ETIKA, PENIPUAN DAN PENGENDALIAN INTERNAL

ETIKA

Kasus-kasus tentang korupsi, perbuatan yang melanggar hukum yang mengakibatkan terjadinya tuntukan hukum dimuka pengadilan hampir kita dengar tiap hari baik yang terjadi dikalangan pemerintahan maupun kalangan dunia bisnis. Kegiatan di pemerintahan maupun diseputar lingkungan bisnis seperti suap,  fraud (kecurangan), penipuan, konflik kepentingan sudah menjadi hal biasa. Untuk mengurangi hal tersebut diperlukan suatu standar etika. Etika  berkaitan dengan prinsip-prinsip tingkah laku yang digunakan individu dalam menetapkan pilihan dan mengarahkan perilaku mereka dalam situasi yang melibatkan konsep benar dan salah.

Upaya penegakkan hukum terhadap tindak fraud selama ini kurang membawa hasil. Tindakan yang dilakukan pemerintah untuk memperbaiki keadaan secara keseluruhan belum menunjukkan tanda-tanda keberhasilan yang signifikan. Efektivitas ketentuan hukum tidak dapat dicapai apabila tidak didukung norma dan nilai etika dari pihak terkait. Dalam konteks suatu Organisasi, nilai etika dan moral perorangan harus muncul sebagai aturan etika organisasi yang telah terkodifikasi sebagai kode etik dan kelengkapannya.

Beberapa perusahaan yang sangat berhasil memliki pelatihan kesadaran akan etika sejak lama. Berbagai pendekatannya termasuk komitmen yang besar dari pihak manajemen puncak untuk memperbaiki standar etika, berbagai kode etik tertulis dengan jelas menyampaikan harapan pihak manajemen, program untuk mengimplementasikan petunjuk etika, serta berbagai teknik untuk memonitor ketaatan.

–          Peran Pihak Manajemen Dalam Mempertahankan Iklim Beretika

Para manajer perusahaan harus menciptakan dan mempertahankan atmosfer beretika yang sesuai, meraka harus membatasi peluang dan godaan untuk melakukan perilaku tidak beretika dalam perusahaan.

–          Perkembangan Etika

Kebanyak individu mengembangkan kode etik berdasarkan lingkungan keluarganya, pendidikan formalnya, dan pengalaman pribadinya. Teori tahapan perilaku menyatan bahwa kita semua melalui beberapa tahap evolusi moral sebelum sampai pada tingkat berpikir secara beretika.

–          Membuat Keputusan yang Beretika

  • Setiap keputusan yang beretika memiliki risiko dan manfaat. Contohnya mengimplementasikan sistem informasi berbasis komputer baru dalam sebuah perusahaan dapat meyebabkan beberapa karyawan kehilangan pekerjaannya, sementara yang lainnya menikmati manfaat dari perbaikan kondisi kerjanya.

PENIPUAN

Penipuan merujuk pada penyajian yang salah atas suatu fakta yang dilakukan oleh suatu pihak ke pihak lain dengan tujuan membohongi dan membuat pihak lain tersebut meyakini fakta tersebut walaupun merugikannya. Berdasarkan hukum perdata, tindakan penipuan harus memenuhi lima kondisi, antara lain :

–          Penyajian yang salah

–          Fakta yang material

–          Niat

–          Keyakinan yang dapat dijustifikasi

–          Kerusakan atau kerugian

Auditor biasanya berhadapan dengan dua tingkat penipuan, yaitu

–          Penipuan oleh pegawai/karyawan

–          Penipuan oleh pihak manajemen

  • Faktor yang Membentuk Penipuan

Faktor umum yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan penipuan yaitu :

–          Tekanan keadaan

–          Peluang

–          Karakteristik pribadi

Walaupun berbagai faktor ini sebagian besar berada di luar lingkungan yang dapat dipengaruhi auditor, auditor dapat mengembangkan daftar periksa peringatan untuk mendeteksi kemungkinan aktivitas penipuan.

  • Kerugian Keuangan Akibat Penipuan

Biaya sesungguhnya akibat penipuan sulit diukur karena beberapa alasan :

–     Tidak semua penipuan terdeteksi

–     Dari semua penipuan yang terdeteksi, tidak semua dilaporkan

–     Dalam banyak kasua penipuan, hanya dapat dikumpulkan informasi yang tidak lengkap

–     Informasi tidak disebarkan dengan benar ke pihak manajemen atau ke badan penegak hukum

–      Sering kali, perusahaan memutuskan untuk tidak melakukan tuntutan hukum atau pengadilan terhadap pelaku penipuan.

  • Pelaku Penipuan

Kerugian akibat penipuan berdasarkan posisi dalam perusahaan. Kolusi antar karyawan dalam melakukan penipuan sulit untuk dicegah dan dideteksi. Hal ini tampak nyata ketika kolusi dilakukan antara manajer dengan karyawan bawahannya. Pihak manajemen melakukan peran penting dalam struktur pengendalian internal perusahaan. Peluang adalah faktor yang mendorong penipuan. Peluang dapat diidentifikasikan sebagai pengendalian atas aktiva atau akses ke aktiva. Perbedaan kerugian keuangan yang berhubungan dengan berbagai klasifikasi, dijelaskan melalui faktor peluang :

–          Gender

–          Posisi

–          Umur

–          Pendidikan

–          Kolusi

  1. Skema Penipuan

Skema penipuan dapat diklasifikasikan dalam beberapa cara. Tiga kategori umum skema penipuan adalah :

  1. Laporan Tipuan

Laporan tipuan dihubungkan dengan penipuan oleh pihak manejemen. Jika semua pihak melibatkan beberapa bentuk kesalahan laporan keuangan, untuk memenuhi definisi di bawah kelas skema penipuan ini, laporan tersebut harus memberikan manfaat keuangan lagsung serta tidak langsung bagi pelakunya.

2  Korupsi

Korupsi melibatkan eksekutif, manajer, atau karyawan perusahaan dalam bentuk kolusi dengan pihak luar. Korupsi bertanggung jawab untuk 10 persen dari berbagai kasus penipuan di tempat kerja.

  1. Penyalahgunaan Aktiva

Contoh beberapa skema penipuan yang melibatkan penyalahgunaan aktiva , antara lain :

  1. Pembebanan ke akun beban
  2. Gali lubang tutup lubang
  3. Penipuan transaksi
  4. Skema penipuan komputer

Pengendalian internal adalah rencana organisasi dan metode bisnis yang dipergunakan untuk menjaga aset, memberikan informasi yang akurat dan andal, mendorong dan memperbaiki efisiensi jalannya organisasi, serta mendorong kesesuaian dengan kebijakan yang telah ditetapkan. Prosedur-prosedur pengendalian khusus yang digunakan dalam sistem pengendalian internal dan pengendalian manajemen mungkin dikelompokkan menggunakan empat kelompok pengendalian internal berikut ini:

  1. Pengendalian untuk Pencegahan, Pengendalian untuk Pemeriksaan, dan Pengendalian Korektif .
  2. Pengendalian umum dan Pengendalian aplikasi.
  3. Pengendalian Administrasi dan Pengendalian Akuntansi.
  4. Pengendalian Input, proses, dan output .
  5. Konsep Pengendalian Internal

Sistem pengendalian internal terdiri atas berbagai kebijakan, praktik, dan produser yang diterapkan oleh perusahaan untuk mencapai empat tujuan umumnya :

  • Menjaga aktiva perusahaan
  • Memastika akurasi dan keandalan catatan serta informasi akuntansi
  • Mendorong efisiensi dalam operasional perusahaan
  • Mengukur kesesuaian dengan kebijakan serta prosedur yang ditetepkan oleh pihak manajemen.

Tiga konsep utama yang mendasari studi pengendalian internal dan penilaian resiko kendali :

–     Tanggung Jawab Manajemen

Manajemen bertanggungjawab atas persiapan dari laporan keuangan yang sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.

–     Jaminan yang Wajar

Perusahaan perlu mengembangkan pengendalian internal yang memberikan jaminan wajar tetapi tidak absolut bahwa laporan keuangan telah dinyatakan secara wajar .

–     Metode pemrosesan data

Setiap pengendalian internal memiliki keterbatasan dalam efektivitasnya. Hal ini meliputi :

  1. kemungkinan kesalahan
  2. pelanggaran
  3. pelanggaran manajemen
  4. berubahnya kondisi

 

  1. Komponen Pengendalian Internal

Pengendalian internal terdiri atas lima komponen :

–   Lingkungan pengendalian

Lingkungan pengendalian adalah dasar dari empat komponen pengendalian lainnya. Pengendalian terdiri dari faktor-faktor berikut ini :

  • Integritas dan nilai etika manajemen
  • Struktur organisasi
  • keterlibatan dewan komisaris dan komite audit, jika ada
  • Filosofi manajemen dan siklus operasionalnya
  • Prosedur untuk mendelegasikan tanggung jawab dan otoritas
  • Metode manajeen untuk menilai kinerja
  • Pengaruh-pengaruh eksternal, seperti pemeriksaan oleh badan pemerintah
  • Kebijakan dan praktik perusahaan dalam mengelola sumber daya manusianya
  • Penilaian risiko

Penilaian risiko dilakukan utnuk mengidentifikasi, menganalisis, dan mengelola berbagai risiko yang berkaitan dengan laporan keuangan.

–    Informasi dan komunikasi

SIA terdiri atas berbagai record dan metode yang digunakan untuk melakukan, mengidentifikasi, menganalisis, mengklasifikasi, dan mencatat berbagai transaksi perusahaan serta untuk menghitung berbagai aktiva dab kewajiban yang terkait didalamnya.

–    Pengawasan

Pengawasan adalah proses yang memungkinkan kualitas desain pengendalian internal serta operasinya berjalan.

–   Aktivitas pengendalian

Aktivitas pengendalian adalah berbagai kebijakan dan prosedur yang digunakan untuk memastikan bahwa tindakan yang tepat telah diambil untuk mengatasi risiko perusahaan yang telah diidentifikasikan. Aktifitas pengendalian dikelompokkan menjadi dua kategori yang berbeda : pengendalian komputer dan pengendalian fisik.

  1. Peran Penting Pengendalian Internal

Pengendalian internal memiliki lima komponen yang menyediakan informasi penting untuk auditor mengenai risiko penyalahsajian yang penting dalam laporan keuangan dan penipuan. Oleh karena itu, para auditor wajib untuk mendapat pengetahuan yang memadai atas pengendalian internal untuk merencanakan audit mereka. Contohnya, pengendalian internal di perusahaan memengaruhi cara auditor akan menilai apakah perusahaan telah melaporkan semua kewajibannya.

Etika yang baik adalah kondisi yang harus ada untuk menjaga profitabilitas perusahaan dalam jangka panjang.  Terdapat beberapa isu etika dalam bisnis, antara lain kesetaraan, hak, kejujuran penggunaan kekuasaan perusahaan. Penipuan dibagi dalam dua kategori umum : penipuan oleh karyawan dan penipuan oleh pihak manajemen. Penipuan oleh karyawan umumnya didesain untuk mengonversi yang tunai atau aktiva lainnya secara langsung demi keuntungan karyawan tersebut.

Penipuan oleh pihak manajemen biasanya melibatkan kesalahan penyajian data laporan dan berbagai laporan dalam jumlah besar, untuk mendapat kompensasi tambahan atau promosi, atau untuk menghindari penalti akibat kinerja yang buruk. Pengendalian internal dibagi menjadi : lingkungan pengendalian, penilaian risiko, informasi dan komunikasi, pengawasan, dan aktivitas pengendalian. Aktivitas pengendalian meliputi otorisasi transaksi, pemisahan fungsi, supervisi, catatan akuntansi yang memadai, pegendalian akses, dan verifikasi independen.

#Admin(Muh Amrih)

Referensi:

Anonim. 2013. https://simaalways.wordpress.com/2013/10/23/sistem-informasi-akutansi-sistem-informasi-akutansi-etika-penipuan-dan-pengendalian-internal/

Harahap, Sofyan Safri, 2011, “Teori Akuntansi”, Edisi Revisi, Rajawali Press. Jakarta.

Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). 2009, “Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan” Jakarta

Suwardjono. 2013. “Teori Akuntansi: Perekayasaan Pelaporan Keuangan”. Cetakan Ketiga BPFE: Yogyakarta.

Wahyuni, Ekrsa Tri dan eg eng juan. 2012, “Panduan Praktis Standar Akuntansi Keuangan, Berbasis IFRS, Edisi Kedua. Salemba Empat

 

Auditor dan Pelanggaran Hukum (Kecurangan)

Kecurangan merupakan konsep hukum yang luas, kepentingan auditor berkaitan secara khusus atas tindakan kecurangan yang berakibat terhadap salah saji material dalam laporan keuangan. Faktor yang membedakan antara kecurangan dan kekeliruan adalah apakah tindakan yang mendasarinya, yang berakibat terjadinya salah saji dalam laporan keuangan, berupa tindakan yang disengaja atau tidak disengaja.  Ada dua tipe salah saji yang relevan dengan pertimbangan auditor tentang kecurangan dalam audit atas laporan keuangan:

  1. Salah saji yang timbul sebagai akibat dari kecurangan dalam pelaporan keungan

Salah saji yang timbul dari kecurangan dalam pelaporan keuangan adalah salah saji atau penghilangan secara sengaja jumlah atau pengungkapan dalam laporan keuangan untuk mengelabuhi pemakai laporan keuangan. Kecurangan dalam laporan keuangan dapat menyangkut tindakan seperti yang disajikan berikut ini:

  • Manipulasi, pemalsuan, atau perubahan catatan akuntansi atau dokumen pendukungnya yang menjadi sumber data bagi penyajian laporan keuangan
  • Representasi yang salah dalam atau penghilangan dari laporan keuangan peristiwa, transaksi, atau informasi signifikan
  • Salah penerapan secara sengaja prinsip akuntansi yang berkaitan dengan jumlah, klasifikasi, cara penyajian, atau pengungkapan.
  • Salah saji yang timbul dari perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva.

2.  Salah saji yang timbul dari perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva (seringkali disebut dengan penyalahgunaan atau penggelapan) berkaitan dengan pencurian aktiva entitas yang berakibat laporan keuangan tidak disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva entitas dapat dilakukan dengan berbagai cara, termasuk penggelapan tanda terima barang/uang, pencurian aktiva, atau tindakan yang menyebabkan entitas membayar harga barang atau jasa yang tidak diterima oleh entitas. Perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva dapat disertai dengan catatan atau dokumen palsu atau yang menyesatkan dan dapat menyangkut satu atau lebih individu di antara manajemen, karyawan, atau pihak ketiga.

Kecurangan seringkali menyangkut hal berikut ini: (a) suatu tekanan atau suatu dorongan untuk melakukan kecurangan, (b) suatu peluang yang dirasakan ada untuk melaksanakan kecurangan. Meskipun tekanan dan peluang khusus untuk terjadinya kecurangan dalam laporan keuangan dapat berbeda dari kecurangan melalui perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva, dua kondisi tersebut biasanya terjadi di kedua tipe kecurangan tersebut. Sebagai contoh, kecurangan dalam pelaporan keuangan dapat dilakukan karena manajemen berada di bawah tekanan untuk mencapai target laba yang tidak realistik. Perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva dapat dilakukan karena individu yang terlibat hidup di luar batas kemampuannya. Peluang dirasakan ada jika seorang individu yakin bahwa ia dapat menghindari pengendalian intern.

Kecurangan dapat disembunyikan dengan memalsukan dokumentasi, termasuk pemalsuan tanda tangan. Sebagai contoh, manajemen yang melakukan kecurangan dalam pelaporan keuangan dapat mencoba menyembunyikan salah saji dengan menciptakan faktur fiktif; karyawan atau manajemen yang memperlakukan kas secara tidak semestinya dapat mencoba menyembunyikan tindakan pencurian mereka dengan memalsu tanda tangan atau menciptakan pengesahan elektronik yang tidak sah di atas dokumen otorisasi pengeluaran kas. Audit yang dilaksanakan berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia jarang berkaitan dengan keaslian dokumentasi, atau auditor tidak terlatih sebagai atau diharapkan sebagai seorang yang ahli dalam menguji keaslian seperti itu.

Kecurangan juga disembunyikan melalui kolusi di antara manajemen, karyawan, atau pihak ketiga. Sebagai contoh, melalui kolusi, bukti palsu bahwa pengendalian aktivitas telah dilaksanakan secara efektif dapat disajikan kepada auditor. Contoh lain, auditor dapat menerima konfirmasi palsu dari pihak ketiga yang melakukan kolusi dengan manajemen. Kolusi dapat menyebabkan auditor percaya bahwa suatu bukti dapat meyakinkan, meskipun kenyataannya palsu.

Meskipun kecurangan biasanya disembunyikan, adanya faktor risiko atau kondisi lain dapat memperingatkan auditor tentang kemungkinan adanya kecurangan. Sebagai contoh, suatu dokumen yang hilang, buku besar yang tidak seimbang, atau hubungan analitik yang tidak masuk akal. Namun, kondisi tersebut mungkin juga sebagai akibat dari keadaan selain kecurangan. Dokumen mungkin hilang secara sah; buku besar mungkin tidak seimbang karena kekeliruan akuntansi yang tidak disengaja; dan hubungan analitik mungkin sebagai akibat dari perubahan faktor-faktor ekonomi yang tidak diketahui. Bahkan laporan tentang kecurangan yang diduga keras terjadi belum tentu selalu dapat dipercaya, karena karyawan atau pihak luar mungkin salah atau mungkin didorong untuk melakukan tuduhan palsu.

Auditor tidak dapat memperoleh keyakinan absolut bahwa salah saji material dalam laporan keuangan akan terdeteksi. Karena (a) aspek penyembunyian kegiatan kecurangan, termasuk fakta bahwa kecurangan seringkali mencakup kolusi atau pemalsuan dokumentasi, dan (b) kebutuhan untuk menerapkan pertimbangan profesional dalam mengidentifikasi dan mengevaluasi faktor risiko kecurangan dan kondisi lain, walaupun audit yang direncanakan dan dilaksanakan dengan baik mungkin tidak dapat mendeteksi salah saji material yang diakibatkan oleh kecurangan. Oleh karena itu, karena karakteristik kecurangan tersebut di atas dan sifat bukti audit sebagaimana yang dibahas dalam SA Seksi 230 (PSA No. 04) Keseksamaan dalam Pelaksanaan Pekerjaan, auditor harus dapat memperoleh keyakinan memadai bahwa salah saji material dalam laporan keuangan dapat terdeteksi, termasuk salah saji material sebagai akibat dari kecurangan.

Unsur tindakan pelanggaran hukum tertentu memiliki dampak material dan langsung terhadap penentuan jumlah-jumlah yang disajikan dalam laporan keuangan. Unsur tindakan pelanggaran hukum lain, seperti dijelaskan pada paragraf 6, memiliki dampak material tetapi tidak langsung terhadap laporan keuangan. Tanggung jawab auditor dalam pendeteksian, pertimbangan dampaknya terhadap laporan keuangan, dan pelaporan unsur tindakan pelanggaran hukum lain diuraikan dalam Seksi ini. Selajutnya istilah unsur pelanggaran hukum lain itu akan disebut dengan unsur pelanggaran hukum saja. Auditor harus waspada terhadap adanya kemungkinan bahwa unsur pelanggaran hukum telah terjadi. Jika ada informasi spesifik yang menarik perhatian auditor yang memberikan indikasi tentang adanya kemungkinan unsur tindakan pelanggran hukum yang mungkin menimbulkan dampak material tidak langsung terhadap laporan keuangan, maka auditor berkewajiban melaksanakan prosedur audit yang dirancang secara khusus untuk meyakinkan apakah unsur tindakan pelanggaran hukum telah dilakukan atau tidak. Namun, mengingat karakteristik unsur tindakan pelanggaran hukum sebagaimana telah dijelaskan di atas, perlu didasari bahwa suatu audit yang dilakukan berdasarkan standar auditing tidak menjamin bahwa unsur tindakan pelanggaran hukum akan terdeteksi atau berbagai kewajiban bersyarat akan berhasil diungkapkan.

Prosedur Audit dalam Kondisi Tanpa Adanya Indikasi Unsur Tindakan Pelanggaran Hukum

Pada umumnya, suatu audit yang dilaksanakan berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia tidak meliputi audit yang dirancang secara khusus untuk mendeteksi unsur tindakan pelanggaran hukum. Namun, prosedur audit yang ditujukan untuk memberikan pendapat atas laporan keuangan memungkinan pengarahan perhatian auditor tentang kemungkinan adanya unsur tindakan pelanggaran hukum. Sebagai contoh, prosedur audit termasuk, namun tidak terbatas pada: membaca notulen rapat, membaca buku daftar saham, meminta keterangan manajemen dan penasihat hukum klien tentang ada atau tidaknya perkara pengadilan, klaim dan keputusan pengadilan; melakukan pengujian substantif atas rincian transaksi atau saldo. Auditor harus meminta keterangan manajemen tentang kepatuhan klien terhadap hukum dan peraturan. Jika dimungkinkan, auditor berkewajiban juga memperoleh keterangan dari manajemen tentang:

  • Kebijakan klien dalam upaya pencegahan unsur tindakan pelanggaran hukum
  • Penggunaan petunjuk yang dikeluarkan oleh klien dan representasi periodik yang diperoleh klien dari manajemen berbagai jenjang yang memiliki otoritas untuk menilai kepatuhan terhadap hukum dan peraturan.

Auditor biasanya juga memperoleh pernyataan tertulis dari manajemen bahwa tidak ada unsur pelanggaran atau kemungkinan unsur tindakan pelanggaran hukum yang dampaknya harus dipertimbangkan dalam pengungkapan laporan keuangan atau sebagai dasar pencatatan kerugian bersyarat. Lihat SA (PSA No. 17) Representasi Manajemen. Auditor tidak perlu melakukan prosedur audit lebih lanjut jika tidak terdapat informasi spesifik tentang adanya kemungkinan unsur tindakan pelanggaran hukum.

Informasi Spesifik Tentang Adanya Kemungkinan Unsur Tindakan Pelanggaran Hukum

Dalam penerapan prosedur audit dan evaluasi hasil pelaksanaan prosedur tersebut, auditor mungkin akan memperoleh informasi spesifik berikut ini, yang menimbulkan tanda tanya ada atau tidaknya kemungkinan unsur pelanggaran hukum:

  • Transaksi tanpa otorisasi, transaksi dicatat secara salah, atau transaksi dicatat tidak lengkap atau tidak tepat waktu sehingga tidak mencerminkan pertanggungjawaban aktiva secara memadai.
  • Penyelidikan oleh instansi pemerintah, peringatan tertulis, atau pembayaran denda dalam jumlah besar.
  • Pembayaran dalam jumlah besar untuk jasa yang tidak jelas tujuannya kepada konsultan, pihak afiliasi, karyawan, atau pihak lain.
  • Komisi penjualan atau komisi agen yang dipandang berlebihan jika dibandingkan dengan yang biasanya dibayarkan oleh klien atau dengan jasa yang benar-benar diterima oleh klien.
  • Pembayaran tunai sangat besar, cek tunai dalam jumlah besar, transfer besar ke nomor rekening bank tertentu, atau transaksi lain serupa, yang tidak biasa.
  • Pembayaran untuk pejabat atau karyawan pemerintah yang berhubungan dengan pekerjaan mereka, yang tidak dijelaskan.
  • Keterlambatan pengisian dan pengembalian surat pemberitahuan pajak, atau ketidakmampuan membayar kewajiban kepada pemerintah yang lazim bagi industri entitas atau karena sifat bisnis entitas tersebut.

Prosedur Audit dalam Menanggapi Kemungkinan Adanya Unsur Tindakan Pelanggaran Hukum

Jika auditor mengetahui akan adanya kemungkinan unsur tindakan pelanggaran hukum, maka ia harus berusaha memperoleh informasi tentang sifat pelanggaran, kondisi terjadinya pelanggaran, dan informasi lain yang cukup mengevaluasi dampak unsur pelanggaran terhadap laporan keuangan. Jika dimungkinkan, auditor harus memperoleh keterangan dari tingkat manajemen yang lebih tinggi daripada tingkat manajemen pelaku unsur tindakan pelanggaran hukum. Jika manajemen tidak berhasil memberikan informasi dan keterangan yang memuaskan tentang terjadi atau tidaknya unsur tindakan pelanggaran hukum, maka auditor harus:

  1. Melakukan konsultasi dengan penasihat hukum klien atau ahli lain tentang penerapan hukum dan peraturan relevan dengan kondisi yang dihadapi sekaligus mengantisipasi dampaknya terhadap laporan keuangan. Pertemuan konsultasi dengan penasihat hukum klien harus dengan sepengetahuan dan persetujuan klien.
  2. Menerapkan prosedur tambahan, jika diperlakukan, untuk memperoleh pemahaman lebih baik tentang sifat pelanggaran.

Prosedur audit tambahan yang dipandang perlu antara lain:

  1. Memeriksa dokumen-dokumen pendukung, seperti faktur, cek/giro dan surat perjanjian yang dibatalkan, dan membandingkannya dengan catatan akuntansi.
  2. Mengkonfirmasi informasi signifikan yang berkaitan dengan unsur pelanggaran kepada pihak luar atau pihak perantara seperti bank dan penasihat hukum.
  3. Menentukan apakah otorisasi semestinya telah diperoleh atas transaksi yang berkaitan dengan unsur tindakan pelanggaran hukum.
  4. Mempertimbangkan apakah transaksi atau kejadian lain serupa mungkin juga telah terjadi, dan menerapkan prosedur untuk mengidentifikasinya.

Respon Auditor Terhadap Unsur Tindakan Pelanggaran Hukum Yang Berhasil Dideteksi

Jika auditor berhasil menyimpulkan, yang didasarkan atas informasi yang diperolehnya dan dari konsultasi dengan penasihat hukum, bahwa unsur tindakan pelanggaran hukum mungkin telah terjadi, maka auditor harus mempertimbangkan dampak pelanggaran tersebut terhadap laporan keuangan demikian juga implikasinya terhadap aspek-aspek audit yang lain.

Pertimbangan Auditor Atas Dampak Unsur Tindakan Pelanggaran Hukum Terhadap Laporan Keuangan

Dalam mengevaluasi materialitas suatu unsur tindakan pelanggaran hukum, auditor harus mempertimbangkan aspek kuantitatif dan kualitatif. Sebagai contoh, dalam SA Seksi 312 (PSA No. 25) Risiko Audit dan Materialitas dalam Pelaksanaan Audit paragraf 7 dinyatakan bahwa “pembayaran yang mengandung unsur melanggar hukum, meskipun jumlahnya tidak material, akan menjadi material jika ternyata terdapat kemungkinan bahwa pembayaran tersebut dapat menimbulkan indikasi adanya kewajiban bersyarat atau kehilangan pendapat material.”

Auditor harus memperkirakan dampak unsur tindakan pelanggaran hukum terhadap jumlah-jumlah yang dicantumkan dalam laporan keuangan, termasuk dampak potensial yang bersifat moneter, seperti denda dan kerugian. Kerugian bersyarat yang ditimbulkan oleh unsur tindakan pelanggaran hukum harus diungkapkan dan dievaluasi dengan cara sama dengan yang diterapkan terhadap kerugian bersyarat lain. Contoh kerugian bersyarat yang mungkin timbul dari unsur pelanggaran hukum antara lain ancaman pengambilalihan aktiva, desakan untuk menghentikan operasi, dan tuntutan hukum.

Auditor harus mengevaluasi cukup atau tidaknya penungkapan dalam laporan keuangan mengenai dampak potensial unsur tindakan pelanggaran hukum terhadap operasi entitas. Jika pendapatan atau laba material merupakan hasil transaksi yang melibatkan unsur tindakan pelanggaran hukum, atau dengan kata lain unsur tindakan pelanggaran hukum telah menimbulkan risiko luar biasa yang signifikan terhdap pendapatan dan laba, seperti misalnya hilangnya hubungan bisnis yang signifikan, maka informasi semacam ini harus dipertimbangkan untuk diungkapkan.

Implikasi Unsur Tindakan Pelanggaran Hukum terhadap Audit

Auditor harus mempertimbangkan implikasi unsur pelanggaran hukum terhadap aspek audit lain, terutama terhadap keandalan laporan keuangan sebagai representasi manajemen. Implikasi unsur pelanggaran hukum tertentu tergantung atas hubungan antara pelaksana pelanggaran dan upaya menyembunyikan pelanggaran, jika ada, dan tergantung atas hubungan antara prosedur pengendalian khusus dan tingkat manjemen atau karyawan yang terlibat.

Dampak Unsur Tindakan Pelanggaran Hukum Terhadap Laporan Auditor

Jika auditor menyimpulkan bahwa unsur tindakan pelanggaaran hukum yang telah dilakukan memiliki dampak material terhadap laporan keuangan, dan pelanggaran tersebut belum dipertanggungjawabkan atau diungkapkan secara memadai, maka auditor harus menyatakan pendapat wajar dengan pengecualian atau pendapat tidak wajar atas laporan keuangan secara keseluruhan, tergantung pada tingkat materialitas dampak pelanggaran terhadap laporan keuangan.

Jika auditor dihalangi oleh klien dalam memperoleh bukti cukup dan kompeten guna mengevaluasi apakah unsur tindakan pelanggaran hukum oleh klien telah atau akan memiliki dampak material terhadap laporan keuangan, maka auditor biasanya harus menyatakan tidak memberikan pendapat atas laporan keuangan.

Jika klien menolak menerima laporan auditor yang telah dimodifikasi guna memuat kondisi-kondisi sebagaiamana dijelaskan dalam paragraf 18 dan 19, maka auditor harus menarik diri dari perikatan dan menjelaskan alasan-alasan penarikan dirinya secara tertulis kepada komite audit atau dewan komisaris.

Auditor mungkin tidak dapat menentukan apakah sesuatu tindakan merupakan unsur tindakan pelanggaran hukum atau tidak yang disebabkan oleh klien keterbatasan yang muncul terutama dari kondisi lingkungan dan bukannya disebabkan oleh klien, atau disebabkan oleh ketidakpastian yang muncul dari interprestasi atas hukum atau peraturan yang berlaku atau pun fakta-fakta yang ada di sekitar kejadian. Dalam kondisi demikian, auditor harus mempertimbangkan pengaruh keterbatasan tersebut terhadap laporannya.

#Admin(Muh Amrih)

Referensi:

Harahap, Sofyan Safri, 2011, “Teori Akuntansi”, Edisi Revisi, Rajawali Press. Jakarta.

Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). 2009, “Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan” Jakarta

Ikatan Akuntan Indonesia. 2001. Standar Profesional Akuntan Publik (SA 316 – SA 317)

Kieso, Donald., dan Weygandt, Jerry J., 1998, “Intermediate Accounting”, 9th ed., John Wiley and Sons, 1998

Narsa, I Made. 2007, “Struktur Meta Teori Akuntansi Keuangan (Sebuah Telaah dan Perbandingan antara FASB dan IASC)”, Universitas Airlangga. Surabaya.

Suwardjono. 2013. “Teori Akuntansi: Perekayasaan Pelaporan Keuangan”. Cetakan Ketiga BPFE: Yogyakarta.

Wahyuni, Ekrsa Tri dan eg eng juan. 2012, “Panduan Praktis Standar Akuntansi Keuangan, Berbasis IFRS, Edisi Kedua. Salemba Empat

AUDIT SUMBER DAYA MANUSIA (SDM)

*Syamsuddin

 

Audit Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan penilaian dan analisis yang komprehensif terhadap program-program SDM. Walaupun secara khusus audit ini dilakukan pada departemen SDM, tetapi tidak terbatas hanya pada aktivitas yang terjadi pada departemen ini. Audit termasuk studi terhadap fungsi manajemen SDM pada organisasi secara keseluruhan termasuk yang dilaksanakan oleh manajer dan para supervisor. Audit SDM menekankan penilaian (evaluasi) terhadap berbagai aktivitas SDM yang terjadi pada perusahaan dalam rangka memastikan apakah aktivitas tersebut telah berjalan secara ekonomis, efisien dan efektif dalam mencapai tujuannya dan memberikan rekomendasi perbaikan atas berbagai kekurangan yang masih terjadi pada aktivitas SDM yang diaudit untuk meningkatkan kinerja dari program/aktivitas tersebut. Audit bisa dilakukan terhadap satu divisi atau departemen, atau mungkin juga dilakukan terhadap keseluruhan organisasi.  Dari hasil audit akan diketahui apakah kebutuhan potensial SDM perusahaan telah terpenuhi atau tidak dan berbagai hal aktivitas SDM yang masih bisa ditingkatkan kinerjanya.

Audit sumber daya manusia sejatinya merupakan penilaian yang sifatnya komprehensif. Audit itu juga didesain untuk menentukan jika dan bagaimana suatu perusahaan memenuhi tanggung jawabnya yang berhubungan dengan aturan-aturan sumber daya manusia. Guna mengerti dengan benar akan budaya, dinamika internal, dan bagaimana fungsi-fungsi organisasi, maka porsi terbesar dari pekerjaan audit sumber daya manusia dilakukan on-site dan diikutsertakannya berbagai komponen audit. Kunci penilaian keseluruhan dalam audit ini adalah gap analysis yang mengukur aktivitas sumber daya manusia pada kondisi saat audit dengan praktek-praktek yang dipertimbangkan sebagai yang ‘terbaik’.

Tiga bidang utama yang difokuskan pada Audit Sumber Daya Manusia terdiri atas policy/management audit, performance/operasional audit, dan financial audit.

  1. Policy/Management Audit

Penilaian yang dilaksanakan secara sistematis dan independent, berorientasi ke masa depan terhadap: keputusan dan kebijakan yang dilakukan oleh manajemen yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas SDM melalui perbaikan pelaksanaan fungsi manjemen, pencapaian rencana yang sudah ditetapkan serta pencapaian sosial objektif.

  1. Performance/Operasional Audit

Merupakan suatu kegiatan penilaian yang sistematis yang dilaksanakan secara objective dan independent berorientasi atas masa depan untuk semua kegiatan yang ada dalam suatu perubahan yang utamanya dalam bidang SDM.

  1. Financial Audit

Mempunyai orientasi pengujian/penilaian secara independent dan objectif atas tingkat kewajaran dan kecermatan serta data keuangan untuk memberikan perlindungan keamanan asset perusahaan dengan melakukan evaluasi kelayakan internal control yang di tetapkan.

 

Dengan demikian dapatlah dimengerti betapa pentingnya audit sumber daya manusia yang merupakan bagian dari fungsi manajemen sumber daya manusia yang perlu diterapkan dalam setiap organisasi. Hal penting lain adalah bahwa audit sumber daya manusia tidak mesti selalu ditekankan untuk mencari pelanggaran atau ketidaksesuaian. Akan tetapi, berguna juga mencari terobosan dan tantangan baru. Auditor memanfaatkan pengetahuan dan kemampuan yang dimilikinya untuk menggali potensi nilai dari perspektif sumber daya manusia memotivasi auditee guna memacu prestasi dengan melakukan berbagai perubahan atau inovasi. Risiko yang ditimbulkan SDM perlu dikelola agar tidak menimbulkan kerugian, baik finansial maupun reputasi, hal ini dilakukan untuk mengurangi resiko merugikan brand nama perusahaan. Manajemen risiko merupakan salah satu cara untuk mengatasi hal itu. Karena manajemen risiko merupakan proses pengukuran atau penilaian serta memerlukan seni untuk mengembangkan strategi pengelolaannya, misalnya risiko itu dipindahkan kepada pihak lain, mengurangi efek negatif dari risiko, dan lain-lain. Pada model pendekatan tradisional, risiko yang ditimbulkan oleh SDM hanya berkisar pada kematian, tuntutan hukum, dan upah). Agar tidak menimbulkan risiko, maka SDM perlu dikelola secara profesional, yaitu dengan memperhatikan kaidah-kaidah yang ada dalam manajemen SDM.

Yang dimaksud dengan audit sumber daya manusia (SDM) di sini adalah bagaimana manajemen melakukan pengendalian terhadap:

  1. Jumlah sumber daya manusia (SDM) yang ada dalam organisasi
  2. Jumlah sumber daya manusia (SDM) yang benar-benar dibutuhkan organisasi
  3. Kualitas sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki organisasi
  4. Kompetensi individual setiap sumber daya manusia yang ada dalam organisasi
  5. Upaya peningkatan kompetensi sumber daya manusia yang dilakukan oleh organisasi
  6. Ketaatan terhadap ketentuan jam kerja
  7. Sistem pengembangan karier sumber daya manusia (SDM) yang dilakukan oleh organisasi
  8. Sistem reward dan punishman yang dilakukan oleh organisasi
  9. Pemberhentian dan pemensiunan sumber daya manusia (SDM) yang dilakukan oleh organisasi dan sebagainya.

 

Pembuatan Program Audit Sektor Publik

*Ahmad

Dalam merencanakan audit, auditor harus mempertimbangkan sifat, luas dan saat pekerjaan harus dilaksanakan serta harus mempersiapkan suatu program audit tertulis untuk setiap audit. Program audit tersebut harus menyatakan bahwa prosedur audit yang diyakini auditor merupakan yang penting untuk mencapai tujuan audit. Strategi audit biasanya meliputi keseimbangan antara prosedur pelaksanaan untuk memperoleh pemahaman tentang kegiatan utama klien dengan pengendali internalnya, membandingkan saldo keuangan dengan jumlah yang diharapkan, serta menentukan keseimbangan antara pengujian pengendalian dan pengujian substantif. Jenis pengujian yang termasuk dalam program audit adalah:

  1. Prosedur analitis
  2. Prosedur awal
  3. Pengujian estimasi akuntansi
  4. Pengujian pengendalian
  5. Pengujian transaksi
  6. Pengujian saldo
  7. Pengujian penyajian dan pengungkapan

Maksud suatu program audit adalah untuk mengatur secara sistematis prosedur audit yang akan dilaksanakan selama audit berlangsung. Auditor menentukan tujuan audit spesifik yang telah dikembangkan berdasarkan asersi audit ketika mengembangkan program audit. Tujuan program audit adalah untuk mengetahui apakah penyajian laporan keuangan oleh manajemen dari sisi eksistensi atau keterjadian, kelengkapan, hak dan kewajiban, penilaian atau alokasi serta penyajian dan pengungkapan dapat dipercaya, wajar dan tidak menyesatkan terhadap pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan tersebut.

Manfaat program audit adalah:

  1. Sebagai petunjuk kerja yang harus dilakukan asisten dan isntruksi bagaimana harus menyelesaikan
  2. Sebagai dasar untuk koordinasi, pengawasan dan pengendalian pemeriksaan
  3. Sebagai dasar penilaian kerja yang dilakukan klien.

Yang penting dalam program audit adalah bahwa catatan haus dibuat dan dipenuhi dan pengujian substantif dilakukan dalam program audit, dan catatan-catatan tersebut akan menyajikan tujuan-tujuan berikut:

  1. Untuk merekam atau mencatat pekerjaan, untuk tujuan review terhadap partner
  2. Untuk merekam dan mencatat siapa yang melakukan pekerjaan
  3. Untuk memberikan bukti bahwa pekerjaan telah dilakukan di dalam peristiwa setelah tanggal neraca dan dilakukan dengan cara yang resmi (legal)
  4. Untuk membantu memastikan sebuah pendekatan metodologi untuk bekerja
  5. Untuk memfasilitasi transfer pekerjaan dalam hal staf baru yang melakukan perikatan dalam kegiatan audit
  6. Untuk mengarahkan dalam perencanaan kegiatan audit untuk tahun berikutnya.

Catatan-catatan atau dokumen-dokumen tersebut dilengkapi sebagai kemajuan kerja, atau catatan-catatan tersebut mungkin diterima, dan prosedur yang diadopsi, staf akan dibutuhkan untuk menandakan kuantitas pekerjaan yang dilakukan, mengidentifikasi pada waktu yang sama item-item yang dipilih untuk diuji.

Sebuah konsep yang tepat sebelum program audit itu disahkan dapat memiliki fungsi sebagai berikut:

  1. Memberikan kemudahan sebuah pendekatan metodis dan logis dalam pekerjaan audit, dan mengurangi kemungkinan hilangnya informasi selama pengujian berlangsung
  2. Membantu auditor yang belum berpengalaman dalam melakukan pengujian program, dan juga membantu dalam pelatihan staf-staf auditor
  3. Mengkomunikasikan keinginan partner berkenaan dengan kebijakan pengujian organisasi sektor publik
  4. Menyediakan pendekatan yang konsisten selama organisasi sektor publik dan semua kliennya membuat peningkatan efisiensi dan mengurangi waktu audit, disamping itu juga memberikan kemudahan bagi staf untuk berpindah dari pekerjaan yang satu ke pekerjaan yang lain.

 

Bastian, Indra. 2014. Audit Sektor Publik Pemeriksaan Pertanggungjawaban Pemerintah. Edisi 3. Jakarta : Salemba Empat.