stakeholder tidak diizinkan masuk ke wilayah ini. Pertunjukan yang dilakukan akan sulit apabila stakeholder masuk ke dalam panggung.
Teori dramaturgi Goffman ini disempurnakan dengan hasil penelitian di dunia sosial penghuni rumah sakit jiwa, dalam bentuk buku yang beijudul “Asylums“. Buku ini menjelaskan area tempat tinggal dan kerja sejumlah individu untuk waktu yang cukup lama yang disebut “Institusi Total” dengan identifikasi 5 kategori, yakni institusi untuk merawat dan menampung: (1) orang tidak mampu dan dianggap berbahaya (rumah sakit jiwa), (2) orang yang mungkin membahayakan masyarakat (lawanan perang, bukan penjara), (3) orang yang dianggap tidak mampu dan tidak berbahaya (wisma tuna netra), (4) orang yang melaksanakan tugas khusus (barak tentara), dan (5) orang yang mengasingkan diri sebagai latihan keagamaan, dan sebagainya.
Goffman menambahkan ungkapan kosa kata dengan ungkapan games kosa kata. Di sini terdapat suatu: (1) gerak sepontan, yakni suatu tindakan yang tidak ditujukan untuk penilaian pengamat, (2) gerak naïve (naïve move), yaitu tindakan subyek yang teramati pada saat ia muncul, (3) gerak control atau tertutupi (control and covering move), yaitu suatu tindakan subjektif yang bebas dari tindakan untuk melahirkan ungkapan-ungkapan yang ia pikir akan mengembangkan situasi jika gerak tersebut lepas dari pengamatan.
Referensi
Anonym. Jurnal tidak terpublikasi Universitas Sumatera Utara.
Negari, Leidena Sekar. 2013. Dramaturgi Kepemimpinan Perempuan dalam Organisasi Profit. Skripsi. Universitas Diponegoro Semarang.
Poloma, Margaret M. 2013. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: Rajawali Pers.
Sahid, Nur. 2012. Dramaturgi Teater Gandrik Yogyakarta dalam Lakon “Orde Tabung” dan “Departemen Borok”. Proposal. PPs Universitas Gajah Mada Yogyakarta.
Sukidin, Basrowi. 2002. Metode Penelitian Kualitatif Perspektif Mikro. Surabaya: Insan Cendekia.
Suneki, Sri dan Haryono. 2012. Paradigma Teori Dramaturgi terhadap Kehidupan Sosia. Jurnal Ilmiah CIVIS, No.2.
0 Comments