Kertas Kerja Audit

*Purwanto Wahyudi*

Pengertian Kertas Kerja

Kertas kerja adalah catatan-catatan yang diselenggarakan auditor mengenai prosedur audir yang ditempuhnya, pengujian yang dilakukanya, informasi yang diperolehnya, dan kesimpulan yang dibuatnya berkenaan dengan pelaksanaan audit. Oleh karena itu  pembuatan dan penyimpanan kertas kerja merupakan pekerjaan yang penting dalam audit. Sebagian besar informasi yang disediakan klien untuk auditor merupakan inforamsi yang bersifat rahasia. Oleh karena itu, auditor harus memberikan jaminan kerahasiaan informasi yang diberikan oleh klien. Hal ini sesuai dengan kode etik Akuntan Indonesia pasal 19 yang berbuyi:

Seorang akuntan publik harus menjaga kerahasiaan informasi yang diperolehnya selama penugasan professional dan tdak boleh terlibat dalam pengungkapan fakta atau informasi tersebut, biala ia tidak memperoleh ijin khusus dari klien bersangkutan, kecuali jika dikehendaki oleh hukum, atau Negara atau profesionalnya.

Kegunaan kertas kerja Audit

Kegunaan kertas kerja audit adalah sebagai berikut:

  1. Bahan bukti dalam memebrikan pendapat dan saran perbaikan (audit report).
  2. Membantu dalam merencanakan, menjalankan, dan mereview proses audit.
  3. Memungkinkan atasan untuk langsung menilai bahwa pekerjaan yang didelegasikan telah dilaksanakan dengan baik.
  4. Membantu auditor untuk menilai hasil kerja yang telah dilakukan sesuai dengan rencana, dan mencangkup semua aspek finansial serta operasional yang dapat dijadikan pedoman untuk memebrikan pendapat dan saran perbaikan.
  5. Sebagai dasar bahwa prosedur audit telah diikuti, pengujian telah dilakukan, sebab-sebab masalah diketahui, dan akibat dari masalah diungkapkan untuk mendukung pendapat (opini) dan saran (perbaikan yang diberikan).
  6. Memungkinkan staf auditor lain untuk dapat menyesuaikan dengan tugas yang diberikan dari periode ke periode sesuai dengan rencana penggatian staf audit.
  7. Sebagai alat bantu untuk mengembangkan profesionalisme bagi Internal Audit Division.
  8. Menunjukkan kepada pihak lain bahwa suatu pekerjaan audit telah dilaksanakan sesuai dengan standar keahlian yang dimiliki oleh staf audit hingga laporan evaluasi akhir yang sesuai dengan “audit proses”.

Cara Membuat Kertas Kerja yang Baik

Kecakapan teknis dan keahlian profesional seorang auditor independen agar tercermin pada kertas kerja yang dibuatnya. Untuk membuktikan bahwa seseorang merupakan auditor yang kompeten, ia harus dapat menghasilkan kertas kerja yang benar-benar bermanfaat.  Untuk memenuhi tujuan ini ada lima faktor cara membuat kertas kerja yang baik yang harus diperhatikan, yaitu:

  1. Kertas kerja harus lengkap dalam arti:
  • Berisi semua informasi yang pokok. Auditor harus dapat menentukan komposisi semua data penting yang harus dicantumkan dalam kertas kerja.
  • Tidak memerlukan tambahan penjelasan secara lisan. Kertas kerja harus dapat “berbicara” sendiri, harus berisi informasi yang lengkap, tidak berisi informasi yang masih belum jelas atau pertanyaan yang belum terjawab.
  1. Dalam pembuatan kertas kerja, auditor harus memperhatikan ketelitian dalam penulisan dan perhitungan sehingga kertas kerjanya bebas dari kesalahan tulis dan perhitungan.
  2. Kertas kerja harus dibatasi pada informasi yang pokok saja dan yang relevan dengan tujuan audit yang dilakukan serta disajikan secara ringkas. Analisis yang dilakukan oleh auditor harus merupakan ringkasan dan penafsiran data dan bukan hanya merupakan penyalinan catatan klien ke dalm kertas kerja.
  3. Kejelasan dalam menyajikan informasi kepada pihak-pihak yang akan memeriksa kertas kerja perlu diusahakan oleh auditor. Penyajian informasi secara sistematik perlu dilakukan.
  4. Kerapian dalam pembuatan kertas kerja dan keteraturan penyusunan kertas kerja akan membantu auditor senior dalam me-review hasil pekerjaan stafnya serta memudahkan auditor dalam memperoleh informasi dari kertas kerja tersebut.

Isi Kertas Kerja

Kertas kerja merupakan bukti dilaksanakanya standar auditing , dan program audit yang telah ditetapkan. Kuantitas, tipe, dan isi kertas kerja dapat saja bervariasi tergantung pada keadaan yang dihadapi oleh auditor. Namun demikian kertas kerja harus cukup memperlihatkan bahwa catatan akuntansi cocok dengan laporan keuangan atau informasi lain yang dilaporkanserta standar auditing yang dapat diterapkan telah dilaksanakan.

Dalam SA339 dikemukakan bahwa kertas kerja biasanya berisi dokumentasi yang memperlihatkan:

  1. Pemeriksaan telah direncanakan dan disupervisi dengan baik, yang menunjukkan dilaksanakanya standar pekerjaan lapangan yang pertama
  2. Pemahaman yang memadai atas struktur pengendalian intern telah diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat dan lingkup pengujian yang telah dilakukan
  3. Bukti audit telah diperoleh, prosedur pemeriksaan yang telah diterapkan dan pengujian yang telah dilaksanakan, yang memberikan bukti kompeten yang cukup sebagai dasar yang mmemadai untuk menyatakan pendapat ataas laporan keuangan auditan, yang menunjukkan dilaksanakanya standar audit pekerjaan lapangan yang ketiga.

Tanggung Jawab Auditor Atas Kertas Kerja Audit

Audit atas laporan keuangan harus didasarkan atas standar auditing yang ditetapkan IAI. Standar pekerjaan lapangan mengharuskan auditor melakukan perencanaan dan penyupervisian terhadap audit yang dilaksanakan, memperoleh pemahaman atas pengendalian intern, dan mengumpulkan bukti kompeten yang cukup melalui berbagai prosedur audit. Kertas kerja merupakan sarana yang dilakukan oleh auditor untuk membuktikan bahwa standar pekerjaan lapangan tersebut dipatuhi.

Dalam melakukan auditnya, auditor harus memperoleh kebebasan dari klien dalam mendapatkan informasi yang diperlukan untuk kepentingan auditnya. Pembatasan terhadap kebebasan auditor dalam menentukan tipe bukti yang diperlukan dan prosedur audit yang dilaksanakan oleh auditor akan berdampak terhadap kompetensi dan kecukupan bukti yang diperlukan auditor sebagai dasar bagi auditor untuk merumuskan pendapatnya atas laporan keuangan klien. Sebagai akibatnya, kompetensi dan kecukupan bukti audit yang diperoleh auditor akan mempengaruhi pendapat auditor atas laporan keuangan auditan.

Kertas kerja adalah milik kantor akuntan publik, bukan milik klien atau milik pribadi auditor. Namun, hak kepemilikan kertas kerja oleh kantor akuntan publik masih tunduk pada pembatasan-pembatasan yang diatur dalam Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik yang berlaku, untuk menghindari penggunaan hal-hal yang bersifat rahasia oleh auditor untuk tujuan yang tidak semestinya. Hampir semua informasi yang diperoleh audit dicatat dalam kertas kerja, maka bagi auditor, kertas kerja merupakan hal yang bersifat rahasia.

SA Seksi paragraf 08 mengatur bahwa auditor harus menerapkan prosedur memadai untuk menjaga keamanan kertas kerja dan harus menyimpannya sekurang-kurangnya 10 tahun, sehingga dapat memenuhi kebutuhan praktiknya dan ketentuan-ketentuan yang berlaku mengenai penyimpanan dokumen. Karena sifat kerahasiaan yang melekat pada kertas kerja, auditor harus menjaga kertas kerja dengan cara mencegah terungkapnya informasi yang tercantum dalam kertas kerja kepada pihak-pihak yang tidak diinginkan. Misalnya, klien memberitahukan kepada auditor untuk merahasiakan informasi mengenai gaji direksi, manajer, dan aspek lain usaha perusahaan, maka auditor tidak boleh melanggar pesan klien tersebut dengan mengungkapkan informasi tersebut kepada karyawan klien yang tidak berhak untuk mengetahuinya.

Bahan Bacaan:

Auditing Edisi kelima Jiilid 1, Prof.Dr. Abdul Halim, M.B.A., Akt.

Sukrisno agoes, Auditing (petunjuk Praktis Pemeriksaan Akuntan oleh Kantor Akuntan Publik) Edisi 4 Buku 1

 

Sampling Audit

Auditor melakukan pemilihan sampel dengan maksud untuk memperoleh sampel yang representatif. sampel yang representatif adalah sampel yang mempunyai karakteristik yang sama dengan karakteristik populasi. sebagai contoh auditor menemukan 2% kesalahan atas faktur penjualan seandainya ia melakukan inspeksi atas seluruh faktur penjualan. misalkan, auditor ada 100 buah jumlah faktur penjualan sebagai sampel dari suatu populasi. sampel tersebut dapat dikatakan sebagai sampel representatif apabila auditor menemukan dua buah faktur yang mengandung kesalahan.

Sampel harus mengandung stabilitas. yang dimaksudkan disini adalah apabila jumlah sampel yang ditambah , maka hasilnya harus sama, dan tidak berubah. pada kenyataannya, auditor tidak akan dapat mengetahui apakah sampel yang diambil merupakan sampel yang representatif, meskipun ia telah selesai melaksanakan seluruh pengujian. auditor maksimal hanya dapat meningkatkan kualitas pengambilan sampel menjadi mendekati kualitas sampel yang representatif. hal tersebut dapat dilaksanakan auditor dengan cara merancang dan melakukan seleksi sampel, dan mengevaluasi hasil sampel secara cermat dan teliti sebagai sampel.

Sampling merupakan prosedur yang umum digunakan oleh auditor. IAI melalui Standar Profesional Akuntan Publik Seksi 350 mendefinisikan sampling sebagai:

Penerapan prosedur audit terhadap unsur-unsur suatu saldo akun atau kelompok transaksi yang kurang dari seratus persen dengan tujuan untuk menilai beberapa karakteristik saldo akun atau kelompok transaksi tersebut.

Untuk memperoleh bukti yang memadai, auditor tidak harus memeriksa seluruh transaksi yang ada. Dalam setiap pemeriksaan auditor harus mempertimbangkan manfaat dan biaya karena pertimbangan ini kemudian dalam profesi dikenal secara luas bahwa sebagian besar bukti diperoleh melalui sampel.

 

Risiko Sampling

risiko sampling berkaitan dengan kemungkinan bahwa sampel yang diambil bukanlah sampel yang representatif. risiko sampling timbul dari kemungkinan bahwa kesimpulan auditor bila menggunakan sampling mungkin menjadi lain dari kesimpulan yang akan dicapai bila cara pengujian yang sama diterapkan tanpa sampling. tingkat risiko sampling mempunyai hubungan yang terbalik dengan ukuran sampel. semakin kecil ukuran sampel, semakin tinggi risiko samplingnya. sebaliknya, semakin besar ukuran sampel, semakin rendah risiko samplingnya.

seluruh risiko baik yang berkaitan maupun yang tidak berkaitan dengan sampling, memungkinkan kesalahan pemberian pendapat. auditor kemungkinan dapat memberikan pernyataan wajar atas nilai buku yang mengandung salah saji yang material. kesalahan pemberian pendapat auditor dapat disebabkan oleh kombinasi kemungkinan kesalahan berikut:

  1. kesalahan material yang terjadi dalam laporan keuangan
  2. struktur pengendalian intern gagal mendeteksi dan melakukan kesalahan
  3. prosedur audit yang dilaksanakan auditor, gagal mendeteksi kesalahan.

 

Risiko Non Sampling

risiko non sampling meliputi semua aspek risiko audit yang tidak berkaitan dengan sampling. risiko ini tidak akan pernah dapat diukur secara mateatis. risiko non sampling timbul karena:

  1. kesalahan manusia seperti gagal mengakui kesalahan dalam dokumen
  2. kesalahan pemilihan maupun penerapan prosedur audit yang tidak sesuai dengan tujuan audit
  3. salah interpretasi hasil sampel

walaupun tidak dapat diukur secara matematis, risiko non sampling ini dapat ini dapat ditekan auditor dengan cara sebagai berikut:

  1. melakukan perencanaan yang tepat
  2. melakukan pengawasan atau supervisi yang tepat
  3. menerapkan standar pengendalian kualitas yang ketat atas pelaksanaan audit.

 

Hall et al. (2002) menyebutkan bahwa pengadilan federal di Amerika Serikat sesuai dengan Federal Judicia Center 1994 memutuskan menerima bukti sampel tergantung dari fakta atau data sampel tersebut merupakan “tipe sampel data yang digunakan oleh ahli dalam bidang tertentu untuk membentuk opini atau menarik kesimpulan atas subyek tertentu.” Dengan demikian bukti sampel yang dihimpun oleh auditor layak dijadikan bukti di pengadilan. Dan ini merupakan tantangan bagi profesi untuk meningkatkan kualitas pengambilan sampel.

 

Pada kenyataannya auditor tidak akan mengetahui apakah sampel yang diambilnya merupakan sampel yang representatif maka auditor maksimal hanya dapat meningkatkan kualitas pengambilan sampel menjadi mendekati kualitas sampel yang representatif (Halim, 2001). Menurut Arkin (1982) berbeda dengan praktik komersil, audit di pemerintahan mempunyai tujuan yang berbeda dan memiliki permasalahan sampling yang berbeda. Auditor Pemerintah lebih banyak terkait dengan aspek audit operasional. Auditor pemerintah akan  mengaudit aspek-aspek yang terkait dengan aktivitas entitas yang diperiksa dan tidak seperti akuntan publik, auditor pemerintah harus menarik kesimpulan dari berbagai aktivitas secara terpisah. Arkin (1982) mencontohkan dalam welfare payments auditor pemerintah tidak saja memeriksa kelengkapan dokumen secara formal tetapi juga memeriksa frekuensi dan besarnya pembayaran kepada penerima yang tidak memenuhi syarat (ineligibles). Oleh karena itu, penggunaan sampel projection akan berbeda untuk auditor pemerintah.

Menurut Fowler et al. (1994) sampling statistik merupakan alat yang sangat bernilai bagi auditor pemerintah. Dengan penggunaan yang tepat, sampling statistik bisa diterima pengadilan. Selain hal tesebut di atas, ternyata penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan rendahnya penggunaan sampling statistik. Penelitian Hall et al. (2000) dengan enam ratus responden dari KAP, perusahaan publik, dan instansi pemerintah yang diteliti, metode sampling non statistik digunakan sekitar 85% dari seluruh penggunaan sampling audit. Dari penelitian selanjutnya yang dilakukan Hall et al. (2002) terungkap bahwa dalam menggunakan sampling non statistik sebagian besar responden belum melakukan upaya-upaya untuk mengurangi bias personal.

 

Hal lain yang membedakan penggunaan sampling antara akuntan publik dengan auditor pemerintah yakni penggunaan bukti sampling. Akuntan publik menggunakan sampling terutama untuk memberikan ketenangan dan perlindungan opininya atas dasar kewajaran laporan keuangan dan hasil sampel diperuntukkan bagi dirinya dalam memberikan pendapat. Sedangkan auditor pemerintah harus memberikan fakta spesifik mengenai sejauh mana kesalahan terjadi dan biasanya berkaitan dengan sampel yang ada dalam laporan audit untuk memperkuat temuan auditnya. Jadi tidak sekedar keputusan menerima atau menolak namun dalam laporannya auditor pemerintah harus memberikan indikasi level kesalahan yang ditemukan. Auditor pemerintah tidak bisa membatasi sampel hanya untuk dirinya sendiri tetapi harus mempublikasikannya dalam laporan audit untuk didistribusikan kepada sejumlah badan/organisasi di dalam atau di luar struktur pemerintahan. Jadi metode yang merepresentasikan fakta harus ada.

#admin(Muh Amrih)

Referensi:

Arkin, Herbert. 1982. “Sampling Methods for Auditors: An Advanced Treatment.” McGraw-Hill Book Company. New York

Hall, T., J. Hunton, dan B. Pierce. 2000. “The Use of and selection biases associated with non statistical sampling and auditing”. Behavioral Research in Accounting 12:231-255

Hall, Thomas W, James E Hunton dan Bethane Jo Pierce. 2002. “Sampling practices of auditors in public accounting, industry, and government.” Accounting Horizons; Jun; 16, 2; pg. 125-136

Halim, Abdul. 2001. “Auditing I (Dasar-Dasar Audit Laporan Keuangan).” Edisi 2.,UPP AMP YKPN., Yogyakarta

Fowler, Janert F., James E. Foster, Lisa S. Foley dan Alan H. Kvanli. 1994.

PEMAHAMAN ATAS ENTITAS YANG DIAUDIT

*Syamsuddin

Pemahaman yang objektif dan komprehensif atas entitas yang akan diaudit sangat penting untuk mempertajam tujuan audit serta mengidentifikasi isu-isu kritis dan penting sehingga audit dapat dilaksanakan secara lebih ekonomis, efisien, dan efektif. Pemahaman tersebut juga membantu mencegah dihasilkannya temuan yang menyesatkan (misleading). Pemahaman atas entitas yang diaudit juga penting dilakukan untuk mempertajam tujuan audit, mengidentifikasi isu-isu kritis, dan menghindari dihasilkannya temuan yang misleading sehingga audit dapat dilaksanakan lebih ekonomis, efisien, dan efektif.

Auditor harus mampu membangun kesamaan presepsi dengan auditee agar terjalin kerja sama yang baik sehingga akan mudah dalam mendapatkan informasi yang dibutuhkan selama pelaksanaan audit. Untuk mendapatkan gambaran mengenai program dan kegiatan entitasyang diaudit maka cara terpenting adalah melakukan diskusi dengan manajemen entitas yang diaudit. Auditor memiliki waktu yang relatif singkat untuk menentukan informasi yang dibutuhkandari berbagai jenis informasi ang dimiliki auditee untuk memperoleh pemahaman yangmemadai atas entitas. Informasi tersebut meliputi:

  1. Gambaran umum entitas: segala informasi yang terkait dengan entitas, yang dapat memberikan gambaran secara utuh mengenai entitas. Mencangkup hal-hal berikut: visi misi dan strategi entitas, peraturan yang terkait, kebijakan yang diterapkan, lingkungan internal-eksternal dan stakeholder, tugas dan fungsi, struktur organisasi, anggaran dan relasi, petunjuk pelaksanaan internal dan pedoman operasional, uraian SIM, KPI yang digunakan, catatan/notulen rapat pimpinan, hasil diskusi dengan manajemen dan stakeholder, hasil evaluasi dan laporan audit internal, evaluasi program entitas dan rencana audit internal, hasil audit terdahulu.
  1. Pemahaman atas input, proses, dan output entitas: merupakan sasaran pokok karena langsung berkaitan dengan evaluasi aspek 3E yang merupakan interaksi antara input, proses dan output. Pemahaman tersebut akan memudahkan auditor untuk mengidentifikasi permasalahan yang akan timbul dan akibat dari permasalahan

Pemahaman yang objektif dan kompreensif atas entitas yang  akan diaudit sangat penting untuk mempertajam tujuan audit serta mengidentifikasikan isu-isu kritis dan penting sehingga audit dapat dilaksanakan secara lebih ekonomis, efisien, dan efektif. Pemahaman tersebut juga membantu mencegah dihasilkannya temuan yang menyesatkan (Misleading). Untuk mendapatkan pengetahuan mengenai proses bisnis entitas dibutuhkan suatu proses pengumpulan dan penilaian informasi yang berkelanjutan dan kumulatif. Di lain pihak, auditor perlu mempertimbangkan apakah biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan informasi ini sepadan dengan nilai tambah yang diberikan oleh informasi tersebut terhadap hasil audit. Hal ini diperlukan untuk memastikan bahwa penggunaan sumber daya audit memberikan manfaat yang maksimal.

 

SUMBER BACAAN:

Halim, Abdul. Auditing Dasar-Dasar Audit Laporan Keuangan. 2015. Edisi Kelima Jilid I. Yogyakarta : UPP STIM YKPN

Rai, I Gusti Agung. 2010. Audit Kinerja pada Sektor Publik. Jakarta: Salemba Empat

https://www.coursehero.com/file/12705517/PENGAMEN-PERTEMUAN-3-BOT/

https://agaklumayan.blogspot.co.id/2015/03/pemahaman-atas-entitas-yang-diaudit.html

https://elisalogica.wordpress.com/2013/03/29/pemahaman-atas-entitas-yang-diaudit-badan-pengawas-pasar-modal-dan-lembaga-keuangan/

 

Faktor – Faktor yang Memengaruhi Kualitas Audit Sektor Publik

Seiring berkembangnya ilmu akuntansi profesi akuntan publik di suatu negara yang sejalan dengan berkembangnya perusahaan dan berbagai bentuk badan hukum perusahaan di negara tersebut maka pemerintahan pun membutuhkan dana yang cukup besar dalam pengelolaan negaranya tersebut. Oleh karena itu, diperlukan adanya suatu pengawasan yang cukup handal dalam pertanggungjawaban atas penggunaan dana untuk penyelenggaraan pemerintahan dan dapat menjamin pendistribusian dana yang merata pada semua sektor publik sehingga efektivitas dan efisiensi penggunaan dana bisa dipertanggungjawabkan.

Pengelolaan keuangan pemerintah yang baik harus didukung audit sektor publik yang berkualitas, karena jika kualitas audit sektor publik rendah akan memberikan kesempatan lembaga pemerintah untuk melakukan penyimpangan penggunaan anggaran. Selain itu, mengakibatkan risiko tuntutan hukum terhadap aparatur pemerintah yang melaksanakannya. Auditor pemerintah terdiri dari Inspektorat Jendral Departemen, Satuan Pengawas Intern (SPI) di lingkungan lembaga Negara dan BUMN/BUMD, Inspektorat Wilayah Propinsi, Inspektorat Wilayah Kabupaten/Kota), Badan Pengawas Keuangan dan pembangunan (BPKP) serta BPK (Badan Pemeriksa Keuangan).

De Angelo (1981) mendefinisikan bahwa kualitas audit merupakan probabilitas dimana seorang auditor menemukan dan melaporkan tentang adanya suatu pelanggaran dalam sistem akuntansi kliennya. Kualitas hasil pemeriksaan juga berarti pelaporan tentang kelemahan pengendalian intern dan kepatuhan terhadap ketentuan, tanggapan dari pejabat yang bertanggung jawab, merahasiakan pengungkapan informasi yang dilarang, pendistribusian laporan hasil pemeriksaan dan tindak lanjut dari rekomendasi auditor sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kualitas laporan audit kinerja haruslah tepat waktu, lengkap, akurat, obyektif, meyakinkan, serta jelas, dan seringkas mungkin, sesuai dengan standar pelaporan audit yang terdapat dalam Permenpan No. PER/05/M.PAN/03/2008. Adapun faktor yang mempengaruhi kualitas audit yaitu:

  1. Pengalaman kerja.

Kebanyakan orang memahami bahwa semakin banyak jumlah jam terbang seorang auditor, tentunya dapat memberikan kualitas audit yang lebih baik daripada seorang auditor yang baru memulai kariernya. Atau dengan kata lain auditor yang berpengalaman diasumsikan dapat memberikan kualitas audit yang lebih baik dibandingkan dengan auditor yang belum berpengalaman. Hal ini dikarenakan pengalaman akan membentuk keahlian seseorang baik secara teknis maupun secara psikis (Martini: 2011). Penelitian Choo dan Trotman (2001) dalam Batubara (2010) menemukan bahwa auditor yang berpengalaman lebih banyak menemukan item-item yang tidak umum (atypical) dibandingkan auditor yang kurang berpengalaman.

 

  1. Independensi

Menurut Supriyono (1988), pentingnya independensi bagi seorang auditor adalah (1) independensi merupakan syarat yang sangat penting bagi profesi akuntan publik untuk memulai kewajaran informasi yang disajikan oleh manajemen kepada pemakai informasi, (2) independensi diperlukan oleh akuntan publik untuk memperoleh kepercayaan dari klien dan masyarakaat, khususnya para pemakai laporan keuangan, (3) independensi diperoleh agar dapat menambah kredibilitas laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen, (4) jika akuntan publik tidak independen maka pendapat yang dia berikan tidak mempunyai arti atau tidak mempunyai nilai, (5) independensi merupakan martabat penting akuntan publik yang secara berkesinambungan perlu dipertahankan. Oleh karena itu, dalam menjalankan tugas auditnya, seorang auditor tidak hanya dituntut untuk memiliki keahlian saja, tetapi juga dituntut untuk bersikap independen. Walaupun seorang auditor mempunyai keahlian tinggi, tetapi dia tidak independen, maka pengguna laporan keuangan tidak yakin bahwa informasi yang disajikan itu kredibel.

 

Berdasarkan konsep-konsep tersebut, dapat disimpulkan bahwa jika seorang auditor bersikap independen, maka auditor akan memberi penilaian yang senyatanya terhadap laporan keuangan yang diperiksa, tanpa memiliki beban apapun terhadap pihak manapun. Jadi, dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi independensi seorang auditor, maka kualitas audit yang diberikannya semakin baik. Secara empiris hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ardini dan Lilis (2010) tentang pengaruh kompetensi, independensi, akuntanbilitas dan motivasi terhadap kualitas audit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kompetensi, independensi, akuntanbilitas, motivasi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit.

 

  1. Obyektifitas

Obyektifitas bagi auditor sektor publik diatur dalam kode etik APIP yang terdapat dalam

Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (Permenpan) No. PER/05/M.PAN/03/2008 tentang Kode Etik APIP. Obyektifitas merupakan bagian dari prinsip-prinsip perilaku yang harus dipatuhi oleh auditor. Prinsip perilaku obyektifitas berbunyi: “Auditor harus menjunjung tinggi ketidakberpihakan professional dalam mengumpulkan, mengevaluasi, dan memproses data/informasi auditi. Auditor APIP membuat penilaian seimbang atas semua situasi yang relevan dan tidak dipengaruhi oleh kepentingan sendiri atau orang lain dalam mengambil keputusan.” Obyektifitas auditor sektor publik wajib dijaga agar tidak terjadi negosiasi hasil audit yang dapat merugikan masyarakat. Kebijakan menjaga objektifitas dapat dituangkan dalam bentuk ketentuan seperti: tidak diperkenankannya seorang auditor sektor publik melakukan audit pada auditi tertentu selama 3 (tiga) tahun berturut-turut, dilakukannya rotasi atau mutasi penugasan audit, larangan seorang auditor melakukan audit pada auditi yang pejabatnya memiliki hubungan keluarga, dan sebagainya.

  1. Integritas

Integritas berarti bertindak konsisten sesuai dengan nilai-nilai dan kebijakan organisasi serta kode etik profesi. Auditor yang tinggi integritasnya adalah yang dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja atau yang disebabkan oleh kelalaian manusia (human error) dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak dapat menerima kecurangan atau peniadaan prinsip. Auditor dituntut untuk memiliki kepribadian yang dilandasi oleh sikap jujur, berani, bijaksana dan bertanggung jawab untuk membangun kepercayaan guna memberikan dasar bagi pengambilan keputusan yang handal (Pusdiklatwas BPKP, 2008). Semakin tinggi integritas auditor dalam penugasan audit maka akan meningkatkan

kualitas hasil audit.

Integritas merupakan perwujudan dari kejujuran auditor dalam melakukan penugasan profesionalnya. Dengan kejujuran dalam mengungkapkan temuan audit maka kualitas hasil pemeriksaan akan terjaga. Bagi auditor sector publik, penugasannya akan membawa konsekuensi hukum karena obyek auditnya adalah penggunaan keuangan negara yang rentan terhadap korupsi. Dalam pengungkapan temuan kasus-kasus korupsi diperlukan adanya kejujuran (integritas) para auditornya sehingga pengungkapan kasusnya akan menjadi transparan dan menjaga rasa keadilan pada masyarakat.

Penelitian ini juga mengindikasikan bahwa auditor sektor publik harus selalu memegang teguh prinsip integritas yang mengharuskannya untuk memiliki kepribadian yang dilandasi oleh unsur kejujuran, keberanian, bijaksana, dan bertanggung jawab untuk membangun kepercayaan publik dan dasar pengambilan keputusan yang andal. Hasil

penelitian ini mendukung penelitian Mabruri dkk. (2010).

  1. Kompetensi

Kompetensi auditor sektor publik diatur dalam kode etik APIP yang terdapat dalam Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (Permenpan) No. PER/05/M.PAN/03/2008 tentang Kode Etik APIP. Prinsip kompetensi menekankan auditor harus memiliki pengetahuan, keahlian, pengalaman dan keterampilan yang diperlukan untuk melaksanakan tugas. Perilaku kompetensi auditor sektor publik antara lain; tugas pengawasan sesuai dengan Standar Audit; selalu meningkatkan kemahiran profesi, keefektifan dan kualitas hasil pekerjaan; menolak untuk melaksanakan tugas apabila tidak sesuai dengan pengetahuan, keahlian, dan keterampilan yang dimiliki.

Kemampuan auditor dalam mendeteksi kesalahan pada laporan keuangan dan melaporkannya pada pengguna laporan keuangan adalah definisi kualitas audit oleh De Angelo (1981). Peluang mendeteksi kesalahan tergantung pada kompetensi auditor, sedangkan keberanian auditor melaporkan adanya kesalahan pada laporan keuangan tergantung pada independensi auditor. Kompetensi diukur dari kemampuan auditor, misalnya tingkat pengalaman, spesialisasi auditor, jam audit, dan lain-lain; sedangkan independensi diukur dari sejauh mana auditor dapat bersikap independen dalam melakukan proses audit dan memberikan opini (Fitriany, 2010). Hasil pemeriksaan audit berupa temuan audit oleh BPK-RI menunjukkan kemampuan auditor dalam mendeteksi kesalahan yang terdapat dalam laporan keuangan yang menunjukkan semakin bagusnya kualitas audit. Kompetensi dan Independensi juga sudah disyaratkan dalam Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) yang merupakan patokan bagi pemeriksa dalam melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan Negara.

#Admin(Muh Amrih)

Referensi:

Ardini, Lilis. 2010. Pengaruh Kompetensi, Independensi, Akuntabilitas, dan Motivasi terhadap Kualitas Audit. Majalah Ekonomi Vol. XX No. 3, hal. 329-349.

Batubara, Rizal Iskandar, 2008. Analisis Pengaruh Latar Belakang Pendidikan, Kecakapan Profesional, Pendidikan Berkelanjutan dan Independensi terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan (Studi Empiris pada Bawasko Medan). Tesis Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

De Angelo, L.E. 1981. Auditor Independence, “Low Balling”, And Disclosure Regulation. Journal Of Accounting And Economics 3. Agustus. Page 113-127

Diana,  Putu, Dkk. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Audit BPK RI Perwakilan Provinsi Bali. e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi S1 (Volume 3 No. 1 Tahun 2015).

Mabruri, Havidz. Jaka Winarna. 2010. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Hasil Audit di Lingkungan Pemerintah Daerah.SNA XIII. Purwokerto

Supriyono. 1988. Pemeriksaan Akuntan (Auditing). Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.

 

Audit Compliance

*Purwanto Wahyudi*

Kepatuhan berarti mengikuti suatu aturan standar atau rambu-rambu yang tertulis dan telah disahkan atau diterbitkan oleh lembaga atau organisasi secara internal atau eksternal perusahaan. Muncul audit kepatuhan (Compliance Audit) yang diatur di statement on Auditing Standars (SAS) adalah untuk membantu perusahaan memastikan kepatuhan perusahaan terhadap aturan baik secara internal (misalnya SOP jam kerja) ataupun eksternal. Ketika melakukan pemeriksaan di dalam sebuah perusahaan audit kepatuhan menjadi program kerja internal audit untuk memastikan kepatuhan (100%) terhadap ketentuan yang berlaku.

Audit Compliance (Kepatuhan) adalah program kerja yang menentukan apakah pihak yang diaudit telah mengikuti prosedur, standar, dan aturan tertentu yang ditetapkan oleh yang berwenang. Menurut Halim (2008:198) pengertian audit kepatuhan adalah utuk menentukan apakah kegiatan financial maupun operasi tertentu dari sautu entitaas sesuai dengan kondisi-kodisi, aturan-aturan dan reguulasi yang telah ditentukan. Audit ini bertujuan untuk menentukan apakah yang diperiksa sesuai dengan kondisi, peraturan, dan undang-undang tertentu. Kriteria-kriteria yang ditetapkan dalam audit kepatuhan berasal dari sumber-sumber yang berbeda.

Audit kepatuhan seringkali dinamakan sebagai audit aktivitas. Audit kepatuhan merupakan suatu tinjauan atas catatan keuangan organisasi untuk menentukan apakah organisasi tersebut telah melaksanakan prosedur –prosedur, kebijakan-kebijakan, atau peraturan yang telah dibuat oleh otoritas yang lebih tinggi. Oleh sebab itu, tujuan audit kepatuhan sudah tentu menentukan apakah klien telah mengikuti prosedur, tata cara, serta peraturan yang dibuat oleh otoritas yang lebih tinggi tersebut. Temuan audit kepatuhan biasanya disampaikan pada seseorang di dalam unit organisasi yang diaudit dan menyampaikan kepada pihak-pihak diluar organisasi yang sifatnya lebih luas. Manajemen adalah pihak pertama atau utama yang menaruh perhatian prosedur-prosedur dan peraturan yang berlaku. Audit jenis ini sebagian besar dilaksanakan oleh auditor yang dipekerjakan pada unit organisasi itu sendiri.

Bahan bacaan

Pedoman audit compliance, inspektoran jenderal kementerian agama RI.