AUDIT SEKTOR PUBLIK: PENGANTAR

Oleh : Ahmad Zainuddin

 

Dalam rangka mewujudkan good governance, maka audit pada organisasi sektor publik menjadi sangat penting, karena hal ini merupakan bentuk tanggung jawab sektor publik terhadap anggaran yang telah digunakan sehingga dapat diketahui pemanfaatan anggaran tersebut telah dilaksanakan sesuai prosedur dan standar atau tidak.

Audit yang dilakukan pada sektor publik berbeda dengan yang dilakukan pada sektor swasta. Perbedaan tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan latar belakang institusional dan hukum, dimana audit sektor publik pemerintah mempunyai prosedur dan tanggung jawab yang berbeda serta peran yang lebih luas dibanding audit sektor swasta (Wilopo, 2001).

Audit pada organisasi sektor publik oleh Bastian (2014) didefinisikan sebagai suatu proses sistematik secara objektif untuk melakukan pengujian keakuratan dan kelengkapan informasi yang disajikan dalam suatu laporan keuangan organisasi sektor publik. Audit organisasi sektor publik dimaksudkan untuk memberikan keyakinan yang memadai bahwa laporan keuangan yang diperiksa telah mematuhi prinsip akuntansi berterima umum, peraturan perundang-undangan dan pengendalian intern serta kegiatan operasi organisasi sektor publik dilaksanakan secara efisien, ekonomis, dan efektif.

UUD 1945 mengamanatkan pemeriksaan tentang pengelolaan dan tanggungjawab keuangan Negara kepada sebuah lembaga Negara yang independen, yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). BPK bertugas melakukan audit pada organisasi sektor publik pemerintah. BPK berkedudukan di tingkat pusat dan tingkat provinsi. Hasil pemeriksaan BPK diserahkan kepada lembaga perwakilan DPR atau DPRD sesuai dengan kewenangannya untuk ditindaklanjuti.

Pasal 31 ayat (2) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan yang menyatakan dalam melaksanakan tugasnya Badan Pemeriksa Keuangan berwenang/berkewajiban menetapkan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) setelah berkonsultasi dengan Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah yang wajib digunakan dalam pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab Keuangan Negara.

Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) ini ditetapkan dengan peraturan BPK Nomor 01 Tahun 2007 sebagaimana amanat UU yang ada. Dengan demikian, sejak ditetapkannya Peraturan BPK ini dan dimuatnya dalam Lembaran Negara, SPKN ini akan mengikat BPK maupun pihak lain yang melaksanakan pemeriksaan keuangan negara untuk dan atas nama BPK.

Berdasarkan UU No. 15 Tahun 2004 dan SPKN, terdapat tiga jenis pemeriksaan yang dilakukan oleh pemeriksa keuangan negara, yaitu:

  1. Pemeriksaan Keuangan, yaitu pemeriksaan atas laporan keuangan yang bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai (reasonable assurance) apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia atau basis akuntansi komprehensif selain prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
  2. Pemeriksaan Kinerja, yaitu pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara yang terdiri atas pemeriksaan aspek ekonomi dan efisiensi serta pemeriksaan aspek efektivitas. Dalam melakukan pemeriksaan kinerja, pemeriksa juga menguji kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang undangan serta pengendalian intern. Pemeriksaan kinerja dilakukan secara obyektif dan sistematik terhadap berbagai macam bukti, untuk dapat melakukan penilaian secara independen atas kinerja entitas atau program/kegiatan yang diperiksa.
  3. Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu, yaitu pemeriksaan yang bertujuan untuk memberikan simpulan atas suatu hal yang diperiksa. Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu dapat bersifat eksaminasi (examination), reviu (review), atau prosedur yang disepakati (agreed-upon procedures). Pemeriksaan dengan tujuan tertentu meliputi antara lain pemeriksaan atas hal-hal lain di bidang keuangan, pemeriksaan investigatif, dan pemeriksaan atas sistem pengendalian intern.