*Purwanto Wahyudi
Secara etomologi, istilah epistemology berasal dari kata Yunani episteme, yang artinya pengetahuan, dan logos yang artinya ilmu atau teori biasanya dipakai untuk menunjuk pengetahuan yang sistematik. Epistemologi dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat yang mempelajari asal mula atau sumber, struktur, metode, dan validitas pengetahuan. Sedangkan, ilmu pengetahuan adalah suatu system dari berbagai pengetahuan yang masing-masing mengenai suatu lapangan pengalaman tertentu yang disusun demikian rupa menurut asas-asas tertentu, hingga menjadi kesatuan; suatu system dari berbagai pengetahuan yang masing-masing didapatkan sebagai hasil pemeriksaan-pemeriksaan yang dilakukan secara teliti dengan memakai metode-metode tertentu (induksi, deduksi).
Adalah urgen, menurut Nasr, untuk mencoba mencoba mencari hubungan antara ilmu pengetahuan Barat dengan wacana kebudayaan Timur, untuk melihat watak ilmu pengetahuan Barat, dengan klaim dominasi globalnya, dan peradaban Timur, yang merupakan tempat lahir dan berkembangnya pengetahuan suci.
Ilmu pengetahuan Barat ini diletakkan dalam posisi yang berbeda dengan kebudayaan timur, bukan karena menafikan keterpengaruhan dan kontribusi peradaban Timur terhadap ilmu pengetahuan Barat, namun karena ilmu pengetahuan Barat sejak renaissance (aufklarung) telah menciptakan bentuk dan paradigma baru yang diderivasikan dari corak pemikiran rasionalistis dan antropomorpis serta sekularisasi kosmos. Bentuk baru ini melahirkan ilmu pengetahuan yang monolitik dan unilateral.
Kecenderungan epistemology Barat pada umumnya mengarah kepada aliran positivisme. Pemikiran ini hanya mendasarkan dan membatasi pengetahuan manusia pada data oleh panca indra dan akal. Sehingga dalam kajiannya, metode yang digunakan dalam memperoleh ilmu pengetahuan adalah empirisme dan rasionalisme. Empirisme berarti pengelaman indrawi. Aliran ini mempercayai bahwa indrawi manusia sebagai sumber utama pengenalan, baik pengalaman lahiriah yang berhubungan dengan dunia dan pengalaman batiniah yang berhubungan dengan pribadi manusia.
Penjelasan tersebut menggambarkan bahwa indra manusia adalah sumber pengetahuan manusia, baik jasmani maupun rohani. Dengan demikian manusia mempunyai kemampuan untuk mendapatkan ilmu dengan indra yang dipunyainya, tidak harus dengan wahyu, keyakinan seperti ini akan mungkin terjadi ketika seseorang mengikuti pola pemikiran aliran empirisme. Karen mereka beranggapan pengalaman adalah guru yang terbaik untuk mendapatkan pengetahuan dan kebenaran.
Rasionalisme berpendirian bahwa sumber pengetahuan terletak pada akal. Menurut aliran rasionalisme kebenaran dapat dikatakan benar jika sesuai dengan kenyataan, jadi sesuatu yang dianggap benar harus sesuai dengan kenyataan ataudapat dibyktikan, kalau sesuatu itu tiudak dapat lihat secara nyata maka hal tersebut tidak dianggap benar karena tidak sesuai dengan kenyataan. Aliran ini juga berpendapat bahwa pengalaman dan pengamatan bukan jaminan untuk mendapatkan kebenaran. Para rasionalisme berprinsip bahwa sumber pengetahuan adalah akal budi. Akal budi akan mampu menemukan kebenaran dan pengetahuan yang kan secara terus menrus mencari kebenaran hingga ke akar permasalahan. Aliran ini berusaha menghilangkan aspek pengamatan inderawi sebagai alat untuk mendapatkan kebenaran, tetapi mereka lebih mengunggulkan akal untuk mencapai kebenaran dan pengetahuan.
Tetapi pencarian kebenaran dengan metode rasional menurut Jujun S. Suriasumantri (2003:112) pemikiran rasionalisme dengan deduktifnya menghasilkan kesimpulan yang benar bila ditinjau dari sisi alur logika, tetapi sangat bertentangan kenyataan yang sebenarnya. Dengan demikian metode rasional dalammencari kebenaran mempunyai kelemahan.
Epistemologi sains dalam pandangan sekuler mencoba mencari kebenaran dengan metode ilmiah. Metode ini dianggap valid dalam menemukan kebenaran.dengan metode ilmiah mereka mendapatkan ilmu. Ilmu dapat dikatakan sebagai ilmu kalau telah memenuhi metode ilmiah. Pengetahaun dapat dikatakan sebagai ilmu jika telah memenuhi kaidah ilmiah. Metode ilmiah merupakan ekspresi mengenai cara kerja pikiran. Sehingga nantinya akan menghasilkan pengetahuan yang memenuhi syarat-syarat ilmiah. Metode ilmiah berusaha menggabungkan cara berfiir deduktif dan induktif (Jujun S. Suriasumantri, 2003:119-120). Dari kutipan tersebut dapat dipahami bahwa metode ilmiah menggabungkan pemikiran deduktif dan induktif. Penalaran deduktif mengacu kepada rasionalisme sedangkan induktif mengacu kepada empirisme.
Aliran rasionalisme tidak mengingkari kegunaan indra dalam memperoleh pengetahuan, menurut aliran ini indra diperlukan untuk merangsang akal manusia dan memberi bahan-bahan yang menyebabkan akal dapat bekerja dengan baik. Tetapi menurut aliran ini akal dapat menyampaikan manusia kepada kebenaran. Menurut aliran ini keputusan-keputusan tentang kebenaran yang rasional dan dapat dibuktikan dengan konsistensi logis proposisi-proposisi kebenaran tersebut, atau apa yang dikatakan sesuai dengan kenyataan maka itu dianggap sebagai kebenaran.
Pada epistemologi Timur, semua hal dan kejadian dalam pandangan tradisi Timur dipersepsikan oleh indera saling berkaitan, terhubung, dan aspeknya berbeda atau manifestasi realitas akhir yang sama. Dasar pengetahuan pada pengalaman mistis tradisi Timur menyarankan suatu kesejaajran ke dasar ilmu pengetahuan terhadap eksperimen. Itu digambrakan dalam tradisi Barat sebagai pikiran langsung yang meletakkan keluar realism intelektual dan dihasilkan melalui penglihatan dengan melihat dalam diri, dengan observasi. daripada pemikiran, Pandangan dunia Timur adalah pandangan yang didasarkan oleh pengalaman mistis pada pengalaman nonintelektual langsung atas realitas dan pengalaman ini memiliki sejumlah karakteristik dasar yang tak bergantung pada latar belakang geografis historis, dan kultural dari masing-masing mistiskusnya.
Ciri khas terpenting pandangan dunia Timur hampir dapat dikatakan esensi dari pandangan dunia itu adalah kesadaran akan kesatuan dan hubungan timbal balik dari segala sesuatu, benda dan peristiwa, pengalaman atas seluruh fenomena di dunia sebagai manifestasi dari satu kesatuan dasar. Segala sesuatu dipandang sebagai bagian yang saling bergantung dan tak terpisahkan dari keseluruhan jagat raya ini sebagai manifestasi yang berbeda dari realitas hakiki yang sama. Tradisi-tradisi Timur senantiasa mengacu pada realitas hakiki yang tak terbagi-bagi ini, yang memanifestasikan dirinya kedalam sesuatu, dimana segala sesuatu adalah bagian-bagain dalam dirinya. Tradisi-tradisi epsitemologi di dunia Timur pada prinsipnya adalah pengalaman metafisik. Perkembangannya didasarkan pada kaidah-kaidah ilmu dan kemampuan rasional, namun tetap didasarkan juga pada yang bersifat metafisika dan perasaan subjektif yang secara holistis menyatu dalam hidup seseorang.
Capra melihat bahwa akar dari perkembangan sains bermula dari filsafat Gerika, khususnya dari arus piker Milesian, yang dapat dikatakan sangat mirip dengan konsep piker monistis dan organis dari filsafat India dan Cina Kuno. Capra lebih jauh meletakkan pengetahuan intuitif di atas pengetahuan rasional, bahkan riset nasional. Wawasan intuitif tidak terpakai di dunia fisika, kecuali ia bias diformulasikan dalam kerangka kerja matematis, yang didukung dengan suatu penafsiran dalam bahasa yang gamblang. Sebaliknya, capra juga mengargumentasikan adanya elemen rasional di dalam mistisme timur. Memang tingkatan pemakaian rasio dan logika berbeda-beda di setiap arus pikir ini. Dia melihat bahwa Taoist sangat mencurigai rasio dan logika. Dan di dalam dunianya, Mistisme Timus didasarkan pada wawasan langsung ke dalam natur realitanya, sedangkan fisika didasarkan pada penelitian terhadap fenomena natural di dalam kajian pengujian ilmiah.
Dengan penerimaan Panteisme dan Mistisme merasuki dunia sains, maka seluruh realita materi kini dilihat sebagai realita yang hidup. Dengan lebih tajam lagi, dapat dikatakan bahwa benda-benda yang selama ini dianggap mati, kini dianggap hidup, bahkan setara dengan manuusia. Karena semua realita pada dasarnya tunggal, maka tidak mungkin ada satupun fenomena yang dipertentangkan. Disini, seluruh konsep pembagian, keteraturan, keterbatasan, kekhususan, tidak boleh lagi membatasi perkembangan pemikiran sains dan cara mengerti realita dunia ini.
Dari penjelasan dapat dipahami akan perbedaan dari dua keduanyaan yang sangat jelas sebagai konsekuensi dari perbedaan worldview masing-masing sebagai elemen yang paling mendasar dari keduanya yaitu Epistemologi Barat dan Timur. Dimana Epistemologi Barat kajiannya didasarkan pada praduga-praduga sedangkan Epistemologi Timur didasarkan pada kajian metafisika. Sumber ilmu pengetahuan pada Epistemologi Barat adalah hanya pada akal (rasio) dan data/fakta empiris sedangkan Sumber Epistemologi Timur adalah akal sehat, panca indra, intuisi dan wahyu.
Referensi
Anshari, Endang Saifuddin. 1985. Ilmu, Filsafat dan Agama: Pendahuluan Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum. Surabaya: PT Bina Ilmu.
Capra, Fritjof. 1975. The Tao of Physics. New York: Bantam Books
Fautanu, Idzam. 2012. Filasafal Ilmu: Teori dan Aplikasi. Jakarta: Referensi.
Gharawiyan, Mohsen. 2012. Pengantar Memahami Buku Daras Filsafat Islam: Penjelasan untuk Mendekati Analisis Teori Filsafat Ilmu. Jakarta: Sadra Press.
Nasr, Seyyed Hossein. 1993. The Need for Sacred Science. Richmond: Curzon Press.
Suriasumantri, Jujun S. 1990. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
http://adnanjamaljusticeforall.blogspot.com/2011/10/ilmu-sebagai-metode-mendapatkan
0 Comments