Interaksi Simbolik

Oct 31, 2016

*Suhartono

Defenisi Interaksi Simbolik

Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Herbert Blumer dalam lingkup sosiologi, sebenarnya ide ini telah dikemukakan oleh George Herbert Mead (guru Blumer) yang kemudian dimodifikai oleh Blumer untuk tujuan tertentu.

Interaksi simbolik adalah suatu hubungan yang terjadi secara alami antara manusia dalam masyarakat dan hubungan masyarakat dengan individu. Interaksi yang terjadi antar individu berkembang melalui simbol-simbol yang mereka ciptakan. Realitas sosial merupakan rangkaian peristiwa yang terjadi pada beberapa individu dalam masyarakat. Interaksi yang dilakukan antar individu itu berlangsung secara sadar dan berkaitan dengan gerak tubuh, vokal, suara, dan ekspresi tubuh, yang kesemuanya itu mempunyai maksud dan disebut dengan “simbol”.

Menurut Mead setiap isyarat non verbal (seperti body language, gerak fisik, baju, status, dll) dan pesan verbal (kata-kata, suara, dll) yang dimaknai berdasarkan kesepakatan bersama oleh semua pihak yang terlihat dalam suatu interaksi merupakan satu bentuk symbol yang mempunyai arti yang sangat penting (a significant symbol).

Cooley adalah sosiolog pertama yang menyatakan hidup manusia secara social ditentukan oleh bahasa, interaksi, dan pendidikan. Konsep penting dalam bangunan teori Cooley adalah konsep cermin diri (looking glass self) dan kelompok primer.

Jones memusatkan teorinya atas sifat saling ketergantungan organisasi antar individu dan lingkungan sosialnya. Jones berusaha mengidentifikasi factor-faktor psikologis, biologis, yang dibawa sejak lahir dan menjelaskan perilaku manusia tersebut.

Menurut Dewey, etika dan ilmu, teori dan praktik, berpikir dan bertindak, putusan faktual dan evaluative adalah dua hal yang saling menyatu, tidak bisa dipisahkan. Manusia terlibat dalam proses pengenalan. Manusia tidak menerima begitu saja pengetahuannya dari luar tetapi secara sadar, aktif dan dinamis membentuk pengetahuannya dan tindakannya.

Kuhn lebih menekankan aspek makro/struktur sosial (kelas, sosial, etnik) yang mempengaruhi individu termasuk sikap dan perilaku seksual. Kuhn menekankan bahwa perilaku seseorang merupakan reaksi terhadap keinginan lingkungan sosialnya.

Dalam interaksi simbolik manusia diasumsikan sebagai makhluk yang bertindak atas dasar bagaimana mereka mendefinisikan, menafsirkan dan mengkonseptualisasikan sesuatu atas dasar pengalamannya. Apa yang ada dalam interaksi sosial, baik budaya kebendaan dan atau tindakan sosial, adalah simbol yang bisa ditafsirkan atau didefinisikan, dan berdasarkan hal inilah mereka membangun makna bersama, yang dipakai sebagai pola interaksi di antara mereka. Peneliti interaksi simbolik mencari titik pandang bersama (shared perspektive) atau social consencius yang dimiliki oleh suatu masyarakat.

Interaksi Simbolik dalam Perspektif Sejarah

Interaksi simbolik merupakan salah satu perspektif teori yang baru muncul setelah adanya teori aksi (action theory) sebagaimana di kembangkan oleh Max Weber. Sebagai teori yang baru muncul setelah teori aksi, maka pendekatan yang digunakan juga mengikuti pendekatan Weber dalam teori aksi (action theory).

Teori interaksi simbolik berkembang pertama kali di Chicago University dan dikenal dengan aliran Chicago. Tokoh utama dari teori ini berasil dari berbagai Universitas di luar Chicago, di antaranya John Dewey dan Cooley filosof yang semula mengembangkan teori interaksi simbolik di Michigan University kemudian pindah ke Chicago dan banyak memberi pengaruh kepada W.I. Thomas dan G.H. Mead.

George Herbert Mead lahir tahun 1863 di Massachussets. Umur sebelas tahun ia sekolah di Kolese Oberlin. Setelah lulus, ia mengajar sebentar di sekolah dasar. Pekerjaan itu cuma berlangsung empat bulan karena ia dipecat gara-gara terlalu sering mengusir keluar anak-anak yang suka ribut di sekolah.

Pada tahun 1887, George Herbert Mead masuk Harvard University mengambil filsafat dan psikologi. Lewat gurunya, Josiah Royce, ia menaruh minat besar pada filsafat Hegel. Pada masa-masa itu, Mead bertemu sejumlah orang-orang berpengaruh ataupun sekedar karya mereka, misalnya Willian James, Helen Castle (wanita yang kelak disuntingnya di Berlin), Whilhelm Wui di dengan konsep gerak isyaratnya dan juga G. Stanley Hall, psikolog sosial Amerika. Menjelang akhir hayatnya, Mead sempat berhubungan dengan John Dewey dan Charles Horton untuk suatu alasan akademis.

Mead sangat dipengaruhi oleh teori evolusi Darwin, bahwasanya organisme secara berkelanjutan terlibat dalam usaha penyesuaian diri dengan lingkungannya sehingga organisme itu mengalami perubahan yang terus-menerus, sehingga dia melihat pikiran manusia sebagai sesuatu yang muncul dalam proses evolusi alamiah. Pemunculannya itu memungkinkan manusia untuk menyesuaikan diri secara lebih efektif dengan alam.

Menurut banyak pakar pemikiran George Herbert Mead, sebagai tokoh sentral teori ini, berlandaskan pada beberapa cabang filsafat antara lain pragmatisme, dan behaviorisme.

Pragmatisme, Dirumuskan oleh John Dewey, Wiliam James, Charles Peirce, Josiah Royce, aliran filsafat ini memiliki beberapa pandangan yaitu :

  1. Realitas yang sejati tidak pernah ada di dunia nyata, melainkan secara aktif diciptakan ketika kita bertindak di dan terhadap dunia.
  2. Percaya bahwa manusia mengingat dan melandaskan pengetahuan mereka tentang dunia pada apa yang terbukti berguna bagi mereka.

Behaviorisme. menurut Mead, manusia harus dipahami berdasarkan pada apa yang mereka lakukan. Namun, manusia punya kualitas lain yang membedakannya dengan makhluk lain. Kaum behavioris berkilah bahwa satu-satunya cara sah secara ilmiah untuk memahami semua makhluk lain, termasuk manusia, adalah dengan mengamati perilaku mereka secara langsung dan seksama. Mead menolak gagasan itu, menurutnya pengamatan atas perilaku luar manusia semata menafikan kualitas penting manusia yang berbeda dengan kualitas alam.

Herbert Blumer

Blumer berpendidikan di Universitas Misaouri. Dia mendapatkan gelar B.A. dan M.A. pada tahun 1921 dan 1922 secara berturut-turut. Kemudian, pindah ke Universitas Chicago. Di sini, dia mengalami pengaruh yang kuat tentang pemikiran Mead. Secara lengkap gelar Ph.D-nya didapat pada tahun 1929. Dia tinggal di Chicago untuk beberapa tahun, kemudian pada tahun 1950, dia pindah ke Berkeley, dan menetap selamanya di kota ini. Perhatian intelektualnya berfokus pada psikologi sosial, perilaku kolektif, dan sistem hubungan dengan negara Massachusetis (negara bagian Amerika Serikat). Dia bertanggung jawab terhadap perkembangan istilah interaksi simbolik dan dia membuat kontribusi besar terhadap model ini sebagai teori dalam sosiologi. Karya-karyanya sebagian besar berupa artikel mengenai kerja sama antarnegara, perilaku kolektif, dan sistem hubungan dengan negara Massauchusetis. Bagaimanapun, koleksi karyanya sangat otoritatif, yaitu Interaksi Simbolik, Prespektif dan Metode (1969); karya ini berhubungan dengan diskusi-diskusi kita saat ini.

Blumer sangat memerhatikan perkembangan teori interaksi simbolik tentang masyarakat, interaksi simbolik berhubungan dengan karakter yang ganjil dan jelas, interaksi sebagaimana telah diletakkan di antara manusia. Keganjilan ini terdiri dari timbal balik dan interpretasi simbolik. Sosiologi, menurut perspektif ini, adalah menyangkut proses penafsiran manusia, baik secara individu maupun kelompok, tentang tindakan manusia sebagai masyarakat, sebuah paradigma konseptualisasi masyarakat sebagai sebuah sistem tentang proses penafsiran.

Lingkup Pembahasan Interaksi Simbolik

Pada awal perkembangannya, interaksi simbolik lebih menekankan studinya tentang perilaku manusia pada hubungan interpersonal, bukan pada keseluruhan kelompok atau masyarakat. Proporsi paling mendasar dari interaksi simbolik adalah perilaku dan interaksi manusia itu dapat diperbedakan karena ditampilkan lewat simbol dan maknanya. Mencari makna di balik yang sensual menjadi penting di dalam interaksi simbolik.

Kemudian secara umum, ada enam proporsi yang dipakai dalam konsep interaksi simbolik, yaitu: (1) Perilaku manusia mempunyai makna di balik yang menggejala, (2) Pemaknaan kemanusiaan perlu dicari sumber pada interaksi sosial manusia, (3) Masyarakat manusia itu merupakan proses yang berkembang “holistik, tak terpisah, tidak linier, dan tidak terduga, (4) Perilaku manusia itu berlaku berdasar penafsiran fenomenologi, yaitu berlangsung atas maksud, pemaknaan, dan tujuan, bukan didasarkan atas proses mekanil dan otomatik, (5) Konsep mental manusia itu berkembang dialektik, dan (6) Perilaku manusia itu wajar dan konstruktif reaktif.

Prinsip metodologi interaksi simbolik ini adalah: (1) simbol dan interaksi itu menyatu. Tak cukup bila kita hanya merekam fakta. Kita juga harus mencari yang lebih jauh, yakni mencari konteks sehingga dapat ditangkap simbol dan maknanya, (2) karena simbol dan makna itu tak lepas dari sikap pribadi, maka jati diri subjek perlu dapat ditangkap. Pemahaman mengenai konsep jati diri subjek yang demikian itu adalah penting, (3) peneliti harus sekaligus mengaitkan antara simbol dengan jati diri dengan lingkungan yang menjadi hubungan sosialnya. Konsep jati diri terkait dengan konsep sosiologik tentang struktur sosial, dan lainnya, (4) hendaknya direkam situasi yang menggambarkan simbol dan maknanya, bukan hanya merekam fakta sensual saja, (5) metode-metode yang digunakan hendaknya mampu merefleksikan bentuk perilaku dan prosesnya, (6) metode yang dipakai hendaknya mampu menangkap makna di balik interaksi, dan (7) sensitizing, yaitu sekedar mengarahkan pemikiran itu yang cocok dengan interaksi simbolik dan ketika mulai memasuki lapangan perlu dirumuskan menjadi yang lebih operasional, yakni scientific concepts.

Masyarakat sebagai Interaksi-Simbolis

Interaksionisme-simbolis yang diketengahkan Blumer mengandung sejumlah “root images” atau ide-ide dasar, yang dapat diringkas ebagai berikut:

  1. Masyarakat terdiri dari manusia yang berinteraksi. Kegiatan tersebut saling bersesuaian melalui tindakan bersama, membentuk apa yang dikenal sebagai organisasi atau struktur sosial.
  2. Interaksi terdiri dari berbagai kegiatan manusia yang berhubungan dengan kegiatan manusia lain. Interaksi-interaksi nonsimbolis mencakup stimulus-respon yang sederhana, seperti halnya batuk untuk membersihkan tenggorokan seseorang. Interaksi simbolis mencakup “penafsiran tindakan”. Bila dalam pembicaraan seseorang pura-pura batuk ketika tidak setuju dengan pokok-pokok yang diajukan oleh si pembicara, batuk tersebut menjadi suatu simbol yang berarti, yang dipakai untuk menyampaikan penolakan. Bahasa tentu saja merupakan simbol berarti yang paling umum.
  3. Obyek-obyek, tidak mempunyai makna yang intrinsik; makna lebih merupakan produk interaksi-simbolis. Obyek-obyek dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kategori yang luas: (a) obyek fisik, seperti meja, tanaman, atau mobil; (b) obyek sosial seperti ibu, guru, menteri atau teman; dan (c) obyek abstrak seperti nilai-nilai, hak dan peraturan. Blumer (1969:10-11) membatasi obyek sebagai “segala sesuatu yang berkaitan dengannya”. Dunia obyek: “diciptakan, disetujui, ditransformir dan dikesampingkan” lewat; interaksi-simbolis. Ilustrasi peranan makna yang diterapkan kepada : obyek fisik dapat dilihat dalam perlakuan yang beda terhadap sapi di Amerika Serikat dan di India. Obyek (sapi) sama, tetapi di Amerika sapi dapat berarti makanan, sedang di India sapi dianggap; sakral. Bila dilihat dari perspektif lintas kultural, obyek-obyek fisik; yang maknanya kita ambil begitu saja bisa dianggap terbentuk secara sosial.
  4. Manusia tidak hanya mengenal obyek eksternal, mereka dapat melihat dirinya sebagai obyek. Jadi seorang pemuda dapat melihat dirinya sebagai mahasiswa, suami, dan seorang yang baru saja menjadi ayah. Pandangan terhadap diri sendiri ini, sebagaimana dengan semua obyek, lahir di saat proses interaksi simbolis.
  5. Tindakan manusia adalah tindakan interpretatif yang dibuat olel manusia itu sendiri. Blumer menulis (1969:15) Pada dasarnya tindakan manusia terdiri dari pertimbangan atas berbagai hal yang diketahuinya dan melahirkan serangkaian kelakuan atas dasar bagaimana mereka menafsirkan hal tersebut. Hal-hal yang dipertimbangkan itu mencakup berbagai masalah seperti keinginan dan kemauan, tujuan dan sarana yang tersedi untuk mencapainya, serta tindakan yang diharapkan dari oran lain, gambaran tentang diri sendiri, dan mungkin hasil dari: cai bertindak tertentu.
  6. Tindakan tersebut saling dikaitkan dan disesuaikan oleh anggot anggota kelompok; hal ini disebut sebagai tindakan bersama yang dibatasi sebagai; “organisasi sosial dari perilaku tindakan-tindak berbagai manusia” (Blumer, 1969: 17). Sebagian besar tindakan bersama tersebut berulang-ulang dan stabil, melahirkan apa yang disebut para sosiolog sebagai “kebudayaan” dan “aturan sosial”

Substansi dan Perbincangan Interaksi Simbolik

Mead bermaksud membedakan teori yang dikemukakannya dengan teori behaviorisme. Behaviorisme mempunyai pandangan bahwa perilaku individu adalah sesuatu yang dapat diamati, artinya mempelajari tingkah laku manusia secara objektif dari luar. Interaksi simbolik menurut Mead mempelajari tindakan sosial dengan mempergunakan teknik introspeksi untuk dapat mengetahui sesuatu yang melatarbelakangi tindakan sosial itu dari sudut aktor. Jadi, interaksi simbolik memandang manusia bertindak bukan semata-mata karena stimulus-respons, tetapi juga didasarkan atas makna yang diberikan terhadap tindakan tersebut.

Perspektif tentang masyarakat manusia yang menekankan pada pentingnya bahasa dalam membentuk upaya saling memahami sebagaimana diungkapkan oleh Mead, selanjutnya dirangkum oleh Blumer dalam suatu pernyataai yang dikenal dengan tiga premis interaksi simbolik, yaitu:

  1. Manusia melakukan tindakan terhadap “sesuatu” berdasarkan makna yang dimiliki “sesuatu” tersebut untuk mereka.
  2. Makna dari “sesuatu” tersebut berasal dari atau muncul dari interaksi sosial yang dialami seseorang dengan sesamanya.
  3. Makna-makna yang ditangani dimodifikasi melalui suatu proses interpretatif yang digunakan orang dalam berhubungan dengan “sesuatu” yang ditemui.

Herbert Blumer seorang tokoh modern teori interaksi simbolik, menjelaskan perbedaan antara teori ini dengan behaviorisme sebagai berikut. Menurut Blumer; konsep interaksi simbolik menunjuk kepada sifat khas dari interaksi antar manusia. Kekhasannya adalah bahwa manusia saling menerjemahkan dan mendefinisikan tindakannya, bukan hanya sekedar reaksi belaka dari tindakan seseorang terhadap orang lain. Tanggapan seseorang tidak dibuat secara langsung terhadap tindakan orang lain, tetapi didasarkan atas “makna” yang diberikan terhadap tindakan orang lain tersebut Interaksi antar individu, dihubungkan oleh penggunaan simbol-simbol, interpretasi, atau saling berusaha memahami maksud dari tindakan masing-masing. Jadi, proses interaksi manusia itu bukan suatu proses di mana adanya stimulus secara otomatis dan langsung menimbulkan tanggapan atau respons. Akan tetapi, antara stimulus yang diterima dan respons yang terjadi sesudahnya terdapat proses interpretasi antar aktor. Dengan demikian, proses interpretasi yang menjadi penengah antara stimulus-respons menempati posisi kunci dalam teori interaksi simbolik. Sehingga konsep inilah yang membedakan mereka dengan penganut behaviorisme.

Interaksi Simbolik dalam Kenyataan Sosial

Manusia mempunyai kemampuan untuk menciptakan dan memanipulasi simbol-simbol. Kemampuan itu diperlukan untuk komunikasi antar pribadi dan pikiran subjektif. George Herbert Mead (1863-1931) menyatakan bahwa pikiran atau kesadaran manusia sejalan dengan kerangka evolusi Darwin. Berpikir sama artinya, bagi Mead setara dengan melakukan perjalanan panjang yang berlangsung dalam masa antar generasi manusia yang bersifat subhuman. Dalam “perjalanan” itu, ia terus-menerus terlibat dalam usaha untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya sehingga sangat memungkinkan terjadinya perubahan bentuk atau karakteristiknya.

Komunikasi melalui isyarat-isyarat sederhana adalah bentuk yang paling sederhana dan yang paling pokok dalam berkomunikasi, tetapi manusia tidak terbatas pada bentuk komunikasi ini. Bentuk yang lain adalah komunikasi simbol. Karakteristik khusus dari komunikasi simbol manusia adalah bahwa dia tidak terbatas pada isyarat-isyarat fisik. Sebaliknya, dia menggunakan kata-kata, yakni simbol-simbol suara yang mengandung arti-arti bersama dan bersifat standar. Kemampuan manusia menggunakan simbol suara yang dimengerti bersama memungkinkan perluasan dan penyempurnaan komunikasi jauh melebihi apa yang mungkin melalui isyarat fisik saja.

Simbol juga dipergunakan dalam (proses) berpikir subjektif, terutama simbol-simbol bahasa. Cuma, di sini simbol-simbol itu tidak dipakai secara nyata (covert), yaitu melalui percakapan internal. Serupa dengan itu, secara tidak kelihatan individu itu menunjuk pada dirinya sendiri-mengenai diri atau identitas yang terkandung dalam reaksi-reaksi orang lain terhadap perilakunya. Dengan demikian, maka yang dihasilkan adalah konsep diri yang mencakup kesadaran diri yang dipusatkan pada diri sebagai objeknya.

Manusia dan Makna dalam Perspektif Interaksi Simbolik

Mead memandang realitas sosial dengan kacamata psikologi sosial sebagai suatu proses, bukan statis. Manusia maupun aturan sosial berada dalam proses ‘akan jadi’, bukan sebagai fakta yang sudah lengkap. Mead meneliti bagaimana proses individu menjadi anggota organisasi (masyarakat).

Mead mengawalinya dari diri (self) yang menjalani internalisasi atau interpretasi subjektif atas realitas struktur yang lebih luas. Diri ini berkembang ketika orang belajar “mengambil peranan orang lain” atau masuk ke dalam pertandingan (games) ketimbang permainan (play).

Manusia itu disamping mampu memahami orang lain juga mampu memahami dirinya sendiri. Hal ini ditunjang oleh penguasannya atas bahasa, sebagai simbol terpenting dan isyarat. Karena dengan bahasa dan isyarat itu, seseorang melakukan interaksi simbolik dengan dirinya sendiri.

Bagi Blumer, interaksi simbolik bertumpu pada tiga premis, yaitu (1) manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna-makna yang ada pada sesuatu bagi mereka, (2) Makna tersebut berasal dari “interaksi sosial seseorang dengan orang lain, dan (3) Makna-makna tersebut disempurnakan di saat proses interaksi sosial berlangsung.

Pandangan Herbert Blumer tentang Interaksi Simbolik

Dalam pandangan interaksi simbolik, manusia bukan dilihat sebagai produk yang ditentukan oleh struktur atau situasi objektif, tetapi setidaknya merupakan aktor yang bebas. Pendekatan ini memperhatikan interpretasi subjektif yang dilakukan aktor terhadap stimulus objektif, bukan aksi sebagai tanggapan langsung terhadap stimulus sosial.

Pandangan Blumer tentang interaksi simbolik banyak diilhami oleh gurunya (Herbert Mead). Menurut keduanya, orang tak hanya menyadari orang lain, tetapi juga mampu menyadari dirinya sendiri. Dengan demikian, orang tidak hanya berinteraksi dengan orang lain, tetapi secara simbolik dia juga berinteraksi dengan dirinya sendiri. Interaksi sosial adalah sebuah interaksi antarpelaku dan bukan antar faktor-faktor yang menghubungkan mereka, atau yang membuat mereka berinteraksi. Pada umumnya interaksi simbolik dilakukan dengan menggunakan bahasa dan melalui isyarat Simbol bukan merupakan fakta-fakta yang sudah jadi, tetapi berada dalam proses yang kontinyu. Proses penyampaian makna merupakan fokus kajian interaksi simbolik. Ciri-ciri interaksi simbolik adalah pada konteks simbol, sebab mereka mencoba mengerti makna atau maksud dari suatu aksi yang dilakukan antara yang satu dengan yang lain. Dalam berinteraksi, orang belajar memahami simbol-simbol konvensional dan berusaha menggunakannya sehingga mampu memahami peranan aktor-aktor yang lainnya.

Teori interaksi simbolik merujuk pada karakter interaksi khusus yang berlangsung antar manusia. Aktor tidak semata-mata bereaksi terhadap tindakan yang lain, tetapi dia menafsirkan dan mendefinisikan setiap tindakan orang lain. Respons aktor baik secara langsung maupun tidak langsung selalu didasarkan atas penilaian makna tersebut. Untuk itu, interaksi manusia dijembatani oleh penggunaan simbol-simbol penafsiran atau dengan menemukan makna tindakan orang lain.

Menurut Blumer, aktor akan memilih, memeriksa, berpikir, mengelompokkan, dan mentransformasikan makna dalam kaitannya dengan situasi di mana dan ke mana arah tindakannya. Individu bukan dikelilingi oleh lingkungan objek-objek potensial yang mempermainkannya dan membentuk perilakunya, tetapi individu membentuk objek-objek itu. Individu berupaya mengkreasi objek-objek yang berbeda, memberinya arti, menilai kesesuaiannya dengan tindakan, dan mengambil keputusan berdasarkan penilaian tersebut.

 

Daftar Pustaka

Ahmadi, Dadi. 2008. Interaksi Simbolik: Suatu Pengantar. Jurnal Mediator, Vol.9 No.2 – Desember, hal. 301-316.

Anonym. Jurnal tidak terpublikasi Universitas Sumatera Utara.

Atmadja, Anantawikrama Tungga. 2013. Pergulatan Metodologi dan Penelitian Kualitatif dalam Ranah Ilmu Akuntansi. Jurnal Akuntansi Profesi Vol. 3 No.2 – Desember, hal. 122 -141.

Riharjo, Ikhsan Budi. 2011. Memahami Paradigma Penelitian Non-Positivisme dan Implikasinya dalam Penelitian Akuntansi. Jurnal Akuntansi, Manajemen Bisnis, dan Sektor Publik (JAMBSP) Vol.8 No.1 – Oktober , hal. 128-146.

Sukidin, Basrowi. 2002. Metode Penelitian Kualitatif Perspektif Mikro. Surabaya: Insan Cendekia.

Poloma, Margaret M. 2013. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: Rajawali Pers.

Kahmad, Dadang. 2005. Perkembangan dan Paradigma Utama: Teori Sosiologi. Bandung: Pustaka Setia.

http://mika-punya.blogspot.com/2012/05/teori-simbolik.html

 

spi_admin

spi_admin

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

nineteen − 2 =