Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting)

*Ahmad

 Sebagai sebuah sistem, perencanaan anggaran negara telah mengalami banyak perkembangan. Sistem perencanaan anggaran negara pada saat ini telah mengalami perkembangan dan perubahan sesuai dengan dinamika manajemen sektor publik dan tuntutan yang muncul di masyarakat, yaitu sistem penganggaran dengan pendekatan New Public Management (NPM).

Munculnya konsep New Public Management (NPM) berpengaruh langsung terhadap konsep anggaran negara pada umumnya. Salah satu pengaruh itu adalah terjadinya perubahan sistem anggaran dari model anggaran tradisional menjadi anggaran yang lebih berorientasi pada kinerja. Kinerja adalah gambaran pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi (Bastian, 2006:274). Setiap kegiatan organisasi harus diukur dan dinyatakan keterkaitannya dengan visi dan misi organisasi. Produk dan jasa akan kehilangan nilai apabila kontribusi produk dan jasa tersebut tidak dikaitkan dengan pencapaian visi dan misi organisasi.

Anggaran dapat diinterpretasikan sebagai paket pernyataan perkiraan penerimaan dan pengeluaran yang diharapkan akan terjadi dalam satu atau beberapa periode mendatang. Anggaran sektor publik adalah rencana kegiatan dan keuangan periodik (biasanya dalam periode tahunan) yang berisi program dan kegiatan dan jumlah dana yang diperoleh (penerimaan/pendapatan) dan dibutuhkan (pengeluaran/belanja) dalam rangka mencapai tujuan organisasi publik.

Sedangkan Penganggaran (budgeting) merupakan aktifitas mengalokasikan sumberdaya keuangan yang terbatas untuk pembiayaan belanja organisasi yang cenderung tidak terbatas (Haryanto, Sahmuddin, Arifuddin: 2007). Dengan demikian, Performance Based Budgeting (Penganggaran Berbasis Kinerja) adalah sistem penganggaran yang berorientasi pada ‘output’ organisasi dan berkaitan sangat erat dengan visi, misi dan rencana strategis organisasi. Ciri utama Performance Based Budgeting adalah anggaran yang disusun dengan memperhatikan keterkaitan antara pendanaan (input) dan hasil yang diharapkan (outcomes), sehingga dapat memberikan informasi tentang efektivitas dan efisiensi kegiatan. (Haryanto, Sahmuddin, Arifuddin: 2007).

Karateristik Anggaran Berbasis Kinerja dalam rangka penerapan Anggaran Berbasis Kinerja menurut Hindri Asmoko (2006) antara lain:

  1. Pengeluaran anggaran didasarkan pada outcome yang ingin dicapai;
  2. Adanya hubungan antara masukan dengan keluaran yang ingin dicapai;
  3. Adanya peranan indikator efisiensi dalam proses penyusunan anggaran berbasis kinerja;
  4. Adanya penyusunan target kinerja dalam anggaran berbasis kinerja.

Dalam rangka penerapan Anggaran Berbasis Kinerja, berdasarkan Pedoman Reformasi Perencanaan dan Penganggaran (2009), terdapat elemen-elemen utama yang harus harus ditetapkan terlebih dahulu yaitu:

 

  1. Visi dan Misi yang hendak dicapai.

Visi mengacu kepada hal yang ingin dicapai dalam jangka panjang sedangkan misi adalah kerangka yang menggambarkan bagaimana visi akan dicapai.

Tujuan merupakan penjabaran lebih lanjut dari visi dan misi. Tujuan harus menggambarkan arah yang jelas serta tantangan yang realisitis. Tujuan yang baik bercirikan, antara lain memberikan gambaran pelayanan utama yang akan disediakan, secara jelas menggambarkan arah organisasi dan program-programnya, menantang namun realistis, mengidentifikasikan obyek yang akan dilayani serta apa yang hendak dicapai.

Sasaran menggambarkan langkah-langkah yang spesifik dan terukur untuk mencapai tujuan. Sasaran akan membantu penyusun anggaran untuk mencapai tujuan dengan menetapkan target tertentu dan terukur. Kriteria sasaran yang baik adalah dilakukan dengan menggunakan kriteria spesifik, terukur, dapat dicapai, relevan, dan ada batasan waktu (specific, measurable, achievable, relevant, timely/SMART) dan yang tidak kalah penting bahwa sasaran tersebut harus mendukung tujuan (support goal). 

Program adalah sekumpulan kegiatan yang akan dilaksanakan sebagai bagian dari usaha untuk mencapai serangkaian tujuan dan sasaran. Program dibagi menjadi kegiatan dan harus disertai dengan target sasaran output dan outcome. Program yang baik harus mempunyai keterkaitan dengan tujuan dan sasaran serta masuk akal dan dapat dicapai.

Kegiatan adalah serangkaian pelayanan yang mempunyai maksud menghasilkan output dan hasil yang penting untuk pencapaian program. Dalam menyusun anggaran berdasarkan kinerja, organisasi ataupun unit organisasi tidak hanya diwajibkan menyusun anggaran atas dasar fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja tetapi juga menetapkan kinerja yang ingin dicapai. Kinerja tersebut antara lain dalam bentuk keluaran (output) dari kegiatan yang akan dilaksanakan dan hasil (outcome) dari program yang telah ditetapkan. Apabila telah ditetapkan prestasi (kinerja) yang hendak dicapai, baru kemudian dihitung pendanaan yang dibutuhkan untuk menghasilkan keluaran atau hasil yang ditargetkan sesuai rencana kinerja.

Dalam Lampiran Peraturan Menteri Keuangan RI No. 102/2008 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan RKA-KL Tahun 2009, penerapan penganggaran berbasis kinerja yang efektif membutuhkan pra-kondisi sebagai berikut:

  • Telah tercipta sebuah lingkungan atau kondisi yang mendukung dan berorientasi pada pencapaian kinerja.
  • Sistem kontrol yang efektif, memerlukan mekanisme akuntabilitas masing-masing pimpinan kementrian/lembaga (managerial accountability).
  • Telah tersedia sistem dan metode akuntansi yang handal sebelum diterapkannya sistem keuangan yang terintegrasi (integrated financial management system).
  • Telah terbentuk sebuah mekanisme pengalokasian sumber daya yang berorientasi pada output.
  • Telah berjalannya sistem audit keuangan yang efektif sebelum audit kinerja (performance audit) dilakukan.

 

http://cybon.blogspot.co.id/2013/02/penganggaran-berbasis-kinerja.html

http://theorykeuangandaerah.blogspot.co.id/2015/12/anggaran-berbasis-kinerja.html

 

 

KONSEP DASAR AUDIT KINERJA

*Syamsuddin

Kinerja suatu organisasi dinilai baik jika organisasi yang bersangkutan mampu melaksanakan tugas-tugas dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan pada standar yang tinggi dengan biaya yang rendah. Kinerja yang baik bagi suatu organisasi dicapai ketika administrasi dan penyediaan jasa oleh organisasi yang bersangkutan dilakukan pada tingkat yang ekonomis, efisien dan efektif. Konsep ekonomi, efisiensi dan efektivitas saling berhubungan satu sama lain dan tidak dapat diartikan secara terpisah. Konsep ekonomi memastikan bahwa biaya input yang digunakan dalam operasional organisasi dapat diminimalkan. Konsep efisien memastikan bahwa output yang maksimal dapat dicapai dengan sumber daya yang tersedia. Sedangkan konsep efektif berarti bahwa jasa yang disediakan/dihasilkan oleh organisasi dapat melayani kebutuhan pengguna jasa dnegan tepat.

Dalam Undang-undangan Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negera, Pasal 4 ayat (3) mendefinisikan pemeriksaan kinerja sebagai pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara yang terdiri atas pemeriksaan asek ekonomi dan efisiensi serta pemeriksaan aspek efektivitas. Selanjutnya dalam penjelasan UU tersebut dinyatakan bahwa pemeriksaan kinerja lazim dilakukan bagi kepentingan manajemen oleh aparat pengawasan intern pemerintah. Jadi, audit yang dilakukan dalam audit kinerja meliputi audit ekonomi, efisiensi dan efektivitas. Audit ekonomi dan efisiensi disebut management audit atau operational audit, sedangkan audit efektivitas disebut program audit.  Penekanan kegiatan audit pada ekonomi, efisiensi dan efektivitas suatu organisasi memberikan ciri khusus yang membedakan audit kinerja dengan audit jenis lainnya.

Umumnya audit kinerja dapat dilihat dari 2 perspektif, yaitu perspektif internal dan eksternal. Dalam perspektif internal, audit kinerja merupakan perkembangan lebih lanjut dari audit intern (internal audit)lalau berubah/berkembang lagi menjadi audit operasional (operational audit) dan selanjutnya menjadi audit manajemen (management audit). Audit manajemen ini berfokus pada penilaian aspek ekonomi dan efisiensi. Audit manajemen kemudian dilengkapi dengan audit program (program audit) yang bertujuan untuk menilai efektivitas. Kombinasi antara audit manajemen dan audit program inilah yang disebut sebagai audit kinerja (performance audit).

Dari perspektif eksternal, audit kinerja merupakan manifestasi dari principal-agent thoery. Masyarakat sebagai principal memercayakan dananya untuk dikelola oleh pemerintah sebagai agent, dengan sebaik-baiknya. Untuk itu, pemerintah harus menunjukkan akuntabilitasnya kepada masyarakat. Akuntablitas kinerja pemerintah ini harus dinilai oleh pihak yang independen, yaitu auditor eksternal. Di sisi lain, audit kinerja juga didaulat sebagai pengganti mekanisme pasar.

Dari kedua perspektif diatas lah disadari bahwa audit kinerja dapat mendukung tata kelola yang demokratis yaitu dengan:

  • Memperkuat kemampuan warganegara untuk mengatur dirinya sendiri;
  • Meningkatkan kepercayaan masyarakat pada pemerintah; dan
  • Mendorong kejujuran dalam pemerintahan

 

SUMBER:

  1. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara
  2. https://dwiermayanti.wordpress.com/2010/03/04/audit-kinerja/
  3. http://ekonomister.blogspot.co.id/2010/10/proses-audit-kinerja-pada-sektor-publik.html
  4. http://aparatpengawasinternpemerintah.blogspot.co.id/2014/04/audit-kinerja-pemerintah.html

 

 

PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA

*Ahmad Zainuddin

Barang milik negara mencakup semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. Perolehan ini antara lain dapat dilakukan melalui pembelian, pembangunan, pertukaran, kerja sama, hibah/donasi, dan rampasan.

Dalam rangka menertibkan pengelolaan barang milik negara, maka dilakukan pembagian kewenangan yang jelas atas barang milik negara. Menteri Keuangan adalah sebagai pengelola barang berwenang mengatur pengelolaan barang milik negara berdasarkan peraturan perundang-undangan. Menteri/pimpinan lembaga berkedudukan sebagai pengguna barang pada instansi yang dipimpinnya. Para pengguna barang wajib mengelola dan menatausahakan barang milik negara yang berada dalam penguasaannya dengan sebaik-baiknya.

Pengelolaan barang milik negara dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pada suatu negara yang masih menganut line item budgeting, pada umumnya belum memperhatikan kebutuhan barang untuk melaksanakan fungsinya secara efisien. Hal ini dikarenakan belum dilakukan perhitungan biaya layanan secara benar dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat dan pengukuran kinerjanya belum dilakukan secara utuh dengan menerapkan full costing. Di negara yang telah  menerapkan anggaran berbasis kinerja, pengelolaan barang pada umumnya dilakukan dengan cara lebih efisien karena seluruh komponen biaya dimasukkan sebagai unsur biaya layanan. Dengan demikian maka barang yang diminta dan digunakan benar-benar sesuai dengan kebutuhan.

Dalam rangka menjaga kesinambungan pelayanan kepada masyarakat, dilakukan pengaturan atas penghapusan serta pemindahtanganan barang milik negara. Barang milik negara yang diperlukan dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan tidak dapat dipindahtangankan. Pengahapusan barang milik negara pada prinsipnya harus mendapat persetujuan DPR. Pemindahtanganan dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan DPR.

Dengan memperhatikan bahwa tanah dan bangunan merupakan kekayaan negara yang sangat penting artinya serta nilainya signifikan maka pemindahtanganan tanah dan bangunan harus mendapat persetujuan DPR kecuali untuk tanah dan bangunan yang tidak sesuai lagi dengan tata ruang wilayah atau penataan kota. Demikian pula untuk bangunan yang sudah memperoleh alokasi anggaran untuk menggantinya, diperuntukkan bagi pegawai negeri, untuk kepentingan umum, ataupun yang jika status kepemilikannya dipertahankan tidak layak secara ekonomis. Hal ini terjadi karena pada dasarnya DPR telah menyetujuinya pada saat pembahasan tata ruang ataupun pembahasan APBN.

Dalam rangka efisiensi pengelolaan barang selain tanah dan bangunan, proses penghapusan dan pemindahtanganannya dapat dilakukan dengan cara yang lebih sederhana. Pemindahtanganan barang milik negara selain tanah dan bangunan dengan nilai sampai dengan Rp 10 milyar dilakukan oleh Menteri Keuangan, di atas Rp 10 milyar sampai dengan Rp 100 milyar oleh Presiden, sedangkan di atas Rp 100 milyar oleh Presiden dengan persetujuan DPR. Apabila pemindahtanganan ini dilakukan dengan penjualan maka harus dilakukan dengan lelang. Dengan pengaturan demikian diharapkan pengelolaan barang dapat dilakukan dengan lebih efisien.

Pengamanan barang milik negara merupakan salah satu sasaran pengendalian intern, baik dari aspek fisik, administrasi, maupun hukum. Oleh karena tanah dan bangunan harus dilengkapi dengan bukti kepemilikan dan ditatausahakan dengan tertib. Tanah harus disertifikatkan atas nama Pemerintah RI. Tanah dan bangunan yang tidak lagi digunakan untuk menjalankan tugas dan fungsi pemerintahan wajib dikembalikan kepada Menteri Keuangan. Barang milik negara tidak diperkenankan untuk digadaikan atau digunakan sebagai jaminan dan tidak boleh diserahkan kepada pihak lain sebagai pembayaran utang. Disamping itu barang milik negara atau barang pihak lain yang dikuasai negara yang diperlukan untuk penyelenggaraan tugas pemerintahan tidak dapat disita.