UNSUR-UNSUR KUALITAS LAPORAN

*Ahmad

 

Pernyataan standar pelaporan ketiga adalah: “Laporan hasil pemeriksaan harus tepat waktu, lengkap, akurat, obyektif,  meyakinkan, serta jelas, dan seringkas mungkin”.

Tepat Waktu

Agar suatu informasi bermanfaat secara maksimal, maka laporan  hasil pemeriksaan harus tepat waktu. Laporan yang dibuat dengan hati-hati tetapi terlambat disampaikan, nilainya menjadi kurang bagi pengguna laporan hasil pemeriksaan. Oleh karena itu, pemeriksa harus merencanakan  penerbitan laporan tersebut secara semestinya dan melakukan pemeriksaan

dengan dasar pemikiran tersebut.

Selama pemeriksaan berlangsung, pemeriksa harus  mempertimbangkan adanya laporan hasil pemeriksaan sementara untuk hal yang signifikan kepada pejabat entitas yang diperiksa terkait. Laporan hasil pemeriksaan sementara tersebut bukan merupakan pengganti laporan hasil pemeriksaan akhir, tetapi mengingatkan kepada pejabat terkait terhadap hal yang membutuhkan perhatian segera dan memungkinkan pejabat tersebut untuk memperbaikinya sebelum laporan hasil pemeriksaan akhir diselesaikan.

Lengkap

Agar menjadi lengkap, laporan hasil pemeriksaan harus memuat semua informasi dari bukti yang dibutuhkan untuk memenuhi tujuan pemeriksaan, memberikan pemahaman yang benar dan memadai atas hal yang dilaporkan, dan memenuhi persyaratan isi laporan hasil pemeriksaan. Hal ini juga berarti bahwa laporan hasil pemeriksaan harus memasukkan informasi mengenai latar belakang permasalahan secara memadai.

Laporan harus memberikan perspektif yang wajar mengenai aspek kedalaman dan signifikansi temuan pemeriksaan, seperti frekuensi terjadinya penyimpangan dibandingkan dengan jumlah kasus atau transaksi yang diuji, serta hubungan antara temuan pemeriksaan dengan kegiatan entitas yang diperiksa tersebut. Hal ini diperlukan agar pembaca memperoleh pemahaman yang benar dan memadai.

Umumnya, satu kasus kekurangan/kelemahan saja tidak cukup untuk mendukung suatu simpulan yang luas atau rekomendasi yang berhubungan dengan simpulan tersebut. Satu kasus itu hanya dapat diartikan sebagai adanya kelemahan, kesalahan atau kekurangan data pendukung oleh karenanya informasi yang terinci perlu diungkapkan dalam laporan hasil pemeriksaan untuk meyakinkan pengguna laporan hasil pemeriksaan tersebut.

Akurat

Akurat berarti bukti yang disajikan benar dan temuan itu disajikan  dengan tepat. Perlunya keakuratan didasarkan atas kebutuhan untuk memberikan keyakinan kepada pengguna laporan hasil pemeriksaan bahwa apa yang dilaporkan memiliki kredibilitas dan dapat diandalkan. Satu  ketidakakuratan dalam laporan hasil pemeriksaan dapat menimbulkan keraguan atas keandalan seluruh laporan tersebut dan dapat mengalihkan perhatian pengguna laporan hasil pemeriksaan dari substansi laporan tersebut. Demikian pula, laporan hasil pemeriksaan yang tidak akurat dapat merusak kredibilitas organisasi pemeriksa yang menerbitkan laporan hasil  pemeriksaan dan mengurangi efektivitas laporan hasil pemeriksaan.

Laporan hasil pemeriksaan harus memuat informasi, yang  didukung oleh bukti yang kompeten dan relevan dalam kertas kerja  pemeriksaan. Apabila terdapat data yang signifikan terhadap temuan  pemeriksaan tetapi pemeriksa tidak melakukan pengujian terhadap data  tersebut, maka pemeriksa harus secara jelas menunjukkan dalam laporan hasil pemeriksaannya bahwa data tersebut tidak diperiksa dan tidak membuat  temuan atau rekomendasi berdasarkan data tersebut.

Bukti yang dicantumkan dalam laporan hasil pemeriksaan harus  masuk akal dan mencerminkan kebenaran mengenai masalah yang dilaporkan. Penggambaran yang benar berarti penjelasan secara akurat tentang lingkup dan metodologi pemeriksaan, serta penyajian temuan yang konsisten dengan lingkup pemeriksaan. Salah satu cara untuk meyakinkan bahwa laporan hasil pemeriksaan telah memenuhi standar pelaporan adalah dengan menggunakan proses pengendalian mutu, seperti proses referensi. Proses Referensi adalah proses dimana seorang pemeriksa yang tidak terlibat dalam proses pemeriksaan tersebut menguji bahwa suatu fakta, angka, atau tanggal telah dilaporkan dengan benar, bahwa temuan telah didukung dengan dokumentasi pemeriksaan, dan bahwa simpulan dan rekomendasi secara logis didasarkan pada data pendukung.

Obyektif

Obyektivitas berarti penyajian seluruh laporan harus seimbang dalam isi dan nada. Kredibilitas suatu laporan ditentukan oleh penyajian bukti yang tidak memihak, sehingga pengguna laporan hasil pemeriksaan dapat diyakinkan oleh fakta yang disajikan.

Laporan hasil pemeriksaan harus adil dan tidak menyesatkan. Ini  berarti pemeriksa harus menyajikan hasil pemeriksaan secara netral dan menghindari kecenderungan melebih-lebihkan kekurangan yang ada. Dalam menjelaskan kekurangan suatu kinerja, pemeriksa harus menyajikan penjelasan pejabat yang bertanggung jawab, termasuk pertimbangan atas  kesulitan yang dihadapi entitas yang diperiksa.

Nada laporan harus mendorong pengambil keputusan untuk  bertindak atas dasar temuan dan rekomendasi pemeriksa. Meskipun temuan pemeriksa harus disajikan dengan jelas dan terbuka, pemeriksa harus ingat bahwa salah satu tujuannya adalah untuk meyakinkan, dan cara terbaik untuk itu adalah dengan menghindari bahasa laporan yang menimbulkan adanya  sikap membela diri dan menentang dari entitas yang diperiksa. Meskipun kritik terhadap kinerja yang telah lalu seringkali dibutuhkan, laporan hasil pemeriksaan harus menekankan perbaikan yang diperlukan.

Meyakinkan

Agar meyakinkan, maka laporan harus dapat menjawab tujuan pemeriksaan, menyajikan temuan, simpulan, dan rekomendasi yang logis. Informasi yang disajikan harus cukup meyakinkan pengguna laporan untuk mengakui validitas temuan tersebut dan manfaat penerapan rekomendasi. Laporan yang disusun dengan cara ini dapat membantu pejabat yang bertanggung jawab untuk memusatkan perhatiannya atas hal yang memerlukan perhatian itu, dan dapat membantu untuk melakukan perbaikan sesuai rekomendasi dalam laporan hasil pemeriksaan.

Jelas

Laporan harus mudah dibaca dan dipahami. Laporan harus ditulis dengan bahasa yang jelas dan sesederhana mungkin. Penggunaan bahasa yang lugas dan tidak teknis sangat penting untuk menyederhanakan penyajian. Jika digunakan istilah teknis, singkatan, dan akronim yang tidak begitu dikenal, maka hal itu harus didefinisikan dengan jelas. Akronim agar digunakan sejarang mungkin.

Apabila diperlukan, pemeriksa dapat membuat ringkasan laporan untuk menyampaikan informasi yang penting sehingga diperhatikan oleh pengguna laporan hasil pemeriksaan. Ringkasan tersebut memuat jawaban terhadap tujuan pemeriksaan, temuan-temuan yang paling signifikan, dan rekomendasi.

Pengorganisasian laporan secara logis, keakuratan dan ketepatan dalam menyajikan fakta, merupakan hal yang penting untuk memberi kejelasan dan pemahaman bagi pengguna laporan hasil pemeriksaan. Penggunaan judul, sub judul, dan kalimat topik (utama) akan membuat laporan lebih mudah dibaca dan dipahami. Alat bantu visual (seperti gambar, bagan, grafik, dan peta) dapat digunakan untuk menjelaskan dan memberikan resume terhadap suatu masalah yang rumit.

Ringkas

Laporan yang ringkas adalah laporan yang tidak lebih panjang dari yang diperlukan untuk menyampaikan dan mendukung pesan. Laporan yang terlalu rinci dapat menurunkan kualitas laporan, bahkan dapat menyembunyikan pesan yang sesungguhnya dan dapat membingungkan atau mengurangi minat pembaca. Pengulangan yang tidak perlu juga harus  dihindari. Meskipun banyak peluang untuk mempertimbangkan isi laporan, laporan yang lengkap tetapi ringkas, akan mencapai hasil yang lebih baik.

 

 

Peraturan BPK RI No. 1 Tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara. Badan Pemeriksa Keuangan

Pelaporan Audit

*Purwanto Wahyudi*

Pengertian laporan audit

Laporan audit adalah media formal yang digunakan oleh auditor dalam mengkomunikasikan kepada pihak yang berkepentingan tentang kesimpulan atas laporan keuangan yang di audit. Dalam menerbitkan laporan audit, auditor harus memenuhi empat standar pelaporan yang ditetapkan dalam standar auditing yang berlaku umum.(

Laporan audit adalah suatu media yang dipakai oleh auditor dalam berkomunikasi dengan masyarakat lingkungannya. Dalam laporan tersebut auditor menyatakan pendapatnya mengenai kewajaran laporan keuangan auditan.(Mulyadi)

Laporan hasil audit adalah merupakan salah satu tahap paling penting dan akhir dari suatu pekerjaan audit. Dalam setiap tahap audit akan selalu terdapat dampak psikologis bagi auditor maupun auditee. Dampak psikologis dalam tahapan persiapan audit dan pelaksanaan audit dapat ditanggulangi pada waktu berlangsungnya audit. Tetapi dampak psikologis dari laporan hasil audit, penanggulangannya akan lebih sulit karena:

  1. Waktu audit sudah selesai
  2. Laporan merupakan salah satu bentuk komunikasi tertulis, formal, sehingga auditor tidak dapat mengetahui reaksi auditee secara langsung
  3. Laporan telah didistribusikan kepada berbagai pihak sehingga semakin banyak pihak yang terlibat.

 

Karakteristik yang harus dipenuhi oleh suatu laporan hasil audit yang baik ialah:

  1. Arti Penting

Hal – hal yang dikemukan dalam laporan hasil audit harus merupakan hal yang menurut pertimbangan auditor cukup penting untuk dilaporkan. Hal ini perlu ditekankan agar ada jaminan bahwa penerima laporan yang waktunya sangat terbatas akan menyempatkan diri untuk membaca laporan tersebut.

  1. Tepat-waktu dan kegunaan laporan

Kegunaan laporan merupakan hal yang sangat penting. Untuk itu, laporan harus tepat waktu dan disusun sesuai dengan minat serta kebutuhan penerimaan laporan, terlepas dari maksud apakah laporan ditujukan untuk memberikan informasi atau guna merangsang dilakukannya tindakan konstruktif.

  1. Ketepatan dan kecukupan bukti pendukung

Ketepatan laporan diperlukan untuk menjaga kewajaran dan sikap tidak memihak sehingga memberikan jaminan bahwa laporan dapat diandalkan kebenarannya. Laporan harus bebas dari kekeliruan fakta maupun penalaran. Semua fakta yang disajikan dalam laporan harus didukung dengan bukti–bukti objektif dan cukup, guna membuktikan ketepatan dan kelayakan hal-hal yang dilaporkan.

  1. Sifat menyakinkan

Temuan, kesimpulan dan rekomendasi harus disajikan secara menyakinkan dan dijabarkan secara logis dari fakta–fakta yang ditemukan. Informasi yang disertakan dalam laporan harus mencukupi agar menyakinkan pihak penerima laporan tentang pentingnya temuan–temuan, kelayakan kesimpulan serta perlunya menerima rekomendasi yang diusulkan.

  1. Objektif

Laporan hasil audit harus menyajikan temuan–temuan secara objektif tanpa prasangka, sehingga memberikan gambaran (perspektif) yang tepat.

  1. Jelas dan sederhana

Agar dapat melaksanakan fungsi komunikasi secara efektif, pelaporan harus disajikan sejelas dan sesederhana mungkin. Ungkapan dan gaya bahasa yang berlebihan harus dihindari. Apabila terpaksa menggunakan istilah–istilah teknis atau singkatan–singkatan yang tidak begitu lazim, harus didefinisikan secara jelas.

  1. Ringkas

Laporan hasil audit tidak boleh lebih panjang dari pada yang diperlukan, tidak boleh terlalu banyak dibebani rincian (kata-kata, kalimat, pasal atau bagian-bagian) yang tidak secara jelas berhubungan dengan pesan yang ingin disampaikan, karena hal ini dapat mengalihkan perhatian pembaca, menutupi pesan yang sesungguhnya, membingungkan atau melenyapkan minat pembaca laporan.

  1. Lengkap

Walaupun laporan sedapat mungkin harus ringkas namun kelengkapannya harus tetap dijaga, karena keringkasan yang tidak informative bukan suatu hal yang baik. Laporan harus mengandung informasi yang cukup guna mendukung diperolehnya pengertian yang tepat mengenai hal-hal yang dilaporkan. Untuk itu perlu diserahkan informasi mengenai latar belakang dai pokok-pokok persoalan yang dikemukakan dan memberikan tanggapan positif terhadap pandangan-pandangan pihak objek audit atau pihak lain yang terkait. Dalam bahasa yang lain, dapat dinyatakan bahwa laporan hasil audit seyogyanya mempunyai karakteristik: accurate, clear and concise, complete, objective, constructive, dan prompt.

  1. Nada yang konstruktif

Sejalan dengan tujuan untuk memperbaiki atau meningkatkan mutu pelaksanaan kegiatan dari objek audit, maka laporan hasil audit harus disusun dengan nada konstruktif sehingga membangkitkan reaksi positif terhadap temuan dan rekomendasi yang diajukan.

 

Bahan bacaan

http://suryaditandra.blogspot.sg/2015/06/pelaporan-dan-komunikasi-audit.html

 

TANGGUNG JAWAB PEMERIKSA

*Ahmad

Pemeriksa secara profesional bertanggung jawab merencanakan dan melaksanakan pemeriksaan untuk memenuhi tujuan pemeriksaan. Dalam melaksanakan tanggung jawab profesionalnya, pemeriksa harus memahami prinsip-prinsip pelayanan kepentingan publik serta menjunjung tinggi integritas, obyektivitas, dan independensi. Pemeriksa harus memiliki sikap untuk melayani kepentingan publik, menghargai dan memelihara kepercayaan publik, dan mempertahankan profesionalisme. Tanggung jawab ini sangat penting dalam pelaksanaan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Untuk itulah Standar Pemeriksaan ini memuat konsep akuntabilitas yang merupakan landasan dalam pelayanan kepentingan publik.

Pemeriksa harus mengambil keputusan yang konsisten dengan kepentingan publik dalam melakukan pemeriksaan. Dalam melaksanakan tanggung jawab profesionalnya, pemeriksa mungkin menghadapi tekanan dan atau konflik dari manajemen entitas yang diperiksa, berbagai tingkat jabatan pemerintah, dan pihak lainnya yang dapat mempengaruhi obyektivitas dan independensi pemeriksa. Dalam menghadapi tekanan dan atau konflik tersebut, pemeriksa harus menjaga integritas dan menjunjung tinggi tanggung jawab kepada publik.

Untuk mempertahankan dan memperluas kepercayaan publik, pemeriksa harus melaksanakan seluruh tanggung jawab profesionalnya dengan derajat integritas yang tertinggi. Pemeriksa harus profesional, obyektif, berdasarkan fakta, dan tidak berpihak. Pemeriksa harus bersikap jujur dan terbuka kepada entitas yang diperiksa dan para pengguna laporan hasil pemeriksaan dalam melaksanakan pemeriksaannya dengan tetap memperhatikan batasan kerahasiaan yang dimuat dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Pemeriksa harus berhati-hati dalam menggunakan informasi yang diperoleh  selama  melaksanakan  pemeriksaan.  Pemeriksa  tidak  boleh menggunakan informasi tersebut diluar pelaksanaan pemeriksaan kecuali ditentukan lain.

Pelayanan dan kepercayaan publik harus lebih diutamakan di atas kepentingan pribadi. Integritas dapat mencegah kebohongan dan pelanggaran prinsip tetapi tidak dapat menghilangkan kecerobohan dan perbedaan pendapat. Integritas mensyaratkan pemeriksa untuk memperhatikan jenis dan nilai-nilai yang terkandung dalam standar teknis dan etika. Integritas juga mensyaratkan agar pemeriksa memperhatikan prinsip-prinsip obyektivitas dan independensi.

Pemeriksa harus obyektif dan bebas dari benturan kepentingan (conflict of interest) dalam menjalankan tanggung jawab profesionalnya. Pemeriksa juga bertanggung jawab untuk mempertahankan independensi dalam sikap mental (independent in fact) dan independensi dalam penampilan perilaku (independent in appearance) pada saat melaksanakan pemeriksaan. Bersikap obyektif merupakan cara berpikir yang tidak memihak, jujur secara intelektual, dan bebas dari benturan kepentingan. Bersikap independen berarti menghindarkan hubungan yang dapat mengganggu sikap mental dan penampilan obyektif pemeriksa dalam melaksanakan pemeriksaan. Untuk mempertahankan obyektivitas dan independensi maka diperlukan penilaian secara terus-menerus terhadap hubungan pemeriksa dengan entitas yang

diperiksa.

Pemeriksa bertanggung jawab untuk menggunakan pertimbangan profesional dalam menetapkan lingkup dan metodologi, menentukan  pengujian dan prosedur yang akan dilaksanakan, melaksanakan pemeriksaan,  dan melaporkan hasilnya. Pemeriksa harus mempertahankan integritas dan obyektivitas pada saat melaksanakan pemeriksaan untuk mengambil  keputusan yang konsisten dengan kepentingan publik. Dalam melaporkan  hasil pemeriksaannya, pemeriksa bertanggung jawab untuk mengungkapkan  semua hal yang material atau signifikan yang diketahuinya, yang apabila tidak  diungkapkan dapat mengakibatkan kesalahpahaman para pengguna laporan  hasil pemeriksaan, kesalahan dalam penyajian hasilnya, atau menutupi  praktik-praktik yang tidak  patut atau tidak sesuai dengan ketentuan  peraturan perundang-undangan.

Pemeriksa bertanggung jawab untuk membantu manajemen dan  para pengguna laporan hasil pemeriksaan lainnya untuk memahami tanggung  jawab pemeriksa berdasarkan Standar Pemeriksaan dan cakupan pemeriksaan  yang ditentukan berdasarkan ketentuan peraturan  perundang-undangan. Dalam rangka membantu pihak manajemen dan para pengguna laporan hasil  pemeriksaan lainnya memahami tujuan, jangka waktu dan data yang  diperlukan dalam pemeriksaan, pemeriksa harus mengkomunikasikan  informasi yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan pemeriksaan tersebut kepada pihak-pihak yang terkait selama tahap perencanaan pemeriksaan.

 

 

Peraturan BPK RI No. 1 Tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara. Badan Pemeriksa Keuangan

 

Kertas Kerja Audit

*Purwanto Wahyudi*

Pengertian Kertas Kerja

Kertas kerja adalah catatan-catatan yang diselenggarakan auditor mengenai prosedur audir yang ditempuhnya, pengujian yang dilakukanya, informasi yang diperolehnya, dan kesimpulan yang dibuatnya berkenaan dengan pelaksanaan audit. Oleh karena itu  pembuatan dan penyimpanan kertas kerja merupakan pekerjaan yang penting dalam audit. Sebagian besar informasi yang disediakan klien untuk auditor merupakan inforamsi yang bersifat rahasia. Oleh karena itu, auditor harus memberikan jaminan kerahasiaan informasi yang diberikan oleh klien. Hal ini sesuai dengan kode etik Akuntan Indonesia pasal 19 yang berbuyi:

Seorang akuntan publik harus menjaga kerahasiaan informasi yang diperolehnya selama penugasan professional dan tdak boleh terlibat dalam pengungkapan fakta atau informasi tersebut, biala ia tidak memperoleh ijin khusus dari klien bersangkutan, kecuali jika dikehendaki oleh hukum, atau Negara atau profesionalnya.

Kegunaan kertas kerja Audit

Kegunaan kertas kerja audit adalah sebagai berikut:

  1. Bahan bukti dalam memebrikan pendapat dan saran perbaikan (audit report).
  2. Membantu dalam merencanakan, menjalankan, dan mereview proses audit.
  3. Memungkinkan atasan untuk langsung menilai bahwa pekerjaan yang didelegasikan telah dilaksanakan dengan baik.
  4. Membantu auditor untuk menilai hasil kerja yang telah dilakukan sesuai dengan rencana, dan mencangkup semua aspek finansial serta operasional yang dapat dijadikan pedoman untuk memebrikan pendapat dan saran perbaikan.
  5. Sebagai dasar bahwa prosedur audit telah diikuti, pengujian telah dilakukan, sebab-sebab masalah diketahui, dan akibat dari masalah diungkapkan untuk mendukung pendapat (opini) dan saran (perbaikan yang diberikan).
  6. Memungkinkan staf auditor lain untuk dapat menyesuaikan dengan tugas yang diberikan dari periode ke periode sesuai dengan rencana penggatian staf audit.
  7. Sebagai alat bantu untuk mengembangkan profesionalisme bagi Internal Audit Division.
  8. Menunjukkan kepada pihak lain bahwa suatu pekerjaan audit telah dilaksanakan sesuai dengan standar keahlian yang dimiliki oleh staf audit hingga laporan evaluasi akhir yang sesuai dengan “audit proses”.

Cara Membuat Kertas Kerja yang Baik

Kecakapan teknis dan keahlian profesional seorang auditor independen agar tercermin pada kertas kerja yang dibuatnya. Untuk membuktikan bahwa seseorang merupakan auditor yang kompeten, ia harus dapat menghasilkan kertas kerja yang benar-benar bermanfaat.  Untuk memenuhi tujuan ini ada lima faktor cara membuat kertas kerja yang baik yang harus diperhatikan, yaitu:

  1. Kertas kerja harus lengkap dalam arti:
  • Berisi semua informasi yang pokok. Auditor harus dapat menentukan komposisi semua data penting yang harus dicantumkan dalam kertas kerja.
  • Tidak memerlukan tambahan penjelasan secara lisan. Kertas kerja harus dapat “berbicara” sendiri, harus berisi informasi yang lengkap, tidak berisi informasi yang masih belum jelas atau pertanyaan yang belum terjawab.
  1. Dalam pembuatan kertas kerja, auditor harus memperhatikan ketelitian dalam penulisan dan perhitungan sehingga kertas kerjanya bebas dari kesalahan tulis dan perhitungan.
  2. Kertas kerja harus dibatasi pada informasi yang pokok saja dan yang relevan dengan tujuan audit yang dilakukan serta disajikan secara ringkas. Analisis yang dilakukan oleh auditor harus merupakan ringkasan dan penafsiran data dan bukan hanya merupakan penyalinan catatan klien ke dalm kertas kerja.
  3. Kejelasan dalam menyajikan informasi kepada pihak-pihak yang akan memeriksa kertas kerja perlu diusahakan oleh auditor. Penyajian informasi secara sistematik perlu dilakukan.
  4. Kerapian dalam pembuatan kertas kerja dan keteraturan penyusunan kertas kerja akan membantu auditor senior dalam me-review hasil pekerjaan stafnya serta memudahkan auditor dalam memperoleh informasi dari kertas kerja tersebut.

Isi Kertas Kerja

Kertas kerja merupakan bukti dilaksanakanya standar auditing , dan program audit yang telah ditetapkan. Kuantitas, tipe, dan isi kertas kerja dapat saja bervariasi tergantung pada keadaan yang dihadapi oleh auditor. Namun demikian kertas kerja harus cukup memperlihatkan bahwa catatan akuntansi cocok dengan laporan keuangan atau informasi lain yang dilaporkanserta standar auditing yang dapat diterapkan telah dilaksanakan.

Dalam SA339 dikemukakan bahwa kertas kerja biasanya berisi dokumentasi yang memperlihatkan:

  1. Pemeriksaan telah direncanakan dan disupervisi dengan baik, yang menunjukkan dilaksanakanya standar pekerjaan lapangan yang pertama
  2. Pemahaman yang memadai atas struktur pengendalian intern telah diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat dan lingkup pengujian yang telah dilakukan
  3. Bukti audit telah diperoleh, prosedur pemeriksaan yang telah diterapkan dan pengujian yang telah dilaksanakan, yang memberikan bukti kompeten yang cukup sebagai dasar yang mmemadai untuk menyatakan pendapat ataas laporan keuangan auditan, yang menunjukkan dilaksanakanya standar audit pekerjaan lapangan yang ketiga.

Tanggung Jawab Auditor Atas Kertas Kerja Audit

Audit atas laporan keuangan harus didasarkan atas standar auditing yang ditetapkan IAI. Standar pekerjaan lapangan mengharuskan auditor melakukan perencanaan dan penyupervisian terhadap audit yang dilaksanakan, memperoleh pemahaman atas pengendalian intern, dan mengumpulkan bukti kompeten yang cukup melalui berbagai prosedur audit. Kertas kerja merupakan sarana yang dilakukan oleh auditor untuk membuktikan bahwa standar pekerjaan lapangan tersebut dipatuhi.

Dalam melakukan auditnya, auditor harus memperoleh kebebasan dari klien dalam mendapatkan informasi yang diperlukan untuk kepentingan auditnya. Pembatasan terhadap kebebasan auditor dalam menentukan tipe bukti yang diperlukan dan prosedur audit yang dilaksanakan oleh auditor akan berdampak terhadap kompetensi dan kecukupan bukti yang diperlukan auditor sebagai dasar bagi auditor untuk merumuskan pendapatnya atas laporan keuangan klien. Sebagai akibatnya, kompetensi dan kecukupan bukti audit yang diperoleh auditor akan mempengaruhi pendapat auditor atas laporan keuangan auditan.

Kertas kerja adalah milik kantor akuntan publik, bukan milik klien atau milik pribadi auditor. Namun, hak kepemilikan kertas kerja oleh kantor akuntan publik masih tunduk pada pembatasan-pembatasan yang diatur dalam Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik yang berlaku, untuk menghindari penggunaan hal-hal yang bersifat rahasia oleh auditor untuk tujuan yang tidak semestinya. Hampir semua informasi yang diperoleh audit dicatat dalam kertas kerja, maka bagi auditor, kertas kerja merupakan hal yang bersifat rahasia.

SA Seksi paragraf 08 mengatur bahwa auditor harus menerapkan prosedur memadai untuk menjaga keamanan kertas kerja dan harus menyimpannya sekurang-kurangnya 10 tahun, sehingga dapat memenuhi kebutuhan praktiknya dan ketentuan-ketentuan yang berlaku mengenai penyimpanan dokumen. Karena sifat kerahasiaan yang melekat pada kertas kerja, auditor harus menjaga kertas kerja dengan cara mencegah terungkapnya informasi yang tercantum dalam kertas kerja kepada pihak-pihak yang tidak diinginkan. Misalnya, klien memberitahukan kepada auditor untuk merahasiakan informasi mengenai gaji direksi, manajer, dan aspek lain usaha perusahaan, maka auditor tidak boleh melanggar pesan klien tersebut dengan mengungkapkan informasi tersebut kepada karyawan klien yang tidak berhak untuk mengetahuinya.

Bahan Bacaan:

Auditing Edisi kelima Jiilid 1, Prof.Dr. Abdul Halim, M.B.A., Akt.

Sukrisno agoes, Auditing (petunjuk Praktis Pemeriksaan Akuntan oleh Kantor Akuntan Publik) Edisi 4 Buku 1

 

Sampling Audit

Auditor melakukan pemilihan sampel dengan maksud untuk memperoleh sampel yang representatif. sampel yang representatif adalah sampel yang mempunyai karakteristik yang sama dengan karakteristik populasi. sebagai contoh auditor menemukan 2% kesalahan atas faktur penjualan seandainya ia melakukan inspeksi atas seluruh faktur penjualan. misalkan, auditor ada 100 buah jumlah faktur penjualan sebagai sampel dari suatu populasi. sampel tersebut dapat dikatakan sebagai sampel representatif apabila auditor menemukan dua buah faktur yang mengandung kesalahan.

Sampel harus mengandung stabilitas. yang dimaksudkan disini adalah apabila jumlah sampel yang ditambah , maka hasilnya harus sama, dan tidak berubah. pada kenyataannya, auditor tidak akan dapat mengetahui apakah sampel yang diambil merupakan sampel yang representatif, meskipun ia telah selesai melaksanakan seluruh pengujian. auditor maksimal hanya dapat meningkatkan kualitas pengambilan sampel menjadi mendekati kualitas sampel yang representatif. hal tersebut dapat dilaksanakan auditor dengan cara merancang dan melakukan seleksi sampel, dan mengevaluasi hasil sampel secara cermat dan teliti sebagai sampel.

Sampling merupakan prosedur yang umum digunakan oleh auditor. IAI melalui Standar Profesional Akuntan Publik Seksi 350 mendefinisikan sampling sebagai:

Penerapan prosedur audit terhadap unsur-unsur suatu saldo akun atau kelompok transaksi yang kurang dari seratus persen dengan tujuan untuk menilai beberapa karakteristik saldo akun atau kelompok transaksi tersebut.

Untuk memperoleh bukti yang memadai, auditor tidak harus memeriksa seluruh transaksi yang ada. Dalam setiap pemeriksaan auditor harus mempertimbangkan manfaat dan biaya karena pertimbangan ini kemudian dalam profesi dikenal secara luas bahwa sebagian besar bukti diperoleh melalui sampel.

 

Risiko Sampling

risiko sampling berkaitan dengan kemungkinan bahwa sampel yang diambil bukanlah sampel yang representatif. risiko sampling timbul dari kemungkinan bahwa kesimpulan auditor bila menggunakan sampling mungkin menjadi lain dari kesimpulan yang akan dicapai bila cara pengujian yang sama diterapkan tanpa sampling. tingkat risiko sampling mempunyai hubungan yang terbalik dengan ukuran sampel. semakin kecil ukuran sampel, semakin tinggi risiko samplingnya. sebaliknya, semakin besar ukuran sampel, semakin rendah risiko samplingnya.

seluruh risiko baik yang berkaitan maupun yang tidak berkaitan dengan sampling, memungkinkan kesalahan pemberian pendapat. auditor kemungkinan dapat memberikan pernyataan wajar atas nilai buku yang mengandung salah saji yang material. kesalahan pemberian pendapat auditor dapat disebabkan oleh kombinasi kemungkinan kesalahan berikut:

  1. kesalahan material yang terjadi dalam laporan keuangan
  2. struktur pengendalian intern gagal mendeteksi dan melakukan kesalahan
  3. prosedur audit yang dilaksanakan auditor, gagal mendeteksi kesalahan.

 

Risiko Non Sampling

risiko non sampling meliputi semua aspek risiko audit yang tidak berkaitan dengan sampling. risiko ini tidak akan pernah dapat diukur secara mateatis. risiko non sampling timbul karena:

  1. kesalahan manusia seperti gagal mengakui kesalahan dalam dokumen
  2. kesalahan pemilihan maupun penerapan prosedur audit yang tidak sesuai dengan tujuan audit
  3. salah interpretasi hasil sampel

walaupun tidak dapat diukur secara matematis, risiko non sampling ini dapat ini dapat ditekan auditor dengan cara sebagai berikut:

  1. melakukan perencanaan yang tepat
  2. melakukan pengawasan atau supervisi yang tepat
  3. menerapkan standar pengendalian kualitas yang ketat atas pelaksanaan audit.

 

Hall et al. (2002) menyebutkan bahwa pengadilan federal di Amerika Serikat sesuai dengan Federal Judicia Center 1994 memutuskan menerima bukti sampel tergantung dari fakta atau data sampel tersebut merupakan “tipe sampel data yang digunakan oleh ahli dalam bidang tertentu untuk membentuk opini atau menarik kesimpulan atas subyek tertentu.” Dengan demikian bukti sampel yang dihimpun oleh auditor layak dijadikan bukti di pengadilan. Dan ini merupakan tantangan bagi profesi untuk meningkatkan kualitas pengambilan sampel.

 

Pada kenyataannya auditor tidak akan mengetahui apakah sampel yang diambilnya merupakan sampel yang representatif maka auditor maksimal hanya dapat meningkatkan kualitas pengambilan sampel menjadi mendekati kualitas sampel yang representatif (Halim, 2001). Menurut Arkin (1982) berbeda dengan praktik komersil, audit di pemerintahan mempunyai tujuan yang berbeda dan memiliki permasalahan sampling yang berbeda. Auditor Pemerintah lebih banyak terkait dengan aspek audit operasional. Auditor pemerintah akan  mengaudit aspek-aspek yang terkait dengan aktivitas entitas yang diperiksa dan tidak seperti akuntan publik, auditor pemerintah harus menarik kesimpulan dari berbagai aktivitas secara terpisah. Arkin (1982) mencontohkan dalam welfare payments auditor pemerintah tidak saja memeriksa kelengkapan dokumen secara formal tetapi juga memeriksa frekuensi dan besarnya pembayaran kepada penerima yang tidak memenuhi syarat (ineligibles). Oleh karena itu, penggunaan sampel projection akan berbeda untuk auditor pemerintah.

Menurut Fowler et al. (1994) sampling statistik merupakan alat yang sangat bernilai bagi auditor pemerintah. Dengan penggunaan yang tepat, sampling statistik bisa diterima pengadilan. Selain hal tesebut di atas, ternyata penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan rendahnya penggunaan sampling statistik. Penelitian Hall et al. (2000) dengan enam ratus responden dari KAP, perusahaan publik, dan instansi pemerintah yang diteliti, metode sampling non statistik digunakan sekitar 85% dari seluruh penggunaan sampling audit. Dari penelitian selanjutnya yang dilakukan Hall et al. (2002) terungkap bahwa dalam menggunakan sampling non statistik sebagian besar responden belum melakukan upaya-upaya untuk mengurangi bias personal.

 

Hal lain yang membedakan penggunaan sampling antara akuntan publik dengan auditor pemerintah yakni penggunaan bukti sampling. Akuntan publik menggunakan sampling terutama untuk memberikan ketenangan dan perlindungan opininya atas dasar kewajaran laporan keuangan dan hasil sampel diperuntukkan bagi dirinya dalam memberikan pendapat. Sedangkan auditor pemerintah harus memberikan fakta spesifik mengenai sejauh mana kesalahan terjadi dan biasanya berkaitan dengan sampel yang ada dalam laporan audit untuk memperkuat temuan auditnya. Jadi tidak sekedar keputusan menerima atau menolak namun dalam laporannya auditor pemerintah harus memberikan indikasi level kesalahan yang ditemukan. Auditor pemerintah tidak bisa membatasi sampel hanya untuk dirinya sendiri tetapi harus mempublikasikannya dalam laporan audit untuk didistribusikan kepada sejumlah badan/organisasi di dalam atau di luar struktur pemerintahan. Jadi metode yang merepresentasikan fakta harus ada.

#admin(Muh Amrih)

Referensi:

Arkin, Herbert. 1982. “Sampling Methods for Auditors: An Advanced Treatment.” McGraw-Hill Book Company. New York

Hall, T., J. Hunton, dan B. Pierce. 2000. “The Use of and selection biases associated with non statistical sampling and auditing”. Behavioral Research in Accounting 12:231-255

Hall, Thomas W, James E Hunton dan Bethane Jo Pierce. 2002. “Sampling practices of auditors in public accounting, industry, and government.” Accounting Horizons; Jun; 16, 2; pg. 125-136

Halim, Abdul. 2001. “Auditing I (Dasar-Dasar Audit Laporan Keuangan).” Edisi 2.,UPP AMP YKPN., Yogyakarta

Fowler, Janert F., James E. Foster, Lisa S. Foley dan Alan H. Kvanli. 1994.