PEMAHAMAN ATAS ENTITAS YANG DIAUDIT

*Syamsuddin

Pemahaman yang objektif dan komprehensif atas entitas yang akan diaudit sangat penting untuk mempertajam tujuan audit serta mengidentifikasi isu-isu kritis dan penting sehingga audit dapat dilaksanakan secara lebih ekonomis, efisien, dan efektif. Pemahaman tersebut juga membantu mencegah dihasilkannya temuan yang menyesatkan (misleading). Pemahaman atas entitas yang diaudit juga penting dilakukan untuk mempertajam tujuan audit, mengidentifikasi isu-isu kritis, dan menghindari dihasilkannya temuan yang misleading sehingga audit dapat dilaksanakan lebih ekonomis, efisien, dan efektif.

Auditor harus mampu membangun kesamaan presepsi dengan auditee agar terjalin kerja sama yang baik sehingga akan mudah dalam mendapatkan informasi yang dibutuhkan selama pelaksanaan audit. Untuk mendapatkan gambaran mengenai program dan kegiatan entitasyang diaudit maka cara terpenting adalah melakukan diskusi dengan manajemen entitas yang diaudit. Auditor memiliki waktu yang relatif singkat untuk menentukan informasi yang dibutuhkandari berbagai jenis informasi ang dimiliki auditee untuk memperoleh pemahaman yangmemadai atas entitas. Informasi tersebut meliputi:

  1. Gambaran umum entitas: segala informasi yang terkait dengan entitas, yang dapat memberikan gambaran secara utuh mengenai entitas. Mencangkup hal-hal berikut: visi misi dan strategi entitas, peraturan yang terkait, kebijakan yang diterapkan, lingkungan internal-eksternal dan stakeholder, tugas dan fungsi, struktur organisasi, anggaran dan relasi, petunjuk pelaksanaan internal dan pedoman operasional, uraian SIM, KPI yang digunakan, catatan/notulen rapat pimpinan, hasil diskusi dengan manajemen dan stakeholder, hasil evaluasi dan laporan audit internal, evaluasi program entitas dan rencana audit internal, hasil audit terdahulu.
  1. Pemahaman atas input, proses, dan output entitas: merupakan sasaran pokok karena langsung berkaitan dengan evaluasi aspek 3E yang merupakan interaksi antara input, proses dan output. Pemahaman tersebut akan memudahkan auditor untuk mengidentifikasi permasalahan yang akan timbul dan akibat dari permasalahan

Pemahaman yang objektif dan kompreensif atas entitas yang  akan diaudit sangat penting untuk mempertajam tujuan audit serta mengidentifikasikan isu-isu kritis dan penting sehingga audit dapat dilaksanakan secara lebih ekonomis, efisien, dan efektif. Pemahaman tersebut juga membantu mencegah dihasilkannya temuan yang menyesatkan (Misleading). Untuk mendapatkan pengetahuan mengenai proses bisnis entitas dibutuhkan suatu proses pengumpulan dan penilaian informasi yang berkelanjutan dan kumulatif. Di lain pihak, auditor perlu mempertimbangkan apakah biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan informasi ini sepadan dengan nilai tambah yang diberikan oleh informasi tersebut terhadap hasil audit. Hal ini diperlukan untuk memastikan bahwa penggunaan sumber daya audit memberikan manfaat yang maksimal.

 

SUMBER BACAAN:

Halim, Abdul. Auditing Dasar-Dasar Audit Laporan Keuangan. 2015. Edisi Kelima Jilid I. Yogyakarta : UPP STIM YKPN

Rai, I Gusti Agung. 2010. Audit Kinerja pada Sektor Publik. Jakarta: Salemba Empat

https://www.coursehero.com/file/12705517/PENGAMEN-PERTEMUAN-3-BOT/

https://agaklumayan.blogspot.co.id/2015/03/pemahaman-atas-entitas-yang-diaudit.html

https://elisalogica.wordpress.com/2013/03/29/pemahaman-atas-entitas-yang-diaudit-badan-pengawas-pasar-modal-dan-lembaga-keuangan/

 

Faktor – Faktor yang Memengaruhi Kualitas Audit Sektor Publik

Seiring berkembangnya ilmu akuntansi profesi akuntan publik di suatu negara yang sejalan dengan berkembangnya perusahaan dan berbagai bentuk badan hukum perusahaan di negara tersebut maka pemerintahan pun membutuhkan dana yang cukup besar dalam pengelolaan negaranya tersebut. Oleh karena itu, diperlukan adanya suatu pengawasan yang cukup handal dalam pertanggungjawaban atas penggunaan dana untuk penyelenggaraan pemerintahan dan dapat menjamin pendistribusian dana yang merata pada semua sektor publik sehingga efektivitas dan efisiensi penggunaan dana bisa dipertanggungjawabkan.

Pengelolaan keuangan pemerintah yang baik harus didukung audit sektor publik yang berkualitas, karena jika kualitas audit sektor publik rendah akan memberikan kesempatan lembaga pemerintah untuk melakukan penyimpangan penggunaan anggaran. Selain itu, mengakibatkan risiko tuntutan hukum terhadap aparatur pemerintah yang melaksanakannya. Auditor pemerintah terdiri dari Inspektorat Jendral Departemen, Satuan Pengawas Intern (SPI) di lingkungan lembaga Negara dan BUMN/BUMD, Inspektorat Wilayah Propinsi, Inspektorat Wilayah Kabupaten/Kota), Badan Pengawas Keuangan dan pembangunan (BPKP) serta BPK (Badan Pemeriksa Keuangan).

De Angelo (1981) mendefinisikan bahwa kualitas audit merupakan probabilitas dimana seorang auditor menemukan dan melaporkan tentang adanya suatu pelanggaran dalam sistem akuntansi kliennya. Kualitas hasil pemeriksaan juga berarti pelaporan tentang kelemahan pengendalian intern dan kepatuhan terhadap ketentuan, tanggapan dari pejabat yang bertanggung jawab, merahasiakan pengungkapan informasi yang dilarang, pendistribusian laporan hasil pemeriksaan dan tindak lanjut dari rekomendasi auditor sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kualitas laporan audit kinerja haruslah tepat waktu, lengkap, akurat, obyektif, meyakinkan, serta jelas, dan seringkas mungkin, sesuai dengan standar pelaporan audit yang terdapat dalam Permenpan No. PER/05/M.PAN/03/2008. Adapun faktor yang mempengaruhi kualitas audit yaitu:

  1. Pengalaman kerja.

Kebanyakan orang memahami bahwa semakin banyak jumlah jam terbang seorang auditor, tentunya dapat memberikan kualitas audit yang lebih baik daripada seorang auditor yang baru memulai kariernya. Atau dengan kata lain auditor yang berpengalaman diasumsikan dapat memberikan kualitas audit yang lebih baik dibandingkan dengan auditor yang belum berpengalaman. Hal ini dikarenakan pengalaman akan membentuk keahlian seseorang baik secara teknis maupun secara psikis (Martini: 2011). Penelitian Choo dan Trotman (2001) dalam Batubara (2010) menemukan bahwa auditor yang berpengalaman lebih banyak menemukan item-item yang tidak umum (atypical) dibandingkan auditor yang kurang berpengalaman.

 

  1. Independensi

Menurut Supriyono (1988), pentingnya independensi bagi seorang auditor adalah (1) independensi merupakan syarat yang sangat penting bagi profesi akuntan publik untuk memulai kewajaran informasi yang disajikan oleh manajemen kepada pemakai informasi, (2) independensi diperlukan oleh akuntan publik untuk memperoleh kepercayaan dari klien dan masyarakaat, khususnya para pemakai laporan keuangan, (3) independensi diperoleh agar dapat menambah kredibilitas laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen, (4) jika akuntan publik tidak independen maka pendapat yang dia berikan tidak mempunyai arti atau tidak mempunyai nilai, (5) independensi merupakan martabat penting akuntan publik yang secara berkesinambungan perlu dipertahankan. Oleh karena itu, dalam menjalankan tugas auditnya, seorang auditor tidak hanya dituntut untuk memiliki keahlian saja, tetapi juga dituntut untuk bersikap independen. Walaupun seorang auditor mempunyai keahlian tinggi, tetapi dia tidak independen, maka pengguna laporan keuangan tidak yakin bahwa informasi yang disajikan itu kredibel.

 

Berdasarkan konsep-konsep tersebut, dapat disimpulkan bahwa jika seorang auditor bersikap independen, maka auditor akan memberi penilaian yang senyatanya terhadap laporan keuangan yang diperiksa, tanpa memiliki beban apapun terhadap pihak manapun. Jadi, dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi independensi seorang auditor, maka kualitas audit yang diberikannya semakin baik. Secara empiris hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ardini dan Lilis (2010) tentang pengaruh kompetensi, independensi, akuntanbilitas dan motivasi terhadap kualitas audit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kompetensi, independensi, akuntanbilitas, motivasi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit.

 

  1. Obyektifitas

Obyektifitas bagi auditor sektor publik diatur dalam kode etik APIP yang terdapat dalam

Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (Permenpan) No. PER/05/M.PAN/03/2008 tentang Kode Etik APIP. Obyektifitas merupakan bagian dari prinsip-prinsip perilaku yang harus dipatuhi oleh auditor. Prinsip perilaku obyektifitas berbunyi: “Auditor harus menjunjung tinggi ketidakberpihakan professional dalam mengumpulkan, mengevaluasi, dan memproses data/informasi auditi. Auditor APIP membuat penilaian seimbang atas semua situasi yang relevan dan tidak dipengaruhi oleh kepentingan sendiri atau orang lain dalam mengambil keputusan.” Obyektifitas auditor sektor publik wajib dijaga agar tidak terjadi negosiasi hasil audit yang dapat merugikan masyarakat. Kebijakan menjaga objektifitas dapat dituangkan dalam bentuk ketentuan seperti: tidak diperkenankannya seorang auditor sektor publik melakukan audit pada auditi tertentu selama 3 (tiga) tahun berturut-turut, dilakukannya rotasi atau mutasi penugasan audit, larangan seorang auditor melakukan audit pada auditi yang pejabatnya memiliki hubungan keluarga, dan sebagainya.

  1. Integritas

Integritas berarti bertindak konsisten sesuai dengan nilai-nilai dan kebijakan organisasi serta kode etik profesi. Auditor yang tinggi integritasnya adalah yang dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja atau yang disebabkan oleh kelalaian manusia (human error) dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak dapat menerima kecurangan atau peniadaan prinsip. Auditor dituntut untuk memiliki kepribadian yang dilandasi oleh sikap jujur, berani, bijaksana dan bertanggung jawab untuk membangun kepercayaan guna memberikan dasar bagi pengambilan keputusan yang handal (Pusdiklatwas BPKP, 2008). Semakin tinggi integritas auditor dalam penugasan audit maka akan meningkatkan

kualitas hasil audit.

Integritas merupakan perwujudan dari kejujuran auditor dalam melakukan penugasan profesionalnya. Dengan kejujuran dalam mengungkapkan temuan audit maka kualitas hasil pemeriksaan akan terjaga. Bagi auditor sector publik, penugasannya akan membawa konsekuensi hukum karena obyek auditnya adalah penggunaan keuangan negara yang rentan terhadap korupsi. Dalam pengungkapan temuan kasus-kasus korupsi diperlukan adanya kejujuran (integritas) para auditornya sehingga pengungkapan kasusnya akan menjadi transparan dan menjaga rasa keadilan pada masyarakat.

Penelitian ini juga mengindikasikan bahwa auditor sektor publik harus selalu memegang teguh prinsip integritas yang mengharuskannya untuk memiliki kepribadian yang dilandasi oleh unsur kejujuran, keberanian, bijaksana, dan bertanggung jawab untuk membangun kepercayaan publik dan dasar pengambilan keputusan yang andal. Hasil

penelitian ini mendukung penelitian Mabruri dkk. (2010).

  1. Kompetensi

Kompetensi auditor sektor publik diatur dalam kode etik APIP yang terdapat dalam Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (Permenpan) No. PER/05/M.PAN/03/2008 tentang Kode Etik APIP. Prinsip kompetensi menekankan auditor harus memiliki pengetahuan, keahlian, pengalaman dan keterampilan yang diperlukan untuk melaksanakan tugas. Perilaku kompetensi auditor sektor publik antara lain; tugas pengawasan sesuai dengan Standar Audit; selalu meningkatkan kemahiran profesi, keefektifan dan kualitas hasil pekerjaan; menolak untuk melaksanakan tugas apabila tidak sesuai dengan pengetahuan, keahlian, dan keterampilan yang dimiliki.

Kemampuan auditor dalam mendeteksi kesalahan pada laporan keuangan dan melaporkannya pada pengguna laporan keuangan adalah definisi kualitas audit oleh De Angelo (1981). Peluang mendeteksi kesalahan tergantung pada kompetensi auditor, sedangkan keberanian auditor melaporkan adanya kesalahan pada laporan keuangan tergantung pada independensi auditor. Kompetensi diukur dari kemampuan auditor, misalnya tingkat pengalaman, spesialisasi auditor, jam audit, dan lain-lain; sedangkan independensi diukur dari sejauh mana auditor dapat bersikap independen dalam melakukan proses audit dan memberikan opini (Fitriany, 2010). Hasil pemeriksaan audit berupa temuan audit oleh BPK-RI menunjukkan kemampuan auditor dalam mendeteksi kesalahan yang terdapat dalam laporan keuangan yang menunjukkan semakin bagusnya kualitas audit. Kompetensi dan Independensi juga sudah disyaratkan dalam Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) yang merupakan patokan bagi pemeriksa dalam melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan Negara.

#Admin(Muh Amrih)

Referensi:

Ardini, Lilis. 2010. Pengaruh Kompetensi, Independensi, Akuntabilitas, dan Motivasi terhadap Kualitas Audit. Majalah Ekonomi Vol. XX No. 3, hal. 329-349.

Batubara, Rizal Iskandar, 2008. Analisis Pengaruh Latar Belakang Pendidikan, Kecakapan Profesional, Pendidikan Berkelanjutan dan Independensi terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan (Studi Empiris pada Bawasko Medan). Tesis Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

De Angelo, L.E. 1981. Auditor Independence, “Low Balling”, And Disclosure Regulation. Journal Of Accounting And Economics 3. Agustus. Page 113-127

Diana,  Putu, Dkk. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Audit BPK RI Perwakilan Provinsi Bali. e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi S1 (Volume 3 No. 1 Tahun 2015).

Mabruri, Havidz. Jaka Winarna. 2010. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Hasil Audit di Lingkungan Pemerintah Daerah.SNA XIII. Purwokerto

Supriyono. 1988. Pemeriksaan Akuntan (Auditing). Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.

 

Audit Compliance

*Purwanto Wahyudi*

Kepatuhan berarti mengikuti suatu aturan standar atau rambu-rambu yang tertulis dan telah disahkan atau diterbitkan oleh lembaga atau organisasi secara internal atau eksternal perusahaan. Muncul audit kepatuhan (Compliance Audit) yang diatur di statement on Auditing Standars (SAS) adalah untuk membantu perusahaan memastikan kepatuhan perusahaan terhadap aturan baik secara internal (misalnya SOP jam kerja) ataupun eksternal. Ketika melakukan pemeriksaan di dalam sebuah perusahaan audit kepatuhan menjadi program kerja internal audit untuk memastikan kepatuhan (100%) terhadap ketentuan yang berlaku.

Audit Compliance (Kepatuhan) adalah program kerja yang menentukan apakah pihak yang diaudit telah mengikuti prosedur, standar, dan aturan tertentu yang ditetapkan oleh yang berwenang. Menurut Halim (2008:198) pengertian audit kepatuhan adalah utuk menentukan apakah kegiatan financial maupun operasi tertentu dari sautu entitaas sesuai dengan kondisi-kodisi, aturan-aturan dan reguulasi yang telah ditentukan. Audit ini bertujuan untuk menentukan apakah yang diperiksa sesuai dengan kondisi, peraturan, dan undang-undang tertentu. Kriteria-kriteria yang ditetapkan dalam audit kepatuhan berasal dari sumber-sumber yang berbeda.

Audit kepatuhan seringkali dinamakan sebagai audit aktivitas. Audit kepatuhan merupakan suatu tinjauan atas catatan keuangan organisasi untuk menentukan apakah organisasi tersebut telah melaksanakan prosedur –prosedur, kebijakan-kebijakan, atau peraturan yang telah dibuat oleh otoritas yang lebih tinggi. Oleh sebab itu, tujuan audit kepatuhan sudah tentu menentukan apakah klien telah mengikuti prosedur, tata cara, serta peraturan yang dibuat oleh otoritas yang lebih tinggi tersebut. Temuan audit kepatuhan biasanya disampaikan pada seseorang di dalam unit organisasi yang diaudit dan menyampaikan kepada pihak-pihak diluar organisasi yang sifatnya lebih luas. Manajemen adalah pihak pertama atau utama yang menaruh perhatian prosedur-prosedur dan peraturan yang berlaku. Audit jenis ini sebagian besar dilaksanakan oleh auditor yang dipekerjakan pada unit organisasi itu sendiri.

Bahan bacaan

Pedoman audit compliance, inspektoran jenderal kementerian agama RI.

Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting)

*Ahmad

 Sebagai sebuah sistem, perencanaan anggaran negara telah mengalami banyak perkembangan. Sistem perencanaan anggaran negara pada saat ini telah mengalami perkembangan dan perubahan sesuai dengan dinamika manajemen sektor publik dan tuntutan yang muncul di masyarakat, yaitu sistem penganggaran dengan pendekatan New Public Management (NPM).

Munculnya konsep New Public Management (NPM) berpengaruh langsung terhadap konsep anggaran negara pada umumnya. Salah satu pengaruh itu adalah terjadinya perubahan sistem anggaran dari model anggaran tradisional menjadi anggaran yang lebih berorientasi pada kinerja. Kinerja adalah gambaran pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi (Bastian, 2006:274). Setiap kegiatan organisasi harus diukur dan dinyatakan keterkaitannya dengan visi dan misi organisasi. Produk dan jasa akan kehilangan nilai apabila kontribusi produk dan jasa tersebut tidak dikaitkan dengan pencapaian visi dan misi organisasi.

Anggaran dapat diinterpretasikan sebagai paket pernyataan perkiraan penerimaan dan pengeluaran yang diharapkan akan terjadi dalam satu atau beberapa periode mendatang. Anggaran sektor publik adalah rencana kegiatan dan keuangan periodik (biasanya dalam periode tahunan) yang berisi program dan kegiatan dan jumlah dana yang diperoleh (penerimaan/pendapatan) dan dibutuhkan (pengeluaran/belanja) dalam rangka mencapai tujuan organisasi publik.

Sedangkan Penganggaran (budgeting) merupakan aktifitas mengalokasikan sumberdaya keuangan yang terbatas untuk pembiayaan belanja organisasi yang cenderung tidak terbatas (Haryanto, Sahmuddin, Arifuddin: 2007). Dengan demikian, Performance Based Budgeting (Penganggaran Berbasis Kinerja) adalah sistem penganggaran yang berorientasi pada ‘output’ organisasi dan berkaitan sangat erat dengan visi, misi dan rencana strategis organisasi. Ciri utama Performance Based Budgeting adalah anggaran yang disusun dengan memperhatikan keterkaitan antara pendanaan (input) dan hasil yang diharapkan (outcomes), sehingga dapat memberikan informasi tentang efektivitas dan efisiensi kegiatan. (Haryanto, Sahmuddin, Arifuddin: 2007).

Karateristik Anggaran Berbasis Kinerja dalam rangka penerapan Anggaran Berbasis Kinerja menurut Hindri Asmoko (2006) antara lain:

  1. Pengeluaran anggaran didasarkan pada outcome yang ingin dicapai;
  2. Adanya hubungan antara masukan dengan keluaran yang ingin dicapai;
  3. Adanya peranan indikator efisiensi dalam proses penyusunan anggaran berbasis kinerja;
  4. Adanya penyusunan target kinerja dalam anggaran berbasis kinerja.

Dalam rangka penerapan Anggaran Berbasis Kinerja, berdasarkan Pedoman Reformasi Perencanaan dan Penganggaran (2009), terdapat elemen-elemen utama yang harus harus ditetapkan terlebih dahulu yaitu:

 

  1. Visi dan Misi yang hendak dicapai.

Visi mengacu kepada hal yang ingin dicapai dalam jangka panjang sedangkan misi adalah kerangka yang menggambarkan bagaimana visi akan dicapai.

Tujuan merupakan penjabaran lebih lanjut dari visi dan misi. Tujuan harus menggambarkan arah yang jelas serta tantangan yang realisitis. Tujuan yang baik bercirikan, antara lain memberikan gambaran pelayanan utama yang akan disediakan, secara jelas menggambarkan arah organisasi dan program-programnya, menantang namun realistis, mengidentifikasikan obyek yang akan dilayani serta apa yang hendak dicapai.

Sasaran menggambarkan langkah-langkah yang spesifik dan terukur untuk mencapai tujuan. Sasaran akan membantu penyusun anggaran untuk mencapai tujuan dengan menetapkan target tertentu dan terukur. Kriteria sasaran yang baik adalah dilakukan dengan menggunakan kriteria spesifik, terukur, dapat dicapai, relevan, dan ada batasan waktu (specific, measurable, achievable, relevant, timely/SMART) dan yang tidak kalah penting bahwa sasaran tersebut harus mendukung tujuan (support goal). 

Program adalah sekumpulan kegiatan yang akan dilaksanakan sebagai bagian dari usaha untuk mencapai serangkaian tujuan dan sasaran. Program dibagi menjadi kegiatan dan harus disertai dengan target sasaran output dan outcome. Program yang baik harus mempunyai keterkaitan dengan tujuan dan sasaran serta masuk akal dan dapat dicapai.

Kegiatan adalah serangkaian pelayanan yang mempunyai maksud menghasilkan output dan hasil yang penting untuk pencapaian program. Dalam menyusun anggaran berdasarkan kinerja, organisasi ataupun unit organisasi tidak hanya diwajibkan menyusun anggaran atas dasar fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja tetapi juga menetapkan kinerja yang ingin dicapai. Kinerja tersebut antara lain dalam bentuk keluaran (output) dari kegiatan yang akan dilaksanakan dan hasil (outcome) dari program yang telah ditetapkan. Apabila telah ditetapkan prestasi (kinerja) yang hendak dicapai, baru kemudian dihitung pendanaan yang dibutuhkan untuk menghasilkan keluaran atau hasil yang ditargetkan sesuai rencana kinerja.

Dalam Lampiran Peraturan Menteri Keuangan RI No. 102/2008 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan RKA-KL Tahun 2009, penerapan penganggaran berbasis kinerja yang efektif membutuhkan pra-kondisi sebagai berikut:

  • Telah tercipta sebuah lingkungan atau kondisi yang mendukung dan berorientasi pada pencapaian kinerja.
  • Sistem kontrol yang efektif, memerlukan mekanisme akuntabilitas masing-masing pimpinan kementrian/lembaga (managerial accountability).
  • Telah tersedia sistem dan metode akuntansi yang handal sebelum diterapkannya sistem keuangan yang terintegrasi (integrated financial management system).
  • Telah terbentuk sebuah mekanisme pengalokasian sumber daya yang berorientasi pada output.
  • Telah berjalannya sistem audit keuangan yang efektif sebelum audit kinerja (performance audit) dilakukan.

 

http://cybon.blogspot.co.id/2013/02/penganggaran-berbasis-kinerja.html

http://theorykeuangandaerah.blogspot.co.id/2015/12/anggaran-berbasis-kinerja.html