Psikologi Pelaku Kecurangan (Fraudster)

Psikologi Pelaku Kecurangan (Fraudster)

an-9*Suhartono

Sesuatu yang ideal sudah barang tentu memiliki pasangan yang tidak ideal atau buruk. Kejujuran, nyatanya dibarengi dengan kecurangan. Sikap negatif ini selalu muncul sebagai lawan dari jujur. Mungkin memang tidak akan pernah muncul istilah jujur, jika kecurangan sama sekali tidak ada. Hal yang memprihatinkan adalah semakin  majunya peradaban manusia, ternyata kejujuran menjadi hal yang perlu dipaksakan dan kecurangan menjadi hobi yang perlu ditekan. Saat ini, makin langka menemukan seseorang yang jujur. Sebaliknya, penipu bertebaran di banyak tempat. Mulai dari pengemis hingga pejabat, semua ada penipunya. Tetapi jangan khawatir, orang jujur juga masih banyak.

Sebagaimana telah disebutkan, kecurangan menjadi salah satu hobi yang perlu ditekan. Penekanan dilakukan melalui jalur hukum. Dikeluarkannya beragam peraturan terkait kecurangan merupakan usaha untuk terus mencegah terjadinya kecurangan, baik yang berulang atau masih baru. Kecurangan memang jenis kejahatan yang ringan. Namun secara tidak disadari, dapat menimbulkan kerugian material yang luar biasa. Sebagai contoh yang mudah, adalah korupsi yang banyak dilakukan oleh pejabat akan membuat pelaksanaan pembangunan terhambat bahkan tidak berlangsung. Kecurangan membawa dampak langsung terhadap perkembangan suatu negara. Negara-negara yang mampu menekan angka kecurangan hingga ke level terendah, ternyata lebih mampu untuk bersaing dan menunjukkan pembangunan yang luar biasa maju.

Kecurangan dalam perjalanan sejarahnya hingga sekarang, ternyata memiliki tingkat atau level yang cenderung naik. Dahulu kebanyakan hanya kelas orang-orang bawah (Pendidikan, Kesejahteraan, dsb.) yang banyak melakukan kecurangan. Tentu saja jumlahnya tidak terlalu besar dan sangat mudah diidentifikasi. Kecurangan ini biasa disebut kejahatan kerah biru (Blue Collar Crime), menggambarkan kelas pekerja. Seiring berjalannya waktu, ternyata kecurangan juga menjadi hobi bagi kalangan yang lebih atas, dengan kerugian yang ditimbulkan lebih besar dan sulit untuk diidentifikasi. Kejahatan kelas atas ini umum disebut dengan kejahatan kerah putih (White Collar Crime). Sebab, banyak dilakukan oleh orang berpangkat tinggi yang jarang berurusan dengan sesuatu yang kotor. Selama beberapa decade, sejak kejahatan “kerah putih” dikenali, penelitian persuasive telah menyatakan bahwa dua faktor harus dipertimbangakan dalam menganalisis psikologi dan kepribadian penipu.

  • Kualitas biologis seorang individu yang bervariasi dan pengaruh perilaku, termasuk perilaku social.
  • Kualitas social yang berasal dari pengamatan interaksi seseorang dengan orang lainnya.

Dari penelitian psikologi tersebut, tiga jenis umum penipu keuangan telah diamati, diantaranya sebagai berikut.

  • Penjahat kambuhan yang ingin bersaing dan menegaskan diri.
  • Penjahat tergantung situasi yang berusaha untuk menyelamatkan diri sendiri, keluarga mereka, atau perusahaan mereka dari sebuah kehancuran.
  • Makelar kekuasaan adalah pelaku kecurangan yang akhir-akhir ini makin banyak, diakibatkan oleh kegagalan bisnis yang memalukan.

Masing-masing jenis pelaku kecurangan (fraudster) adalah sebagai berikut.

  • Mereka adalah predator yang cenderung memiliki kecerdasan lebih tinggi dari rata-rata orang umum dan berpendidikan baik.
  • Bergantung pada situasi dan kondisi.
  • Makelar kekuasaan.
  • Merasa tidak melakukan kesalahan atau menimbulkan kerugian
  • Macam-macam rasionalisasi.

 

Wind, Ajeng. -. Forensic Accounting. Dunia Cerdas: Jakarta.

Aturan Gabungan (UU, PP, PERPRES, PMK, PMA, KMA, DLL.)

UU

UU Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan

 

PP

PP 23 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum

PP 60 Tahun 2008 Tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah

PP 71 Tahun 2010 Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan

 

PERPRES

PERPRES Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Tunjangan Jabatan Fungsional Auditor

PERPRES Nomor 4 Tahun 2015 Tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintahan

PERPRES Nomor 154 Tahun 2015 Tentang Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan Kementrian Agama

 

KEPRES

KEPRES 42 Tahun 2002 Tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

 

PMK

PMK 109 Tahun 2007 Tentang Dewan Pengawas Badan Layanan Umum

PMK 125 Tahun 2009 Tentang Kerja Lembur dan Pemberian uang Lembur bagi Pegawai Negeri Sipil

PMK 193 Tahun 2010 Tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelahaan Rencana Kerja dan Anggaran Kementrian Negara/Lembaga

PMK 113 Tahun 2012 Tentang Perjalanan Dinas Dalam Negeri bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri, dan Pegawai Tidak Tetap

PMK 65 Tahun 2015 Tentang Standar Biaya Masukan 2016

PMK 122 Tahun 2015 Tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak

PMK 141 Tahun 2015 Tentang Jenis Jasa Lain Sebagaimana Dimanksud Dalam Pasal 23 Ayat (1) Huruf C Angka 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008

PMK 164 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Perjalanan Dinas Luar Negeri

PMK 177 Tahun 2015 Tentang Pedoman Penyusunan dan Penyampaian Laporan Keunagan Kementerian Negara/Lembaga

PMK 217 Tahun 2015 Tentang Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual Nomor 13 Tentang Penyajian Laporan Keuangan Badan Layanan Umum

PMK 244 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Penghitungan dan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak

PMK 255 Tahun 2015 Tentang Standar Review atas Laporan Keungang Kementerian Negara/Lembaga

PMK 33 Tahun 2016 Tentang Standar Biaya Masukan 2017

PMK 106 Tahun 2016 Tentang Standar Biaya Keluaran Tahun Anggaran 2017

PMK 49 Tahun 2017 Tentang Standar Biaya Masukan (SBM) Tahun 2018

PMK 176 Tahun 2017 Pedoman Remuneresi Badan Layanan Umum (BLU)

PMK 37 Tahun 2018 Tentang Perubahan Standar Biaya Masukan (SBM) Tahun 2018

PMK 32 Tahun 2018 Tentang Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2019

PMK 57 Tahun 2018 Penelitian Kembali Barang Milik Negara (BMN)

PMK 69 Tahun 2018 Standar Biaya Khusus (SBK)

PMK 70 Tahun 2018 Pembayaran Pensiun Tertunda

PMK 82 Tahun 2018 Pengelolaan Kas & Investasi BLU

 

KMK

KMK 563 Tentang Penunjukan Bendaharawan Pemerintah dan Kantor Perbendaharaan dan KAS Negara untuk Memungut, Menyetor, dan Melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Beserta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran dan Pelaporannya

 

PMA

PMA 3 Tahun 2016 Tentang Pengangkatan Dosen Tetap Bukan Pegawai Negeri Sipil Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri dan Dosen Tetap Perguruan Tinggi Keagamaan Swasta

PMA 29 Tahun 2016 Tentang Pemberian, Penambahan, dan Pengurangan Tunjangan Kinerja Pegawai pada Kementerian Agama

PMA 25 Tahun 2017 Tentang Satuan Pengawasan Internal (SPI) PTKN

PMA 6 Tahun 2018 Tentang Perjalanan Dinas pada Kementerian Agama

PMA NO.68_15.Pengangkatan dan Pemberhetian Rektor dan Ketua Pada Perguruan Tinggi Keagamaan yang di Selenggarakan oleh Pemerintah

PMA No. 4 Tahun 2020 ttg Perubahan PMA 55 2014 ttg P2M

 

KMA

KMA 140 Tahun 1996 Tentang Pemberian Honorarium Tenaga Pengajar/Dosen Luar Biasa dan Pengamat Ujian Tertulis pada Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri di Lingkungan Departemen Agama

KMA 581 Tahun 2006 Tentang Penetapan Koordinator Penyelesaian Tindak Lanjut Hasil Pengawasan di Lingkungan Departemen Agama

KMA 35 Tahun 2012 Tentang Standar Prosedur Operasional Perjalanan Dinas Dalam dan Luar Negeri di Lingkungan Kementerian Agama

 

KEPUTUSAN SEKJEN KEMENAG

Keputusan Sekretaris Jenderal Kementerian Agama Nomor 5 Tahun 2015 Tentang Petunjuk Teknis Tata Kelola Kegiatan Pertemuan/Rapat FI Luar Kantor Pada Kementerian Agama

 

PERDIRJEN

PERDIRJEN Perbendaharaan No. 83 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pembinaan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum

PERDIRJEN Perbendaharaan No. 36 Tahun 2012 Tentang Pedoman Penilaian Kinerja Keuangan Satuan Kerja Badan Layanan Umum

PERDIRJEN Perbendaharaan No. 22 Tahun 2013 Tentang Ketentuan Lebih Lanjut Pelaksanaan Perjalanan Dinas Dalam Negeri Bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri, dan Pegawai Tidak Tetap

PERDIRJEN Perbendaharaan No. 42 Tahun 2014 Pedoman Penyusunan Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga

PERDIRJEN Pajak No. 32 Tahun 2015 Tentang Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, ADN Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa dan Kegiatan Orang Pribadi

 

PERPAJAKAN (ATURAN, TATA CARA PERHITUNGAN, DAN KASUS)

Kode Map Setoran Pajak

Kata Pengantar-Daftar isi

Bedahara dan Kewajiban Pajaknya

PPH Pasal 21

PPH Pasal 22

PPH Pasal 23

PPH Pasal 24

PPN

Faktur Pajak

Surat Keterangan Bebas Pemotongan PPH (SKB)

BEA Materai

 

LAINNYA

Pelanggaran Kode Etik Akredatasi

Surat Edaran Menteri Agama Tentang Tata Cara Pengurusan Dokumen Perjalanan Dinas Luas Negeri di Lingkungan Kementerian Agama

Surat Edaran Menteri Agama Terkait Perjalanan Dinas Luar Negeri

Keputusan SEKJEN KEMENAG No. 5 Tahun 2015 Tentang Petunjuk Teknis Tata Kelola Kegiatan Pertemuan/Rapat Di Luar Kantor Pada Kementerian Agama

S-715 Tahun 2016 Tentang Biaya Masukan Lainnya yang Berlaku di Lingkup Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri (PTKN) Kementerian Agama

PERMEN

Permen PAN RB No 13-2019 Pengusulan Penetapan Dan Pembinaan Jabatan Fungsional PNS

SEJARAH AUDIT

*Syarif SM.

 

Darimana kata “Audit” muncul? Mengapa istilah ini dibuat? Apakah sekarang kata ini masih mempunyai makna dan tujuan yang sama dengan pada waktu pertama kali didengar?

Kata “Audit” yang pertama kali muncul di pertengahan abad ke-19 berasal dari bahasa Latin “Audire” yang artinya “mendengar”. Orang yang mendengarkan (audire) laporan keuangan yang dibaca oleh akuntan dengan tujuan untuk memeriksa laporan keuangan tersebut disebut “Auditor”. Jadi sebenarnya pekerjaan auditor sudah ada secara informal sejak zaman sebelum masehi ketika laporan keuangan pertama kali dibuat di negara-negara kuno seperti Mesopotamia, Mesir, Yunani, Roma, Inggris dan India.

 

TUJUAN AUDIT MULA-MULA

Profesi ini pada waktu itu hanya dikhususkan untuk mendeteksi kecurangan dalam laporan keuangan dengan melakukan pemeriksaan secara rinci. Kecurangan merupakan masalah yang sangat memprihatinkan pada awal sejarah audit. Ketika seorang pemilik usaha mencurigai adanya kecurangan di dalam bisnisnya, mereka akan menyewa seorang yang independen, netral, tidak punya ikatan untuk memihak siapapun untuk mendengarkan penjelasan tentang laporan keuangan dari akuntan pemilik usaha tersebut.

Akhir abad ke-19 merupakan titik balik dalam sejarah audit ketika hukum English Companies Act 1892 diberlakukan. English Companies Act 1892 mengharuskan semua perusahaan besar maupun perusahaan kecil memerlukan review yang objektf dari seorang professional khusus yang independen dan mempunyai skill untuk memeriksa laporan keuangan perusahaan tersebut.

 

PERLUNYA METODE SAMPLING

Prosedur audit yang dilakukan pada akhir abad 19 sampai dengan awal abad 20-an adalah pemeriksaan secara lengkap pada setiap transaksi dan melakukan koreksi pada setiap akun yang salah saji pada laporan keuangan. Metode ini tentu saja sangat mengkonsumsi waktu dan biaya yang sangat besar, dan dianggap prosedur yang tidak efisien dalam melakukan audit. Sekitar tahun 1890an, Negara Inggris dan Amerika Serikat melihat perlunya cara yang lebih efisien dan tidak memakan biaya besar, sehingga munculnya teknik sampling dalam proses audit, teknik ini mengambil transaksi-transkasi yang berjumlah besar dari populasi data yang ada untuk diperiksa kebenarannya yang saat ini dikenal dengan istilah Audit Berbasis Risiko (Risk Based Audit)..

 

TUJUAN AUDIT YANG BARU

Sampai dengan akhir dekade 1890an, kecurangan masih menjadi masalah utama dalam melakukan audit, oleh karena itu tujuan utama dari audit masih difokuskan pada deteksi atau pencegahan kecurangan dan kesalahan. Mulai awal tahun 1900, banyak pengusaha di Amerika Serikat melihat perlunya tujuan yang lebih penting dalam jasa layanan audit yang ada, sejak ini tujuan utama dari audit adalah untuk mendapatkan pelaporan posisi keuangan dan kinerja perusahaan yang akurat dan dapat dipercaya, dan tujuan berikutnya adalah untuk mendeteksi kecurangan dan salah saji. Laporan keuangan yang diaudit oleh jasa professional pada waktu itu digunakan hanya untuk diberikan kepada bank untuk peminjaman kredit, karena ini bankir tidak lagi meminjamkan dana kepada masyarakat berdasarkan karakter baik masyarakat, tetapi berfokus pada laporan keuangan debitur yang telah diaudit oleh jasa profesional. Banyak perusahaan asuransi juga mulai menggunakan jasa auditor untuk mengesahkan laporan yang diberikan oleh pihak yang melakukan klaim.

 

KOMPUTER DALAM AUDIT

Pada tahun 1950, Dunia bisnis melihat pengolahan data elektronik oleh sistem komputer dapat melakukan banyak hal yang membantu Akuntan Publik, professional dan pengusaha lainnya. Di awal tahun 1960, mayoritas penggunaan komputer ditujukan untuk kepentingan bisnis daripada untuk hal ilmiah. Pembukuan yangdilakukan oleh akuntan telah memakan waktu sangat lama dan akuntan telah mencari cara-cara baru untuk melakukan pengolahan data. Komputer digital telah menjadi pilihan solusi bagi mereka untuk mengaudit dengan lebih efisien dengan cara melakukan analisis biaya yang lebih cepat dan lebih rinci. Perubahan dari sistem manual ke komputer digital oleh akuntan ini tidak dilakukan dalam semalam, tetapi dalam waktu bertahun-tahun dari tahun 1960 sampai dengan 1970, ini dikarenakan komputer pada umumnya masih rumit untuk sebagian besar penggunanya.

Mulai tahun 1970-an ini, komputer digital sudah dapat menangani sejumlah besar data dan memproses informasi dalam waktu yang sangat singkat. Komputer membuat pekerjaan akuntan publikmenjadi jauh lebih mudah terutama dalam menangani pekerjaan pembukuan. Hal ini memberikan banyak waktu luang bagi akuntan untuk bisa fokus pada pekerjaan yang lebih penting. Sejarah audit dan penemuan komputer dalam melakukan audit berakhir di sini pada tahun 1970-an.

 

KESIMPULAN

Tujuan, metode, laporan dalam Audit dapat berubah sesuai dengan keperluan untuk memenuhi kebutuhan lingkungan bisnis. Audit telah secara informal ada sejak awal peradaban manusia membuat laporan keuangan, pada awalnya ditujukan untuk menemukan kecurangan, dan akhirnya bertujuan untuk mendapatkan pelaporan posisi keuangan dan kinerja perusahaan yang akurat. Pekerjaan audit berkembang sesuai dengan keperluan dunia bisnis yang selalu berubah. Penemuan komputer sangat berdampak Kantor Akuntan Publik karena membuat pekerjaan mereka jauh lebih mudah dan efisien. Akhir kata pekerjaan auditor dapat dikatakan sebagai profesi tulang punggung dalam dunia bisnis.

 

REFERENCES

Lee, T. A., The Evolution of Audit Thought and Practice (New York: Garland Publishing, Inc., 1988).
McRae, T. W., The Impact of Computers on Accounting (New York: John Wiley & Sons, 1964).

The History of Auditing. (123HelpMe.com., 2015)

Origin and Evolution of Auditing. (Sribd.com., 2013)

 

Audit Dalam Perspektif Islam

Audit Dalam Perspektif Islam

*Suhartono

untitled
Ternyata didalam al-qur’an sendiri sudah teridentifikasi sebagai suatu proses audit. Seperti dalam surat Al-Insyiqaq ayat 6-9, bahwasanya Allah akan menghisab setiap manusia di hari akhir. Bagi yang menerima cataran amalnya ditangan kanan, maka ia akan dihisab dengan mudah dan akan diberikan kebahagiaan.

Begitupun halnya tercatat dalam kitab suci pada surat Al-Infithar ayat 10-12. Sejatinya disisi manusia ada malaikat sebagai pencatat amal-amalnya di dunia. Entah itu amal baik maupun buruk. Mereka (para malaikat) ini mengetahui apa saja yang manusia lakukan. Catatan inilah yang akan menjadi penimbang seseorang di yaumul mizan.

Selanjutnya dalam surat An-Naml ayat 20-21, dikisahkan bahwa Nabi Sulaiman a.s melakukan pengecekan untuk mencari  Hud-Hud, seekor burung peliharaan.  Ketidakhadiran Hud-Hud dapat dikenakan sanksi oleh Nabi Sulaiman a.s berupa hukuman berat. Dalam ayat selanjutnya terungkap bahwa absennya Hud-hud disebabkan perjalanannya ke negeri  Saba. Sebuah negeri yang dipimpin seorang ratu musyrik penyembah matahari.

Tujuan audit dalam Islam :

  1. Untuk menilai tingkat penyelesaian (progress of completness) dari suatu tindakan
  2. Untuk memperbaiki (koreksi) kesalahan
  3. Memberikan reward (ganjaran baik) atas keberhasilan pekerjaan
  4. Memberikan punishment (ganjaran buruk) untuk kegagalan pekerjaan

Bagaimana pengaturan Kode Etik Profesinya?

Etika sering disebut moral akhlak, budi pekerti adalah sifat dan wilayah moral, mental, jiwa, hati nurani yang merupakan pedoman perilaku yang idial yang seharusnya dimiliki oleh manusia sebagai mahluk moral. Seorang akuntan dan auditor muslim dituntut untuk menjalani profesinya dengan akhlak yang baik untuk memenuhi tujuan sebagai berikut:

  1. Untuk membantu mengembangkan kesadaran etika profesi dengan membawa perhatian mereka pada isu-isu etika yang terdapat dalam praktek profesi dan apakah setiap tindakan dapat dipertimbangkan sebagai perilaku yang beretika sesuai dengan sudut pandang syariah sebagai tambahan dari sekedar komitmen etika profesi yang normal.
  2. Untuk meyakinkan keakuratan dan keandalan laporan keuangan, sehingga dapat meningkatkan kredibilitas dan kepercayaan kepada jasa yang diberikan akuntan. Selain itu dapat meningkatkan perlindungan kepentingan baik inttitusi maupun pihak-pihak yang terkait dengan institusi tersebut.

 

Kode Etik auditor Intern Pemerintah Indonesia (AAIPI)

*Suhartono

 Kode Etik AAIPI merupakan aturan prilaku dan etika yang harus dipatuhi oleh setiap mereka yang menjalankan tugas profesi auditor Intern Pemerintah. Sungguh merupakan suatu prestasi sendiri, bahwa penetapan kode etik Intern Pemerintah Indonesia (AAIPI) mengayunkan langkah pertamanya sejak didirikan pada tanggal 30 November 2012 dengan susunan Dewan Pengurus Nasional (DPN) yang dikukuhkan oleh Wakil Presiden RI pada tanggal 19 Desember 2012.

Aparat Pengawasan Intern Pemerintah, adalah instansi pemerintah yang berhak untuk mengemban tugas pengawasan intern yang meliputi : Audit, reviu, evaluasi, monitoring, konsultasi, assistensi dan kegiatan pengawasan lainnya, dalam rangka memberikan nilai tambah bagi effektifitas dan effesiensi organisasi, maka dengan adanya implementasi Kode Etik bagi para auditor yang merupakan subyek dari pengawasan tertentu tersebut, dipastikan akan membantu organisasi/instansi dalam mewujudkan tata kelola pemerintah yang baik (good gevermence) sebagai bagian dari tugas nasional.

PRINSIP ETIKA

Auditor intern pemerintah diharapkan menerapkan dan menegakkan prinsip-prinsip etika sebagai berikut:

  • Integritas

Integritas adalah mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan dan kejujuran. Integritas auditor intern pemerintah membangun kepercayaan dan dengan demikian memberikan dasar untuk kepercayaan dalam pertimbangannya. Integritas tidak hanya menyatakan kejujuran, namun juga hubungan wajar dan keadaan yang sebenarnya.

  • Objektivitas

Objektivitas adalah sikap jujur yang tidak dipengaruhi pendapat dan pertimbangan pribadi atau golongan dalam mengambil putusan atau tindakan. Auditor intern pemerintah menunjukkan objektivitas profesional tingkat tertinggi dalam mengumpulkan, mengevaluasi, dan mengkomunikasikan informasi tentang kegiatan atau proses yang sedang diaudit. Auditor intern pemerintah membuat penilaian berimbang dari semua keadaan yang relevan dan tidak dipengaruhi oleh kepentingan-kepentingannya sendiri ataupun orang lain dalam membuat penilaian. Prinsip objektivitas menentukan kewajiban bagi auditor intern pemerintah untuk berterus terang, jujur secara intelektual dan bebas dari konflik kepentingan.

  • Kerahasiaan

Kerahasiaan adalah sifat sesuatu yang dipercayakan kepada seseorang agar tidak diceritakan kepada orang lain yang tidak berwenang mengetahuinya. Auditor intern pemerintah menghormati nilai dan kepemilikan informasi yang diterima dan tidak mengungkapkan informasi tanpa kewenangan yang tepat, kecuali ada ketentuan perundang-undangan atau kewajiban profesional untuk melakukannya.

  • Kompetensi

Kompetensi adalah kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh seseorang, berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya. Auditor intern pemerintah menerapkan pengetahuan, keahlian dan keterampilan, serta pengalaman yang diperlukan dalam pelaksanaan layanan pengawasan intern.

  • Akuntabel

Akuntabel adalah kemampuan untuk menyampaikan pertanggungjawaban atau untuk menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan seseorang kepada pihak yang memiliki hak atau berkewenangan untuk meminta keterangan atau pertanggungjawaban. Auditor intern pemerintah wajib menyampaikan pertanggungjawaban atas

kinerja dan tindakannya kepada pihak yang memiliki hak atau kewenangan

untuk meminta keterangan atau pertanggungjawaban.

  • Perilaku Profesional

Perilaku profesional adalah tindak tanduk yang merupakan ciri, mutu, dan kualitas suatu profesi atau orang yang profesional di mana memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya. Auditor intern pemerintah sebaiknya bertindak dalam sikap konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menahan diri dari segala perilaku yang mungkin menghilangkan kepercayaan kepada profesi pengawasan intern atau organisasi.